XXII

6 2 0
                                    

    “Ehm... dimana ni?” Batin Salwa. Ia melihat sekeliling. Dipenuhi tong-tong kosong dan kardus-kardus yang sudah tak bagus. Dia menunduk dan melihat badannya diikat dengan tali. Ia mencoba membuka tali itu dengan kukunya yang lumayan panjang. Namun nihil. Malah kukunya yang terasa ngilu. Salwa tahu dia dalam keadaan bahaya. Ia tak tahu dengan siapa punya salah.

Gubrak!

“Ini? Tawanan kita?” Tanya seseorang dengan pakaian serba hitam. Namun dengan rambut panjang.

“Iyalah. Kita harus lenyapin dia dari dunia ini. Biar lo, ga diganggu lagi sama dia.” Kata seorang wanita di sebelahnya dengan pakaian yang serba hitam juga, namun tidak mengenakan topi.

“Tapi kok, lo mau bantuin gue? Padahal yang ada urusan gue.”

“Yaelah, lo gak tau kan permasalahannya apa? Gue juga ada sangkut pautnya sama bocil ini.”

Salwa melihat wanita berambut panjang itu mendekatinya dan melepas penutup mulut yang diikatnya. Salwa menggeleng untuk menjauhkan rambutnya yang sudah terurai. Wanita itu melepas kacamatanya.

“S-Sisi.” Ujar Salwa singkat.

“Iya, ini gue. Kaget?” Ledek Sisi. Wanita yang tidak memakai topi juga mendekatinya. Ia melepas kacamatanya. Salwa terbelalak. Tidak mungkin. Kedua perempuan ini nekat menculik Salwa.

“Kalian berdua ngapain si nyulik gue? Buat apa? Apa hubungannya urusan ga penting kallian sama gue?” Tanya Salwa memberanikan diri.

Plak!

“Coba ngomong sekali lagi.” Ucap Nabila. Salwa mengedarkan pandangannya.

“Gak punya tempat lagi ya? Sampai gue disekap di gudang tua ga keurus gini?” Ujar Salwa lagi.

Plak!

“Ngomong lagi ayo.” Ucap Nabila. Salwa menahan perih di kedua pipinya. Rasanya, ia ingin sekali memanggil polisi. Tiba-tiba Sisi menarik tangan Nabila agak menjauh dari Salwa.

“Lo ga takut, kalo misal ada temennya Salwa dateng?” Tanya Sisi.

“Lo tuh kalo mau nyekap orang, gausah takut-takut.” Nabila meyakinkan.

“Cih. Dasar orang gapunya pendidikan.” Batin Salwa. Dalam situasi begini ia masih sempat-sempatnya merendahkan orang.

“...bunuh langsung.”

Deg!

Salwa kaget ketika mendengar Nabila berkata bunuh. Tapi Salwa masih berusaha. Ia meraba-raba lantai di belakangnya dengan tangannya. Ia harus mengambil kesempatan selagi mereka berdua berdiskusi. Ia merasakan sesuatu yang tajam. Ia mengambilnya dan menggoreskannya pada tali. Namun bukannya tali yang terputus malah tangannya yang terus menerus mengeluarkan darah.

Beberapa menit akhirnya tali itu terpotong sepenuhnya. Namun, ia mengondisikan tangannya agar tetap berada pada posisi semula. Ia juga mengambil benda apapun yang ada di belakangnya untuk bersiapan saat nanti Sisi dan Nabila menyerang.

Kini di tangannya sudah ada tongkat baseball. Tak lama, Nabila dan Sisi berpencar. Salwa tidak tahu apa yang mereka mau.

Byur...

Salwa merasakan kepalanya yang basah. Ternyata, Sisi baru saja menumpahkan ember berisi air tepat di kepalanya. Nabila datang dengan pisau di genggamannya.

“Say goodbye, my little devil.” Nabila tersenyum sinis. Tak buang-buang waktu, Salwa dengan gerakan cepat melayangkan tongkat baseball itu ke kepala Nabila. Ia juga mengambil pisau yang dibawa Nabila tadi. Salwa berlari dan berbelok ke kiri.

Bruk...

Salwa terhempas ke dinding. Tangannya perih karena tersayat pisau.

“Gausah main lari-larian. Kaya anjing tau ga?” Ucap Sisi. Ia melemparkan tong kosong ke kaki Salwa. Sontak Salwa terjatuh diatas tong. “Nab...” Tak ada jawaban. Sisi menoleh ke arah Nabila. Ya. Hanya dengan layangan keras dari Salwa, Nabila pingsan.

“Kal...o gini kan enak.” Salwa mengangkat kepalanya. “1 lawan... 1.”
.
.
.
Bersambung...

Astaghfirullahalazim kamu ini berdosa banget Nabila dan Sisi😭🤣

Canda sayang

Kira-kira Salwa mati ato idup ya?

Terbit setiap ->Rabu dan Jum'at

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

'Dalam Diamnya || Second'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang