Part 29

51 9 0
                                    

Saat May masih bersantai di dekat jendela dengan melihat dua burung yang berterbangan  ke sana kemari, suara Mama mengalihkan pandangannya. Ia segera menunggu kabar selanjutnya di dekat pintu.

“May, ada temen kamu,” ucap Mama dari ruang tamu.

“Iya, Ma.”

May keluar kamarnya dan berjalan menuju ruang tamu. Ia kira tamu yang datang adalah Zuri tetapi, ternyata Aksa. Apa yang dikata Mama tadi memang benar. Mereka hanya teman.

“Ada apa, Sa?” tanya May ketika ia sudah duduk di samping Aksa.

“Kakakku mau ketemu kamu,” jawab Aksa membuat mata May membulat.

“Acara apaan?”

Aksa mengendikkan bahunya. Ia meneguk air putih yang sudah diambilkan Mama. Ia tidak mengarang tentang tujuannya ke sini. Kakaknya benar-benar ingin bertemu dengan sosok May.

May tidak berkata apa pun ketika ia meninggalkan Aksa sendirian di ruang tamu. May berjalan menuju kamarnya untuk mengganti baju. Untung saja tugasnya sudah selesai semua. Ia memilih outfit dengan warna senada dengan pakaian yang Aksa kenakan.

Ia mengambil t-shirt berwarna tosca yang sedikit kebesaran dan memakai rok plisket berwarna putih yang panjangnya di bawah lutut. Ia memakai scrunchie berwarna senada di tangannya untuk mengikat rambutnya nanti. Untuk saat ini, cukup digerai saja.

May berjalan ke luar kamarnya setelah siap untuk bertemu kakak dari Aksa. Tak lupa ia juga berpamitan pada Mama. Ia menemui Aksa dan mengajaknya untuk cepat bergerak. May mengambil sling bag berwarna hitam di lemari ruang tamu dan kembali ke kamarnya sebentar.

Aksa tampak pangling ketika May mengenakan baju dengan warna senada dengannya. Ia sampai tak percaya jika itu May. Hanya disentuh beberapa make up dasar saja muka May sudah berubah menjadi lebih dewasa.

“Yuk, cepetan,” ajak May dan memakai sepatu putih kesayangannya.

Cantik,” bisik Aksa tepat di telinga May.

Tubuh May meremang ketika mendengar bisikan dari Aksa. Ia mengabaikan tubuhnya yang semakin lama malah merinding. Ia segera memakai helm-nya dan menghampiri Aksa yang sudah nangkring di motornya.

Aksa melajukan motornya kembali ke rumahnya. Ia rasa, ia belum pernah mengajak May untuk ke rumahnya. Tak hanya kakaknya, ibunya pun juga penasaran siapa yang bernama May itu.

“Di rumah?” tanya May dan menuruni motor Aksa.

“Iya, kakak gue di rumah.”

May membuntuti Aksa yang memasuki rumahnya. Tentu saja May gugup ketika akan bertemu keluarga Aksa. Apalagi mereka sudah tidak ada hubungan khusus. May takut jika ibunya Aksa akan berpihak padanya.

“Permisi,” salam May ketika memasuki rumah Aksa.

Rumah dengan gaya minimalist tetapi, masih dibumbui dengan gaya tradisional. Tampak beberapa ukiran yang menghiasi sudut rumah ini. Membuat May tertegun dengan hiasan-hiasan yang berjejer rapi di rumah Aksa.

“Hai,” sapa seseorang. “May ya?”

“Eh, iya, Tante,” jawab May dan menyalami wanita paruh baya tersebut.

May diajak mengobrol ngalor ngidul oleh wanita yang May yakini adalah ibu Aksa. Obrolan mereka santai kadang juga diselingi canda tawa. Aksa juga hadir di antara mereka berdua tetapi, dianggap sebagai anak tiri.

“Jglek.”

May menatap seseorang yang baru saja memasuki rumah ini. Tampak seorang perempuan cantik nan anggun dengan rambut yang digerai berjalan menuju mereka. May yakin jika ia adalah kakak Aksa.

“Kanaya,” ucap Kak Naya dan mengulurkan tangan ke arah May.

“Mayuree, Kak,” sahut May dan membalas uluran tangan Kak Naya. “Salam kenal.”

