XVII

5 3 0
                                    

    Salwa kini memeluk Ray dengan sangat erat.

“Tadi aja fitnah-fitnah. Sekarang meluk kenceng banget.” Batin Ray. Pelukan itu dilepas oleh keduanya. “Udah? Percaya sekarang?”

“Hehe...” Salwa mengeluarkan cengirannya. Ia mengajak Ray masuk ke kamarnya.

“Tadi aja nutup-nutupin pintu. Sekarang disuruh masuk.” Batin Ray lagi. Ray duduk di pinggir kasur Salwa. Ia menatap keseluruhan kamar Salwa. Matanya berhenti di patung komidi putar. “Lah. Ini masih lo simpen?” Ray mengambil patung itu.

“Iya, masih.”

“Ya ampun... ini kan patung udah lama banget. Udah dari kita kecilllll banget.”

Flashback mode on.

“Salwa. Aku punya patung kuda. Kamu mau?” Tanya Ray sambil mengeluarkan patung dari dalam tasnya.

“Mau dong... aku mau liat coba.” Salwa mengambil patung itu. “Ihh... bagus banget... buat aku ya?” Pinta Salwa.

Ray mengangguk. “Yaudah, tapi jangan sampe rusak ya...” Salwa mengangguk mantap.

Flashback mode off.

“Waktu itu lo masih ompong kan...” Ray meledek Salwa.

“Udah jangan diingetin.” Salwa duduk di depan meja riasnya.

“Sekarang mah lo dah cantik. Dah glow up. Beda pas masih kecil dulu.” Ray memperhatikan Salwa dari cermin.

“Ah enggak lah. Masih sama.” Salwa sedikit tertawa.

Brak...

“Sal—eh. Ray?”  Wajah Syuja tampak kaget ketika melihat laki-laki dengan ransel hitam yang duduk di kasur Salwa.

“Hai bro.” Sapa Ray singkat. Ia bangun dan meletakkan patung itu lalu memeluk Syuja.

“Weh, kapan dateng lo bor?” Tanya Syuja. Mereka berdua memang seumuran.

“Barusan. Trus lo tau ga?”

“Apaan?” Tanya balik Syuja.

“Tadi, ade lo ga ngenalin gue. Dia malah ngusir gue. Parah bat kan ya.” Syuja melirik ke arah Salwa. Salwa langsung menundukkan kepalanya.

Syuja tersenyum ringan. “Maklum lah. Kalian kan terakhir ketemu umur 5 tahun. Ya lupa lah.” Ucap Syuja membela Salwa. Kini, Ray ikut membalikkan badan untuk melihat Salwa yang masih menunduk sambil memainkan kelingkingnya. Ray menghampiri Salwa.

“Santai kali woy. Udah gue maapin.” Ray menepuk-nepuk punggung Salwa.

“Gue ga minta maap ama lo.” Salwa mendongak ke Ray dengan tatapan sinis. Ia bangun dan melalui Ray.

“Makin hari makin gada adab ye ade lo.” Ray tertawa ringan disusul Syuja.

Salwa duduk di sofa sembari membawa camilan. Ia menyalakan televisi dan menonton berbagai macam FTV kesukaannya. SC*V.

Tak lama, Syuja dan Ray turun untuk mengambil minuman. “Sal. Mau ikut jalan-jalan ga?” Tanya Syuja.

“Kemana?” Salwa menoleh ke arah Syuja.

“Gatau, tapi ntar gue sekalian ngajak Nabila.”

“Hhh... yaudah gue gajadi ikut.” Salwa kembali menonton televisi.

“Lah, ko gitu?” Syuja mendekati Salwa dan duduk di sampingnya. “Lo tuh kenapa si. Tiap ada Nabila ga pernah mau ikut.” Salwa hanya mengangkat bahunya. Syuja melirik ke arah Ray untuk meminta bantuan agar Salwa ikut.

“Ayolah, Sal... ntar gue jadi nyamuk dong ngeliatin Syuja sama pacarnya. Ikut ya...” Ray meletakkan kepalanya diatas kepala Salwa.

“Duh...” Salwa agak membungkuk. “Iyaudahiya gue ikut. Tapi ini karena Ray ya. Bukan berarti gue ikut gue suka sama Nabila. Dih, cuih.” Salwa bangun dan bergegas ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya.

“Ko gitu dia?” Tanya Ray heran.

“Au. Gue juga heran.” Syuja bangun dan merangkul sepupunya itu. “Udah ayo kita duluan ke mobil.

“Doi lo dh di telfon?”

“Udah kok. Sans aja.”

Syuja memanaskan mobil, dan Ray menjemput Salwa di kamarnya.

“Sal... udah blom?” Ray mengetuk pintu kamar Salwa.

“Bentar...” Teriak Salwa dari dalam. “Duh... susah banget si. Benci banget gue kalo kaya gini.” Salwa masih berusaha mengikat rambutya. Maklum, rambut Salwa terlalu lurus. Jadinya bener-bener susah buat diatur. “Ah bodoamat.” Salwa melempar sisirnya sembarangan dan langsung menyambar tas kecilnya, lalu keluar kamar.

“Dih, ngapain aja lo lama bener.” Ray memperhatikan Salwa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak ada yang berubah, hanya celana yang ia ganti.

“Lo gatau kan kalo perempuan ganti baju itu semua juga harus diganti.” Salwa menepuk perut Ray.

“Yaudah lah gue ga peduli. Ayo.” Ray merangkul Salwa. “Coba lo bukan sepupu gue. Udah gue nikahin kali.” Batin Ray.
.
.
.
Bersambung...

This time for bonus chapter!!!

Terbit setiap ->Rabu dan Jum'at

'Dalam Diamnya || Second'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang