XX

7 3 0
                                    

    “Ya aku gamau putus.” Sisi memegang tangan Dion.

“Lo gamau putus? Sekarang gue minta lo jujur. Ngapain tadi di dalem?”

“Ih. Kok ngomongnya lo gue?” Tanya Sisi. Dion menatap Sisi sinis. “Aku ga ngapa-ngapain di dalem.”

“Ekhem, wah, seru nih.” Salwa keluar dari kelas dan bersandar di tembok kelas sambil melipat kedua tangannya.

Sisi bergantian menoleh ke Salwa dan Dion. Sisi lalu mendatangi Salwa. “Lo masuk ke dalem. Jangan ikut campur.” Bisik Sisi.

“Emangnya lo ga ikut campur sama kehidupan gue?” Tanya balik Salwa.

“Sisi!” Hentak Dion.

“I-iya iyaaa...” Sisi kembali ke Dion.

“Kalo lo ga jujur juga. Kita putus aja.”

“Ehh jangann...” Sisi memeluk lengan kiri Dion.

Dion menggoyangkan lengannya agar terlepas dari Sisi. “Gue tau semuanya, Si. Gue tau.”

“Hah? Maksudnya?” Tanya Sisi bingung.

“Duh, percintaan kalian terlalu rumit.” Ujar Salwa. Ia baru saja melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kelas, namun ditahan oleh Dion. Dion menggenggam lengan Salwa.

“Kalo lo gak mau jujur juga, lebih baik kita putus.” Ujar Dion. Dion lalu membawa Salwa pergi dari tempat itu.

“Ihh...” Sisi menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. “Pokoknya, gue gak boleh kalah dari Salwa. Gue harus bisa dapetin hati Dion lagi. Tapi gimana ya?” Sisi sibuk berfikir cara untuk melenyapkan Salwa dari hidupnya.

“Mau kerjasama gak?”

*****

“Emm... Yon. Emangnya... lo gak terlalu kasar sama Sisi? Tadi gue gak diapa-apain kok. Gue cuman ngobrol biasa aja sama Sisi.” Ujar Salwa membuka pembicaraan. Dion diam. Tak menjawab. Salwa melirik wajah Dion yang merah. Salwa kembali menunduk. Kini, ia melepaskan genggaman tangan Dion pada lengannya.

Mereka berdua menuju ke lapangan karena pembiasaan pagi akan segera dimulai. Salwa pergi ke barisannya dan Dion pun begitu.

“Dion...”

Dion menoleh ke sumber suara. “Ngapain lagi lo disini?” Tanya Dion dingin.

“Aku kan pacar kamu. Emangnya gaboleh sebaris sama kamu?”

“Hah? Pacar?” Dion tertawa sebentar. “Kita udah gada apa-apa lagi. Kita udah putus.” Ucap Dion dengan mata yang tajam.

“Ihh, aku baru aja mau jujur.”

“Telat.”

“Tadi tuh dikelas aku gak sengaja jatoh dari meja gitu, trusnya aku jatoh nimpa si Salwa. Eh, keambil rambut Salwa sama tangan aku.” Ucap Sisi.

“Bohong.”

“Serius, Yon. Kok kamu gak percaya sih.”

“Trus, teriakan-teriakan maut lo itu? Apalagi alesan lo?”

Sisi diam. Ia tak menjawab. Ia masih berfikir alasan apalagi yang harus diberikan kepada Dion. Partner nya hanya memberikan alasan seperti itu. Mereka berdua tidak berfikir panjang sebelum bertindak.

“Ak—“

“Dasar, cewe kegatelan. Sekarang, lo pergi dari barisan gue.” Dion mengusir Sisi.

“Ih. Lo tuh kenapa sih. Siapa lo ngusir-ngusir gue buat pergi dari barisan ini?” Kini, Sisi sudah naik darah. Ia tidak lagi mementingkan hubungannya. Ia mementingkan harga dirinya.

“Gue ketua kelas disini. Sekarang, lo pergi dari sini.”

Bungkam. Diam. Bibir Sisi seperti di beri lem. Tak bisa berbuat apa-apa lagi, Sisi pergi dan menuju ke barisannya. Ia menatap kesal pada seseorang yang berada 3 orang dari depannya.

“Jangan nyerah Sisi.” Batinnya.
.
.
.
Bersambung...

Dion klo udh marah serem yaa🤣
Kira-kira partner nya Sisi siapa sih?🤔
Makanya, pantengin terus yaa...

Terbit setiap ->Rabu dan Jum'at

'Dalam Diamnya || Second'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang