Part 27 (Aksa)

49 9 0
                                    

“Jadi lo nyuruh gue buat mutusin Zuri sebelum besok?” tanya Aksa.

“Iya,” jawab Dika cuek sambil tetap memainkan game konsolnya yang tertinggal di rumah Aksa.

Aksa manggut-manggut. Sebenarnya ia juga bersalah kepada Zuri. Ia iba dengan Zuri yang sudah ia beri lampu hijau tetapi, saat ini malah ia hentikan begitu saja. Suatu kesalahan yang membuat Aksa dirundung masalah.

“Gue bodoh ya,” sesal Aksa.

“EMANG!” seru Dika dan Kak Naya bersamaan.

Entah sejak kapan Kak Naya tahu tentang hal ini. Padahal Aksa tidak pernah memberitahunya. Sejak kapan pula Kak Naya hadir di antara mereka. Aksa hanya melirik Dika dan Kak Naya sekilas saja.

“Lo mending selesaiin baik-baik,” saran Kak Naya. “Lebih baik kalau keduanya dipertemukan.”

“Plis jangan, gue nggak mau ada perang dunia,” sergah Aksa.

“Ini emang kesalahan yang gila sih, tapi semua masalah punya penyelesaiannya.”

Aksa mengangguk dan meneguk air putihnya. Otaknya hampir meledak memikirkan bagaimana penyelesaian dari masalah ini. Ia melirik Dika yang masih memainkan game konsol, sedangkan Kak Naya sudah menatapnya tajam menanti jawaban.

“Masih sayang yang mana?” tanya Dika. “Gue tahu kalau sama Zuri cuma iseng aja.”

“Gue sayang May,” jawab Aksa jujur dan memijit pelipisnya pelan.

“Yaudah, cepet selesaikan hubungan ga jelas lo sama Zuri dan minta maaf sama May,” ucap Dika.

Mendengar ucapan Dika, Aksa segera memasuki kamarnya. Ia berdiam sebentar di depan jendela kamarnya. Ia sangat bersalah dengan May. Ia cepat-cepat memakai jaket andalannya dan menyambar kunci motor di meja.

“Gue mau berangkat.” Aksa berjalan memuka pintu meninggalkan Dika dan Kak Naya yang senang dengan perilaku Aksa baru saja.

“Heh, berangkat mutusin Zuri?” tanya Kak Naya menyusul ke teras.

Aksa hanya mengangguk dan memakai helm-nya. Ia melajukan motornya ke rumah Zuri. Ia harus memutuskan Zuri apa pun alasannya. Ia masih sayang May. Ia tak mau May menganggapnya orang yang tidak tahu diri, walau sudah.

“Mau kemana, Sa?” tanya Zuri yang sudah keluar rumah. “Katanya tadi sibuk.”

“Kan tadi, bukan sekarang,” jawab Aksa dingin. Ia lupa tidak membawa helm dua. “Lupa bawa helm.”

Zuri kembali ke rumahnya mengambil helm dan segera duduk di jok belakang motor Aksa. Hatinya berbunga-bungan ketika Aksa mengajaknya keluar tiba-tiba. Terbukti jika Aksa mulai sayang kepadanya.

Aku nggak bakal mau diputusin Aksa hanya karena ancaman cowok bodoh tadi,” batin Zuri dan menyeringai kecil.

Aksa membelokkan stirnya ke arah greenpark. Ia harus memutuskan hubungan di tempat yang sama saat menerima perasaan. Ia berjalan meninggalkan Zuri yang masih mencari pedagang makanan.

Ia sudah merangkai kata-kata supaya tidak terlalu garing di depan Zuri. Ia memainkan ponselnya mengabari Dika jika ia sudah sampai di tempat. Ia juga dibantu beberapa kata oleh Dika, sosok yang paling bijak.

“Sa, kukira ilang,” kekeh Zuri dan duduk di samping Aksa. “Aku kangen,” tambahnya sambil mengulurkan tangannya hendak merangkul Aksa.

Otomatis Aksa berdiri menghindari pelukan dari Zuri. Seumur hidup, ia jarang memeluk perempuan kecuali hal yang penting. Ia berdehem melihat Zuri terkejut dengan perubahan perilakunya.

“Kenapa sih, Sa?” tanya Zuri dan merengut. Ia ngambek. “Aku ngam---“

“Gue mau ngomong sama lo,” sela Aksa.

Zuri sedikit terkejut dengan sapaan yang digunakan Aksa. Mengapa Aksa memanggilnya dengan kata lo. Padahal ia tidak melakukan kesalahan apapun. Ia berusaha menyadari kesalahannya.

“Ngomong apa?” tanya Zuri setelah selesai mengecek dirinya sendiri.

Aksa menghela napasnya berkali-kali kemudian bertanya, “Sejak kapan lo nikung May kaya gini?”

Bagai disambar petir di siang bolong, Zuri sudah ke-gap oleh Aksa. Kedok busuknya sudah diketahui oleh incaran hatinya. Ia memang egois tetapi, ia menginginkannya. Biarpun May menderita, ia tetap memilih seperti ini.

“Gue jijik sama lo,” pungkas Aksa.

Lagi-lagi Zuri dibuat tertohok dengan ucapan Aksa. “Dari mana lo tahu?”

“Tampang lo.”

“Tapi kan l---“

Aksa menatap tajam Zuri mengisyaratkan untuk berhenti mengelak. Ini memang salah Aksa tetapi, jika Zuri tidak mengajaknya ke hubungan lebih dalam, Aksa tidak akan terjerumus ke dalam kesalahan.

“Ini siapa yang salah?” tanya Zuri tiba-tiba.

“Kita,” sahut Aksa dan menatap sepatu yang menjadi saksi perasaannya terhadap May. “Lo salah, gue juga.”

Zuri menunduk dan menahan tangisnya. Ia benar-benar sudah dicap buruk oleh Aksa. Apalagi May yang sudah mengetahui kedok busuknya. Ia terlalu murahan di mata semua orang. Memang.

“Gue minta maaf,” ucap Zuri dan meneteskan air matanya.

Kali ini, hati Aksa tidak tersentuh ketika melihat anak perempuan menangis. Memang hatinya tidak diciptakan untuk mencintai Zuri. Ia hanya terdiam tanpa berinisiatif untuk menenangkan Zuri.

Zuri mengelap air matanya menggunakan punggung tangannya dan meratapi nasibnya. Ia merogoh ponselnya dan digunakan untuk bercermin. Ia menata poninya yang sedikit berantakan.

“Kita putus,” ungkap Aksa dan menatap ke atas.

Zuri tersenyum kecut. Sudah bisa dipastikan jika Aksa akan memutuskan hubungannya. Ia kira, mereka akan bersenang-senang hari ini. Tetapi, ternyata tidak. Mungkin, ini adalah hari terburuk Zuri.

“Iya, makasih udah mau ner---“

“Gue cuma iseng,” bantah Aksa dan berdiri meninggalkan Zuri.

Tombak melayang tepat di dada Zuri. Sakit ketika ia mendengar kata iseng yang ditujukan pada hubungannya dengan Aksa. Bagus sekali. Baru kali ini Zuri merasakan rasanya sakit hati.

Zuri berjalan mendekati Aksa setelah mengelap air matanya. Ia harap Aksa masih mau mengantarkannya. Cukup sampai halte terdekat saja, tidak sampai rumah. Kini, mereka sudah tidak ada hubungan lagi.

“Lo mau dianterin ke rumah atau halte?”

“Ke halte aja nggak apa-apa,” jawab Zuri.

Tetapi, Aksa masih mempunyai rasa kemanusiaan. Ia tidak mungkin meninggalkan seorang perempuan hanya karena ia sudah tidak ada hubungan. Tentu saja Aksa mengantarkan Zuri sampai ke rumahnya.

“Lo besok harus minta maaf sama May,” ucap Aksa sebelum Zuri turun dari motornya.

“Iya, makasih ya.”

Aksa tidak menjawab dan langsung melajukan motornya menjauhi rumah Zuri. Ia hendak ke rumah May tetapi, ia takut mengganggu. Tugas-tugasnya juga belum selesai. Besok saja.

MaSa : DÉJÀ VU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang