VIII

5 4 1
                                    

    Salwa terbangun. Ia melihat ke arah kanan dan kirinya. Dion sudah tidak ada. Ia melihat jam. Jam menunjukkan pukul 9 malam. “Masa sih? Tadi itu mimpi?” Salwa makin stres. Ia duduk dan melihat kedua tangannya. Yang satu terpasang infus, yang satu lagi terpasang perban. Salwa benar-benar tidak tahu apalagi yang harus ia lakukan. Kecuali menangis, tidur, dan bermimpi.

Ia heran. Teman-teman terdekatnya sudah menjenguknya. Bahkan Farrel yang baru saja ia kenal pun ikut menjenguk. Kenapa Dion sahabatnya tidak datang? Pikiran itu terus melayang-layang di otak Salwa.

Mama yang melihatnya dari pintu ikut kasihan dengan anaknya itu. Setiap malam, setiap ingin membangunkannya untuk minum obat, pasti selalu ada setitik air mata yang tersisa di pipinya. Ia merasa bahwa anaknya tidak ada perubahan. Ia juga takut, kalau anaknya malah tambah drop.

Pagi tiba. Salwa bangun seperti biasa. Ia mengelap air yang turun di dagunya. Ia berusaha untuk duduk. Ia melihat Mamanya sedang mengaduk bubur.

“Permisi...” Seorang suster masuk.

“Iya silahkan, Sus.” Jawab Mama dan melahap buburnya.

“Ambil darah dulu ya, Dik.”

“Iya, Sus.” Salwa mengangguk dan memejamkan matanya. Suster itu memasangkan pengikat lengan dan mengikatnya kuat-kuat di lengan Salwa. Jarum masuk ke tangannya lalu dikeluarkan lagi. Suster itu berterima kasih dan keluar.

“Ma.” Panggil Salwa.

“Kenapa, Nak?” Jawab Mamanya.

“Salwa kenapa gak pulang sih, Ma? Salwa kan cuman kecelakaan doang. Kenapa harus dirawat?” Tanya Salwa polos.

Mamanya tersenyum samar. “Kekebalan tubuh kamu masih lemah, Salwa. Kamu harus sabar dulu. Makanya, kamu jangan banyak fikiran.”

Salwa menghela napasnya. Ia melihat plester yang baru saja menempel di lengannya.

Di sekolah...

“Gue jenguk Salwa gak ya?” Batin Dion. “Tapi gue masih blom siap ketemu sama dia lagi.” Dion menaruh kepalanya di meja. “Kenapa gue gak siap? Emang gue ngapain? Ahh... gatau ah.”

“Dion!”

Dion kaget dan langsung mengangkat kepalanya. “Y-ya, pak?”

“Jelaskan yang tadi Bapak jelaskan!” Perintah Pak Joko.

Dion hanya diam. Matanya menjelalat sibuk mencari topik di buku paketnya.

“Kamu gak mendengarkan ya?” Tanya Pak Joko, dan Dion masih tetap diam. “Kamu kalo gini terus kapan kamu mau berkembang, Dion...”

“Sekarang, kamu rangkum bab 3, dan presentasikan ke bapak minggu depan. Ingat, jangan sampai lupa!” Dion mengangguk dan kembali duduk. Pelajaran ia lalui dengan fikiran yang masih melayang ke Salwa.

Sekolah usai, Dion jalan menuju ke parkiran. Ia mengambil kunci motornya dan menancapkannya di motornya.

“Dion!”

Dion yang baru saja duduk di motornya, menoleh ke sumber suara.

“Dion tunggu!” Seorang perempuan berlari menuju ke arahnya. Perempuan itu sampai dan memegang lututnya karena kelelahan. “Nanti sore ada waktu gak?”

“Mmm... lo, siapa ya?” Tanya Dion.

“Oh iya, sebelumnya. Gue Sisi, kelas 10 IPA 1.” Ucap Sisi.

“Oh.” Ucap Dion singkat. Ia mengenakan helm nya. “Nanti sore gue mau pergi, jadi lain kali aja.” Dion menggas motornya, namun Sisi menahan tangan Dion.

“Sebentar doang. Gak lama-lama kok.” Pinta Sisi.

“Kenapa sih. Dasar, cewe kegatelan. Gue mau jenguk Salwa juga.” Batin Dion. “Gue banyak urusan.” Dion memutar balikkan motornya dan pergi begitu saja.

Sisi menghela napas. Ia melipat tangannya di dada. “Liat aja. Gue bakal luluhin hati lo.”
.
.
.
Bersambung...

Oke ini double part buat hari Rabu!!! Jangan lupa di vote ged!!!

Terbit setiap->Rabu dan Jum'at

'Dalam Diamnya || Second'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang