Part 21

56 8 0
                                    

“Sa, makasih ya udah dianterin,” ucap May dan tersenyum. Ia masih berdiri di depan gerbang menunggu Aksa pulang terlebih dahulu.

“Aku pulang, ya,” pamit Aksa kemudian melajukan motornya menjauhi kawasan rumah May.

May berjalan memasuki rumah dengan perasaan berbunga-bunga. Hampir sepadan saat Farhan menyatakan cintanya pada May. Tetapi, hari ini berbeda. May merasa hari ini lebih istimewa daripada yang lain.

Ia segera memasuki kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya ke kasurnya. Bibirnya masih mengulas senyum mengingat betapa bahagianya dirinya sekarang. Belum ada satu bulan, May sudah mendapatkan gantinya.

“Tuhan sayang aku,” gumamnya dan berjalan menuju kamar mandi.

Keesokan harinya, May berangkat sekolah bersama Zuri. Karena suatu hal yang mustahil jika ia diantar Aksa. Karena sekolah mereka saja berbeda dan lumayan jauh jika harus mengantar dan balik lagi.

“Congrats,” bisik Zuri saat mereka berjalan memasuki lingkungan sekolah.

“Hehe, iya. Makasih loh,” kekeh May.

Mereka berdua berjalan menuju kelas sambil diiringi candaan dan tawa. Mereka berdua memang tidak bisa dipisahkan dengan canda dan tawa. Bagai ponsel tanpa kabel charge yang saling keterkaitan.

“May, liat jawaban matematika wajib,” pinta Zuri ketika mereka sudah duduk di bangku masing-masing.

Sebelum memberikan buku tugasnya kepada Zuri, May melirik sedikit ke arah Farhan yang baru saja datang. Farhan duduk di samping May, seperti dahulu. Membuat May sedikit teringat dengan kejadian dimana Farhan berjalan bersama perempuan lain.

“Makasih, May,” ucap Zuri membuyarkan lamunan May. May hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Akhir-akhir ini, May dan Aksa jarang sekali keluar bersama dan saling bertukar pesan. Dikarenakan mereka berdua sama-sama sibuk dengan kegiatan masing-masing. May sibuk dengan tugas yang diembannya, sedangkan Aksa sibuk dengan lomba-lomba pramuka yang hendak diikutinya.

Menjadikan mereka jarang bertemu dan saling menyapa. Kadang, Aksa sampai putus asa ketika pesannya tak kunjung dijawab oleh May. Begitupula May, ia juga pernah curiga saat Aksa tidak kunjung membalas sapaannya.

Tetapi, perlahan mereka paham jika masing-masing diantara mereka mempunyai kesibukan yang tidak bisa ditinggal begitu saja. Mereka juga hampir bertengkar ketika saling curiga dan menyalahkan.

“Sa, aku udah pulang,” ucap May terekam dalam voice note dan dikirimkannya pada nomor Aksa.

Sepuluh menit telah berlalu, tak kunjung ada jawaban dari Aksa. Padahal, Aksa sudah berjanji jika akan menjemput May dan akan pergi makan siag bersama. Tetapi, May serasa hampir mengakar di halte sekolah menunggu kedatangan Aksa.

Hingga menit ke dua puluh, Aksa menjawabnya dengan pesan singkat. Membuat May sedikit lega dan juga kecewa. Mengapa Aksa harus menjawab dengan pesan singkat saja? Apakah Aksa memang benar-benar sibuk?

Sesampainya Aksa di sana, May segera mendekat dan menatap kedua manik mata Aksa yang sangat menyorotkan kelelahan. Membuat May menjadi tidak enak hati sudah merepotkan seperti ini.

“Kalau kamu capek nggak usah makan di luar nggak apa-apa,” saran May dan dengan perlahan ia menaiki jok belakang motor yang digunakan Aksa. Rasanya lama sekali ia tidak menaiki motor ini, rindu.

“Nggak apa-apa?” tanya Aksa memastikan.

“Iya, masak di rumahku aja. Hari ini rumahku kosong,” ucap May dan tersenyum.

Akhirnya ia bisa mendengarkan beberapa patah kata yang terlontar dari mulut Aksa. Ia memeluk tubuh Aksa dari belakang. Ia sangat rindu seperti ini. Bahkan, Aksa juga merindukannya, ia tak kunjung melajukan motornya melainkan mengelus pelan punggung tangan May yang sedang memeluknya.

“Sa?”

“Eh, iya, May. Hehe, maaf,” kekeh Aksa kemudian menjalankan motornya menuju ke rumah May.

Kali ini, mereka berdua memasak sambil membuat video untuk konten yout*be milik May. Mereka membuat masakan yang menurut May mudah, yaitu spaghetti. Dengan bumbu racikan milik May sendiri.

Aksa tampak terpana dengan keahlian May dalam memasak. Walau ia harus menahan keterpanaan tersebut karena mereka berdua sedang terrekam dalam kamera. Jika tidak, Aksa mungkin sudah melongo melihat keluwesan tangan May yang bergerak ke sana kemari.

Mereka menikmati santapannya dengan sesekali bercanda dan tertawa bersama. Jujur, mereka merindukan momen seperti ini. Tetapi, kesibukannya membuat mereka menjadi jarang berkomunikasi.

Hari itu, terakhir May dan Aksa bertemu. May melewati hari-harinya dengan sendiri, Aksa juga. Mereka sangat jarang bertemu tetapi mereka janji jika akan selalu mengabari satu sama lain. Meski jarang.

“Ri, aku kangen sama Aksa,” ucap May sambil menutup mukanya frustasi. Ia kembali menyesap es jeruknya dan menelungkupkan kepalanya.

“May, semua hubungan itu punya ujiannya masing-masing,” ujar Zuri memberitahu.

May terdiam tidak menjawab dan membalas ucapan Zuri. May terlalu lelah untuk diajak bicara sekarang. Ia merasa hanya seperti dipermainkan oleh pengurus osis lainnya. Tak mungkin jika pengurus osis mempunyai tugas setiap hari, bahkan setiap saat.

“May, rapat osis,” teriak seseorang memanggil May yang masih duduk di pojokan kantin.

“Ri, bilang kalau aku sakit, plis,” bisik May yang mungkin hanya didengar oleh Zuri.

“May pusing, badannya panas,” ucap Zuri memberitahu seseorang yang memanggil May tadi.

Seseorang itu tampak berjalan mendekati meja May dan Zuri. Belum sempat Zuri membisiki May, tangan seseorang tersebut sudah mendarat di dahi May. Sontak May menarik dan memutar tangan tersebut.

“Siapa lo?!”

Tampak Nabil yang mengaduh kesakitan karena tangannya dipuntir oleh May. Bukannya meminta maaf, May malah pergi meninggalkan Zuri dan es jeruknya yang masih separuh. Zuri segera berlari mengejar May.

“May, kenapa sih?” tanya Zuri.

“Gue sebel sama dia, masa lancang kaya gitu,” omel May dan menghentak-hentakkan kakinya di tanah.

May dan Zuri memasuki ruang kelas yang rupanya sudah terisi penuh oleh semua temannya. May lupa jika hari ini harus ulangan biologi. Ia terlalu sering menunggu kabar dari Aksa dan mengerjakan tugas osis sampai lupa jika ada ulangan hari ini.

Untung saja May masih setengah mengingat materi yang diujikan hari ini. Ia melewati separuh ujiannya dengan baik, tetapi tidak untuk separuhnya. Nabil datang mengetuk pintu dan izin kepada Bu Erna jika May perlu dibawa ke UKS.

“May, kamu sakit ya?” tanya Bu Erna melihat May yang menelungkupkan wajahnya. “Kamu ke UKS aja, ulangannya nyusul.”

May bukan sakit, ia menangis. Ia tidak mau meninggalkan ulangan ini hanya karena pecundang sialan yang mengumbar-umbar masalahnya. Tubuhnya memang sedikit panas karena tadi malam ia hanya tidur tiga jam.

“Tidak usah, Bu. Saya ulangan saja,” tolak May secara halus.

“Tapi, May. Kesehatanmu juga perlu dija---“

“Otak lo yang harus dijaga!” pekik May dengan keadaan marah. Ia bukan membentak Bu Erna tetapi, ia membentak Nabil yang sok-sokan menjadi pahlawan kesiangan. “Gue nggak perlu dikasihani sama pecundang yang ngasih gue tugas banyak kaya lo!”

Tentu saja Bu Erna membela May, kenapa? Karena ulangannya dan May lebih penting daripada Nabil. Jika May menginginkan ulangan, Bu Erna akan menyanggupinya. Ia tak mau memaksa May untuk berbaring di ranjang UKS.

MaSa : DÉJÀ VU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang