“May, aku pulang dulu ya,” pamit Zuri dan berjalan menyusuri trotoar.
Saat May hendak bertanya, Zuri sudah berjalan terlebih dahulu. Mengapa Zuri harus berjalan sejauh itu? Biasanya seseorang yang menjemput Zuri berheti tepat di halte sekolah. Tetapi, mengapa hari ini Zuri harus berjalan menjauhi sekolah?
“Terserah dia,” batin May.
Zuri berjalan mendekati motor nm*x yang terparkir di depan mobil putih. Ia tersenyum dan menerima uluran tangan yang memberinya helm. Ia segera menaiki jok belakang dan merangkul tubuh seseorang yang memboncengnya.
Hatinya berbunga-bunga ketika lelaki tersebut mengiyakan ajakannya. Padahal, lelaki tersebut seharusnya mengemban tugas yang harus diselesaikan. Tetapi, nyatanya lelaki tersebut lebih memilih Zuri ketimbang tugasnya.
“Mau kemana, Ri?”
“Ke greenpark gimana?” jawab Zuri sambil membayangkan bagaimana tubuhnya didorong oleh lelaki tersebut ketika menaiki ayunan.
“Oke,” sahut Aksa.
Aksa, ia lah lelaki yang sedang membonceng Zuri. Bukan Aksa yang lain tetapi, Aksara Aditya. Sosok yang masih menyandang status sebagai pacar May. Ia beralasan mengerjakan tugas kelompok pada May.
“Turun, Ri,” ucap Aksa ketika ia sudah memarkirkan motornya di tempat parkir yang disediakan.
Zuri menuruni jok dan memberikan helm milik Aksa yang tadi dipakainya. Ia berjalan mendahului Aksa menuju penjual cilok. Ia berinisiatif untuk membelikan Aksa juga. Ia harap Aksa bisa luluh karena ini.
“Makasih, Ri.”
Mereka berdua berjalan memasuki narea greenpark. Zuri sangat ingin menggenggam jemari Aksa. Tetapi kedua tangan Aksa sedang sibuk. Tangan kirinya memegang satu plastik cilok. Sedangkan tangan kanannya memegang ponsel.
“Emangnya kamu nggak sibuk, Sa?” tanya Zuri.
“Enggak.”
Aksa duduk di salah satu bangku yang kosong. Zuri mengikutinya dan duduk di samping Aksa. Mereka hanya diam tidak saling mengobrol. Aksa masih berkutat dengan ponselnya.
“May marah nggak?” tanya Zuri sambil melirik Aksa yang duduk di sampingnya.
“Dia nggak tahu,” jawab Aksa tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Zuri.
Sepuluh menit lebih mereka berdua masih dalam keadaan hening. Zuri tidak tahu jika Aksa adalah pendiam. Saat ia tahu May bertemu Aksa hari itu, Aksa tampak riang dan gampang tertawa tidak seperti saat ini.
“Pulang yuk, Sa,” ucap Zuri.
Barulah Aksa menolehkan arah pandangnya ke Zuri. Matanya memang mengisyaratkan supaya Zuri duduk kembali. Tetapi, Zuri tidak paham dengan kode Aksa. Sampai Aksa menyuruh Zuri untuk duduk dengan kalimat.
“Nanti kalau May tahu gimana, Sa?” tanya Zuri.
“Nggak apa-apa,” jawab Aksa enteng.
Zuri tersenyum kecil mendengar jawaban Aksa. Ternyata hati Aksa juga mudah ditaklukkan. Tidak seperti mantan-mantan May yang hatinya terobsesi hanya pada May. Zuri rasa, Aksa tidak terlalu menyayangi May.
Zuri sangat ingin memiliki hati Aksa seutuhnya. Semenjak ia pertama kali melihat rupa Aksa, dirinya langsung jatuh hati kepada paras Aksa. Ia tidak rela jika May yang memiliki Aksa. Hanya dia.
“Sa, em ....”
“Apa?”
“Aku boleh nggak jadi pacar kamu?” tanya Zuri sambil menundukkan wajahnya. Ia rasa ini terlalu cepat tetapi, ia harus mengklaim Aksa sebagai miliknya.
“Hah? Maksud lo apaan?” Aksa terkejut ketika mendengar penuturan yang keluar dari mulut Zuri. Bahkan ia tidak menggunakan kata kamu lagi karena saking kesalnya.
Zuri sedikit tertohok dengan kata ‘lo’ yang Aksa tujukan padanya. Ia hendak marah tetapi, Aksa bukan siapa-siapanya. Air mata Zuri hampir keluar, ia menahannya supaya tidak dicap cengeng oleh Aksa.