Mereka berempat tenggelam dalam obrolan ringan. Ralat, mereka bertiga. Aksa tidak ikut nimbrung dengan mereka. Karena Aksa sadar jika bahan obrolan mereka adalah topik khusus wanita.

“Ibu mau ke rumah tetangga dulu ya,” pamit Ibu Aksa dan mempersilakan May untuk tetap di dalam tanpa perlu mengantarkannya.

Kini, tinggal May dan Kak Naya yang mengobrol. Entah, seperti tidak ada habisnya bahan mereka. Sudah seperti teman sehobi yang dipersatukan. Bahkan, Kak Naya mengajak May untuk bergosip dan tentu saja diiyakan oleh May.

“Buat tikt*k yuk, May,” ajak Kak Naya dan mengeluarkan ponselnya.

May hanya mengangguk saja. ia mengintip Aksa yang sedang mengutak-atik ponselnya. Terbesit niat jahil dalam pikiran May. Ia mengendap-endap mendekati Aksa dan mengagetkannya.

“Apaan sih, May?! Kaget tau!” seru Aksa dan mengelus dadanya pelan.

“Serius amat,” kekeh May dan berpaling ke arah Kak Naya.

Setelah melakukan beberapa kali latihan, akhirnya May dan Kak Naya merekam video mereka. Hasil itu langsung dibagikan oleh Kak Naya ke sosial medianya. Hal tersebut membuat teman-temannya ramai menanyakan siapa gerangan yang diajak ikut serta dalam video Kak Naya.

May juga melakukan hal yang sama. Teman-temannya juga heboh dengan seseorang yang ada di dalam video tersebut. Dengan candaan, Kak Naya dan May sepakat untuk menjawab pertanyaan dengan embel-embel ‘ipar’.

“Kalian gila ya,” ucap Aksa ketika melihat salah satu balasan di kolom komentar.

“Gapapa lah, Sa. Sekali-kali,” kekeh Kak Naya. “Kali aja beneran,” lanjutnya.

Aksa jengah dengan May dan Kak Naya yang tak henti-hentinya merecord video baru. Tiba-tiba ia menarik lengan May untuk pergi keluar.

“Iya-iya, bentar,” sanggah May dan menarik tangannya kembali.

Setelah berpamitan dan berterima kasih kepada Kak Naya, May berjalan ke luar rumah mendekati Aksa yang sudah berdiri di dekat motornya. Ia mendekati Aksa dan segera memakai helm-nya.

“Mau kemana?” tanya Aksa dan memundurkan motornya.

“Enaknya kemana?”

Aksa mengendikkan bahunya. “Kemana?”

“Supermarket yuk, Sa,” ucap May dan menaiki jok belakang motor Aksa. “Terus foto ala-ala instagramable gitu.”

Aksa menganggukkan kepalanya dan melajukan motornya ke arah supermarket terdekat. Sesekali ia mengelus lutut May yang tertutup rok saat berhenti. Hal kecil tersebut membuat May tersipu.

Setelah sampai, May melenggang maju dan mengambil salah satu troli. Dengan senang hati ia mendorong troli tersebut sampai ujung. Aksa hanya menggelengkan kepalanya melihat perilaku May.

“Pilih basreng atau ....”

“Basreng,” ucap Aksa sebelum May melengkapi kalimatnya.

Mereka memilih beberapa makanan ringan yang diinginkan. Tak lupa mereka juga berfoto bersama. Mumpung baju yang mereka kenakan benar-benar sama. Bawahan putih dan atasan berwarna tosca.

“Kamu tadi sengaja ya, pakai baju samaan?”

May mengangguk dan mengambil jajanan terakhir. Mereka berjalan menuju kasir dan membayarnya. Mereka berjalan beriringan menuju area parkir motor. Tak lupa dengan jemari tangan mereka yang bertautan.

“Mampir kemana lagi?” tanya Aksa.

“Engga, pulang aja,” jawab May dan meletakkan belanjaan Aksa di jok motor.

Mereka mengabadikan momen ini dalam pikirannya. Tanpa harus meminta orang lain untuk mengabadikannya. Cukup dalam otak, tidak lebih. Meskipun begitu, mereka tetap bahagia.

MaSa : DÉJÀ VU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang