XIV

4 3 0
                                    

    Salwa pulang dengan keadaan yang kacau. Benar-benar kacau. Ia duduk di kasur dan mulai menangis. Syuja yang baru saja naik dan membawa snack terhenti langkahnya di depan kamar Salwa. Ia mendengar tangisan di dalam sana. Syuja memajukan kakinya dan mengetuk pintu itu.

Tok... Tok... Tok...

“Sal...” Panggil Syuja pelan. Tidak ada sahutan, malah terdengar tangisan yang makin kencang. “Sal...” Panggil Syuja untuk yang kedua kali. Syuja meraih gagang pintu dan mencoba membukanya. Ternyata terkunci.

“Jangan-jangan dia kenapa-napa.” Batin Syuja. Syuja menaruh snack nya diatas sofa dan mencoba membuka paksa pintu Salwa. “Sal... buka ga!”

Salwa melirik sekilas ke arah pintu. Pintu itu seperti di dorong. Ia tidak mendengar panggilan karena kepalanya ditutup bantal. Salwa menarik napas 3x dan menghapus air matanya. Ia bangun dan membuka pintu.

Tangan Syuja langsung memegang kepala, pipi, mata, hidung, tangan, sampai kaki Salwa. Ia juga memutar-mutar tubuh adiknya. “Lo kenapa?” Tanya Syuja kepo.

Salwa hanya menggeleng sambil tersenyum. Walaupun dipaksa, namun ia tampak ceria. Tiba-tiba, Salwa memegang dan memijat kepala bagian belakangnya.

“Sal, lo kenapa, Sal?” Tanya Syuja semakin panik. Syuja memegang bahu Salwa.

“Sshh...” Salwa meringis. Kepalanya pusing. Sangat-sangat pusing. Mata Salwa lama-lama tertutup dan ia mulai lemas.

“Mah... Mah...” Panggil Syuja. “MAMAH!” Syuja sangat-sangat panik. Adiknya sekarang tidak sehat. Ia menggendongnya dan membawanya ke bawah.

“Mah!” Tiba-tiba Mama muncul dari balik pintu kamarnya.

“Ya ampun! Salwa!” Mama menutup pintu kamarnya dan mengambil kunci mobil. “Bawa dia ke mobil. Kita ke rumah sakit.” Mereka bertiga langsung masuk ke mobil. Syuja menyetir mobil Mama dan Salwa dipeluk oleh Mama. Papa mereka sedang dinas di luar kota, dan baru pulang 3 hari lagi.

Sesampainya di Rumah Sakit, Salwa segera di bawa ke ruang UGD. Mama dan Syuja menunggu di luar. Beberapa menit kemudian, dokter keluar. Syuja dan Mama bangun dari kursi.

“Dok, anak saya kenapa?” Tanya Mama.

“Em... begini. Mari Ibu dan adik masuk ke ruangan saya. Nanti saya jelaskan.” Dokter itu masuk ke dalam ruangannya yang berada di sebelah kasur Salwa. Syuja menghampiri Salwa yang masih belum siuman dan membelai rambutnya.

“Begini, Bu. Adakah kepala Salwa terbentur sesuatu?” Tanya Dokter.

“Terbentur? Sepertinya, gak ada ya, Dok. Biasanya dia kalo abis kejedot, atau yang lain langsung ngomong sama saya.” Ucap Mama yang mulai panik. Dokter menarik sesuatu dan menunjukkan kepala Salwa.

“Ada luka di bagian kepala Salwa. Saya prediksi, Salwa itu terbentur sesuatu yang lumayan keras, sehingga menimbulkan luka. Tidak parah, namun akan sangat terasa nyeri.” Dokter itu mengambil secarik kertas dan pulpen.

Mama memangku wajahnya dengan tangannya. “Tenang saja, Bu. Jika fikiran Salwa tenang dan tidak stres, itu tidak akan mengganggu. Namun, jika keadaan Salwa makin memburuk, segera ditindak lanjuti, takut malah menjadi kanker.” Terang Dokter.

“Yah, makasih ya, Dok.” Mama mengambil kertas bertuliskan resep itu. Dokter keluar dari ruangan, dan Mama berpindah untuk melihat kondisi Salwa.

“Enghh...” Erang Salwa.

“Mah, Salwa bangun.” Syuja memanggil Mama yang tadi duduk di sofa.

“Salwa, sayang...” Mama membelai rambut Salwa.

“Engh... Salwa, Salwa kenapa, Mah?” Tanya Salwa dengan suara yang sangat kecil.

Mama dan Syuja saling bertatapan. Syuja sudah tahu penyakit yang di derita adiknya ini. Namun, ia tidak mau memberitahukan karena takut jadi kepikiran.

Mama tersenyum dan memegang tangan Salwa. “Salwa gak apa-apa. Salwa cuman kecapean.” Ucap Mama bohong. Salwa tidak perlu dirawat karena penyakitnya tidak parah. Setelah stamina Salwa pulih lagi, mereka berkemas dan pulang.
.
.
.
Bersambung...

Part kedua di hari Jum'at...

Terbit setiap->Rabu dan Jum'at

'Dalam Diamnya || Second'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang