VI

7 4 1
                                    

Brak!

“Aduh.” Salwa mengaduh ketika merasakan sakit di bagian kepalanya karena baru saja terbentuk lantai. Sepertinya darah sudah bercampur dengan rambutnya.

“Kurang kali kaya gitu mah.” Ucap Sarah.

“Iya. Gitu doang sakit. Alay.” Sahut Yura.

“Lanjutin aja, Nab.” Sarah mengompori Nabila.

“Gue bunuh aja kali ya sekalian.” Nabila melipat tangannya di dada.

“Iya, bagus tuh. Jadi gada lagi yang kurang ajar sama lo.” Timpal Yura.

Salwa berusaha bangkit namun tangannya diinjak oleh Yura. “Aww...” Salwa teriak kesakitan.

Nabila mengangkat kakinya tinggi-tinggi. Dan sepertinya kaki itu sudah siap mendarat di wajah Salwa.

“AAAAA!!!!!”

*****

“HAH... HAH... HAH...” Salwa bangun dalam keadaan keringat yang mengucur deras. Ia mulai menyadarkan dirinya. “Untung mimpi.” Salwa mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia memikirkan mimpi seram yang baru saja dia lihat. Ia bangun dan mandi.

Selesai mandi, ia kembali tiduran. Ia masih shock. Ia mengambil handphonenya. “3 panggilan tak terjawab? Dion? Kenapa dia?” Salwa memanggilnya kembali. Namun disana tertera tulisan ‘Dion sedang berada di panggilan lain’. “Loh? Bodoamat lah.” Salwa melempar handphone nya asal. Ia turun ke bawah untuk sarapan.

Mama dan Papanya sudah berangkat kerja duluan. Sedangkan, Syuja keluar entah kemana. Jadi di rumah, hanya ada dia dan Mba Nuni. Ia mengambil 2 roti dan mengoleskannya dengan selai coklat. Lalu menumpuk keduanya, dan langsung di lahap.

Salwa kembali lagi ke atas dan mencari kunci motornya. Ia langsung pergi ke taman untuk menenangkan fikirannya. Ia kesal sampai-sampai ia menabrak sebuah pot bunga milik tetangganya. Motornya oleng dan menabrak tiang listrik. Salwa pingsan di tempat. Beberapa menit kemudian, baru ada tetangga yang melihat dan langsung membawanya ke rumah sakit terdekat.

*****

Salwa terbangun dalam keadaan tangan kiri tertancap selang dan tangan kanan di perban. Sepertinya tangannya luka sehingga diperban. Kepala Salwa juga sangat pusing. Kaki Salwa semuanya biru karena tertiban motornya.

“Salwa...” Mama masuk dan langsung mencium kepala Salwa. Salwa memang masih ada di ruang UGD. Mama dan Papanya langsung pulang dari Bandung ketika mendengar kabar bahwa anak perempuannya kecelakaan. Syuja juga langsung pulang dari rumah Dion.

“Kamu kenapa bisa gini, Nak?” Mama sangat panik sampai menangis.

“Maaf, Bu.” Tiba-tiba suster masuk. “Saya minta izin untuk membawa pasien Salwa ke ruang rawat inap.”

“Iya-iya silahkan.” Mama mengusap air matanya. Suster itu menarik kasur dorong Salwa dan memindahkannya ke ruang inap VVIP. Di ruangan tampak sunyi. Mama tertidur di samping kiri Salwa, Papa keluar untuk mencari makanan, dan Syuja sibuk sendiri dengan handphone nya. Sesekali dia juga tertawa.

“Bang.” Panggil Salwa.

“Hm?” Jawab Syuja tanpa menoleh. Salwa malah diam. Dia sedang menguji Syuja. Dulu, jika Salwa memanggilnya, dan ketika di sahut Salwa diam lagi, Syuja akan bertanya kembali. Namun, sekarang semuanya telah berubah, Syuja bukanlah abang Salwa yang dulu.

Salwa mengeluarkan setitik air matanya. Meluncur dengan cepat sampai ke dagunya. Dia sedih, gara-gara Nabila, abangnya berubah. Ia lebih sibuk dengan handphone nya. Salwa berusaha mengambil gelas di sebelah kanannya. Namun, tangannya terasa sakit karena luka. Ia hanya bisa menggesernya sedikit demi sedikit. Namun, ketika gelas itu sampai di pinggir meja...

Prang...

Mama terbangun kaget. Mama melihat Salwa yang sedang menutup mukanya dan Syuja yang hanya tertawa melihat handphone nya.

“Syuja!” Hentak Mama.

“Apa—“ Syuja menoleh ke Mamanya, dan dia pun kaget karena ada beling berhamburan di lantai. “Lo mecahin gelas ya?” Tanya Syuja. Namun dengan nada yang lebih tinggi. Salwa hanya diam dan mengeluarkan air mata lagi.

“Syuja. Harusnya kamu bantu Salwa. Bukannya sibuk sama handphone kamu. Ade kamu lagi sakit aja bukannya di urusin, Mama juga kan tidurnya sebentar.” Mama bangun dan mengambil sapu dengan serokannya. Ia membersihkan serpihan beling itu. Lalu, Mama keluar kamar untuk membuangnya.

“Sal, lo kalo mau minta tolong bilang kenapa si. Kan jadi gue yang di omelin. Sakit aja belagu.”

Rasanya, hati Salwa seperti ditusuk. Ia stres karena akhir-akhir ini banyak masalah. Salwa berusaha untuk tidak menangis. Ia menahan sakit lahir dan batinnya. Ia memejamkan mata dan mulai tertidur.
.
.
.
Bersambung...

Hai gaes, author punya berita bahagia nih, ‘Dalam Diamnya || Second’ akan terbit lebih cepat yeay🎉🎉🙌🙌

Jadi kita tetep up Rabu dan Jum'at, namun sekali up 2 cerita!!!

Sampe ketemu minggu depan!

Terbit setiap ->Rabu dan Jum'at

'Dalam Diamnya || Second'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang