Sudah dua hari ini Ratna memendam kegelisahannya. Bagaimana tidak, ia tetap cemburu jika Aksa tetap bermimpi gadis yang sama setiap harinya. Jika gadis itu nyata, bukankah akan merusak hubungan mereka suatu saat nanti?
Ratna tidak bisa mengelak jika ia tidak jengah. Sudah tentu dia jengah dengan perilaku Aksa. Apalagi Aksa setiap harinya bercerita tentang gadis yang ditemuinya. Tentu saja dengan mimik wajah yang antusias.
Di sisi lain, sosok Aksa masih mengagumi May yang kembali ditemuinya tadi malam. Semakin lama May semakin rupawan saja, yang dengan mudah membuat hati Aksa berpaling. Sosok Ratna sekarang tidak terlalu dipedulikan.
Bisa dibilang hubungannya dengan Ratna mulai merenggang setelah mereka berdua saling memaafkan. Aksa rasa, Ratna juga mulai menjauh setelah ia sering menceritakan mimpi-mimpinya.
“Dik, bisa ke rumah?”
Tanpa menjawab, Dika langsung mematikan teleponnya. Hal itu menandakan bahwa Dika akan datang tidak lama lagi. Alas an Aksa mengundang Dika adalah untuk tempat curhat tentang hubungannya dengan Ratna yang kian merenggang.
Aksa segera membukakakn pintu untuk tamu agugnya setelah mendengar bel berbunyi. Ia menyilakan Dika masuk ke kamarnya dan berbincang. Aksa adalah tipe orang yang tidak basa-basi, alhasil ia langsung bertanya bagaimana solusinya.
“Masih sayang?” tanya Dika.
Mendengar pertanyaan dari Dika, Aksa tampak kebingungan untuk menjawabnya. Jika ditanya masih sayang atau tidak, Aksa akan menjawab tidak tahu. Dirinya saja bingung dengan rasanya kepada Ratna.
“Tapi kalo gue lihat ya, lo udah nggak sayang, Sa,” ucap Dika kemudian meneguk minumannya.
Aksa seolah membenarkan apa yang dikatakan Dika. Dirinya memang pernah menaruh rasa pada Ratna, tetapi mungkin setelah kedatangan May dalam mimpinya, rasa itu sudah berubah.
“Mending lo kasih kepastian sama Ratna. Aku aja sampe kasihan sama dia,” seloroh Dika dan hampir tersedak.
“Kualat,” sengit Aksa.
Dari dulu, sejak pertama berkenalan, Aksa memang sudah memiliki rasa yang lebih pada Ratna. Tetapi, sampai sekarang ia belum pernah menyampaikan perasaannya. Sekarang, malah perasaan itu sudah hilang dihanyutkan ombak lautan.
“Caranya gimana, Dik?” tanya Aksa.
“Ketemuan aja, biar bisa saling menjelaskan. Gue rasa Ratna juga udah jengah sama lo,” ucap Dika.
Aksa hanya menganggukkan kepalanya dan mulai menghubungi Ratna untuk diajak ketemuan di salah satu tempat. Nanti, Aksa akan menjelaskan kesalah pahaman kedua diantara mereka.
“Udah siap, Na?” tanya Aksa ketika Ratna sudah mengangkat telepon darinya.
[Iya, udah, Sa]
Setelah mematikan sambungan teleponnya, Aksa segera berpamitan pada Dika yang katanya masih mau menonton film di rumah Aksa. Aksa segera melajukan motornya menuju rumah Ratna.
Mungkin, setelah ini akan jarang baginya mengantar dan menjemput Ratna. Atau bisa jadi, hari ini ia terakhir mengantar dan menjemput Ratna.
“Mau kemana sih, Sa?” tanya Ratna setelah memasang helm di kepalanya.
“Ke kafe mana enaknya?”
“Kafe Viloa bagus tuh, kita udah pernah ke sana,” ucap Ratna dan segera meletakkan kedua telapak tangannya di pinggang Aksa.
Sebenarnya, Ratna juga malu seperti ini, apalagi ia sudah mulai menghilangkan rasa dan sayangnya dari Aksa. Ia mungkin tidak akan melakukan hal yang sama lagi ketika pulang nanti. Di dalam hatinya, ia ingin mengakhiri hubungan tidak jelas ini.
Sesampainya di tempat tujuan, Aksa menuntun Ratna untuk masuk. Padahal biasanya ia dengan senang hati akan menggenggam jemari Ratna. Tetapi, keadaan sekarang berbeda dengan kemarin.
“Pesen apa, Sa?”
“Samain aja,” sahut Aksa tanpa adanya hasrat untuk membuka dan membaca buku menu.
Ratna memberikan kertas pesanan ke pelayan dan menunggunya. Ia segera duduk di kerusnya tadi. Ia tampak gelisah dan bingung. Aksa yang menyadarinya langsung bertanya.
“Kenapa, Na?”
“Kayanya aku dapet bulanannya deh, gimana dong?”
“Bentar, aku beliin di toko depan,” jawab Aksa dan segera melangkah keluar.
Melihat kepedulian Aksa terhadap dirinya, Ratna semakin bingung dengan perasaannya. Ia sebenarnya masih ada secuil perasaan terhadap Aksa. Tetapi, kecemburuannya lebih mendominasi hatinya.
Ratna segera berlari ke kamar mandi setelah Aksa kembali membelikan pembalut Ratna. Aksa juga semakin bingung dengan bagaimana ia menjelaskan kepada Ratna. Sebagian hatinya sudah didominasi oleh sosok May yang konon tidak nyata itu.
“Udah?”
Ratna hanya mengangguk. Kedatangan Ratna bersamaan dengan datangnya pesanan mereka. Aksa dengan senang hati menarik piring yang berisi pancake dengan madu ke hadapannya.
Sebelum membahas pokok utama, mereka brdua menghabiskan makanannya terlebih dahulu. Mereka hanya berbincang singkat saat makan. Aksa lebih cepat daripada Ratna saat menyelesaikan makannya.
Setelah Ratna selesai, Aksa berdehem untuk menormalkan situasi dan detak jantungnya. Kemudian ia meneguk cappucino yang dipesankan oleh Ratna. Lidahnya kelu jika disuruh mengeluarkan unek-uneknya selama ini.
“Jadi, aku mau tanya sama kamu,” ucap Aksa setelah dua kali meneguk cappucino-nya.
“Tanya apa?”
“Kamu punya rasa yang lebih sama aku?”
Jleb! Ratna merasakan hatinya tertombak saat ini juga. Apakah mungkin jika Aksa akan menyatakan perasaannya tepat dimana ia mulai jengah? Ataukah Aksa akan mengakhiri hubungan mereka berdua.
“Dulu, Sa. Sekarang ... mungkin udah tinggal ... sedikit,” ungkap Ratna dengan muka yang tertunduk.
Aksa juga merasakan hal yang sama. “Aku juga, Na. Aku orang yang nggak tahu diri, jika saja dari dulu aku nyatain perasaan ke kamu, sekarang mu---“
“Nggak apa-apa, Sa. Takdir itu udah ditulis sama Yang Maha Kuasa,” sela Ratna kemudian memancarkan senyumnya.
Aksa merasa bersalah dengan Ratna. Memang, penyesalan selalu berada di akhir. Jika dulu ia segera memiliki hati Ratna, sekarang tidak akan seperti ini. Jika ia tidak bermimpi tentang May. Hubungan mereka juga baik-baik saja.
“Aku minta maaf, Na. Maaf nggak bisa menjaga perasaanmu dan maaf kala---“
“Udah, Sa. Aku juga minta maaf,” potong Ratna kemudian menyesap cappucino yang terletak di sampingnya.
“Makasih udah nemenin sejauh ini ya, kita tetep temen, ‘kan?”
“Dari dulu juga temen kali, Sa,” seloroh Ratna.
Mereka berdua tertawa melepas segala kejengahan dalam diri mereka. Sekarang, mereka sudah tidak saling terikat dengan perasaan masing-masing. Mereka cukup menjadi teman, bukan pasangan.
“Kuanter pulang yuk,” ajak Aksa.
“Iya, besok nggak usah antar jemput lagi. Lo udah kaya sopir gue,” ucap Ratna kemudian tertawa.
Aksa tersenyum dan tertawa miris. Rupanya, Ratna sudah mengganti bahasa mereka. Dari kata aku-kamu menjadi lo-gue seperti teman pada umumnya. Hatinya mungkin masih sedikit sakit mendengar itu, tetapi, ia lama kelamaan bisa menyesuaikan.
“Makasih, Na,” ucap Aksa.
“Kembali kasih,” ujar Ratna dan tersenyum simpul.
Kini, beban di hati Ratna sudah berkurang. Ia tak perlu cemburu buta lagi pada Aksa. Karena Aksa sudah bukan siapa-siapanya lagi. Kini, ia cukup memberi semangat pada Aksa supaya bisa bertemu dengan May.
KAMU SEDANG MEMBACA
MaSa : DÉJÀ VU [END]
Teen FictionKita berada di masa yang sama. Kita berada di belahan dunia yang sama pula. Kita juga berada di alam yang sama. Tetapi, engkau sangat sulit untuk menampakkan wajah di depanku? Apakah perlu aku mencarimu? Atau aku hanya perlu menunggumu? Kita hanya p...