“Gimana kalau gue nyoba ya?” batin Aksa bersekongkol dengan sisi jahatnya. “Yang penting May nggak tahu, kan.”
“Asal lo nggak kasih tahu May, gue mau-mau aja,” ucap Aksa pada akhirnya.
Mata Zuri berbinar ketika pujaan hatinya menerima perasaannya. Ia berusaha sebisa mungkin untuk menyembunyikan ini dari May. Ia belum merasakan rasa bersalah saat ini. Bisa jadi di kemudian hari.
Zuri diantar pulang oleh Aksa. Aksa melajukan motornya pergi dari area rumah Zuri ketika Zuri sudah memasuki pintu rumahnya. Ia sedikit merasa mengkhianati May. Ia akan mengecek May apakah masih ada di sekolah.
Hatinya bagai tertombak melihat May yang menangis di sudut hakte. Sudah bisa dipastikan May tidak ada yang menjemput. Aksa mendekatinya dan menanyakan apa yang terjadi pada May.
“Mamaku nggak bisa jemput,” jawab May sambil mengusap air matanya menggunakan punggung tangannya. “Terus tadi ada bapak-bapak yang godain aku.”
Double kill. Aksa merasakan dadanya sesak ketika May mengucapkan dua kalimat itu. Ia merasa telah membohongi May, walau kenyataannya memang benar. Aksa mendekati May dan meringkuhnya dalam pelukannya.
“Kuanter pulang yuk,” ucap Aksa ketika May menguraikan pelukannya.
May hanya mengangguk dan tidak berkata apapun. Ia menaiki motor Aksa dan memeluk Aksa dari belakang. Ia menyembunyikan wajahnya di balik punggung Aksa. Pikirannya terlalu lelah untuk berpikir apa yang haru dilakukannya.
“Maaf, May,” batin Aksa.
Aksa kembali ke rumah setelah mengantarkan May pulang. Ia merasa sudah menjadi pecundang yang mengkhianati berlian demi sampah jalanan. Tetapi, ini sudah terlanjur dan tidak bisa ditarik ulur.
Bukannya mengabari May, Aksa lebih memilih untuk mengabari Zuri jika ia sudah sampai di rumah. Ia juga disibukkan dengan canda dan tawa Zuri dyang tertampil dalam layar ponselnya.
“Sa, ada temenmu,” ucap Kak Naya dari luar.
Aksa buru-buru keluar dan menemui tamunya itu. Rupanya adalah Zuri, sosok yang bisa dikatakan pacar keduanya. Mereka berdua saling mengobrol dan Aksa juga semakin terbuka dengan Zuri.
Zuri tidak bisa menahan rindunya hanya dengan video call, ia haru menemui Aksa secara langsung walau tadi sudah bertemu. Sepertinya, Zuri sedang kesemsem dengan Aksa. Hingga ia mau mengunjungi Aksa yang rumahnya jauh.
“Sa, nanti malem ke kafe yuk,” ajak Zuri ketika ia diantar pulang oleh Aksa.
Aksa tidak bisa menjawab apapun selain berkata iya. Menurutnya, ini adalah kali pertama Zuri berpacaran, maka dari itu Zuri terlalu kekanak-kanakan saat berpacaran dengannya. Tidak profesional.
Malamnya, Aksa menjemput Zuri yang ternyata sudah siap di depan gerbang. Style Zuri sangat berbeda dengan May. Zuri lebih memilih mengenakan pakaian apa adanya tanpa memperhatikan nilai tata busananya.
Aksa hanya bisa menghela napas ketika melihat pakaian yang dikenakan Zuri. Tampaknya, Zuri harus dimasukkan ke SMK jurusan tata busana supaya mengerti bagaimana cara memadu padankan pakaian yang dipakainya.
Aksa memilih kafe yang pernah dikunjunginya bersama May. Ia juga memilih tempat yang sama seperti dahulu. Tak lupa, makanannya pun juga sama dengan yang dahulu. Aksa hanya ingin mengulang momen terbaik saja.
Mereka berdua saling bertukar cerita. Dan Aksa juga mulai memanggil Zuri dengan kata kamu. Ia juga berangsur-angsur lupa dengan keadaan May seperti apa. Ternyata ia lebih menyukai perempuan yang masih bersifat childish.
Mungkin, ini bukan hari keberuntungan mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/234751173-288-k854714.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MaSa : DÉJÀ VU [END]
Teen FictionKita berada di masa yang sama. Kita berada di belahan dunia yang sama pula. Kita juga berada di alam yang sama. Tetapi, engkau sangat sulit untuk menampakkan wajah di depanku? Apakah perlu aku mencarimu? Atau aku hanya perlu menunggumu? Kita hanya p...