Part 22

51 7 0
                                    

“May, aku minta nomornya Aksa,” pinta Zuri membuat May mengerutkan dahinya.

“Buat apa?”

“Temen pramuka ada yang minta, nggak tau mau dibuat apaan,” jelas Zuri. “Aku nggak mau apa-apain dia kok.”

May mengangguk dan dengan mudahnya ia percaya dengan Zuri. Ia menyebutkan nomor Aksa dengan saksama. Ia sama sekali tidak curiga dengan Zuri. Toh, Zuri juga menjelaskan apa yang diperlukan dengan nomor itu.

Bisa jadi karena May sudah terlalu sering bersama Zuri dan ia tahu bagaimana perawakan Zuri. May mudah percaya dengan seseorang yang sudah lama dekat dengannya. Asalkan tidak berkhianat.

Malamnya, May sangat bahagia ketika Aksa mengajaknya keluar ke Alun-alun sekedar untuk menghirup udara malam bersama. May mengenakan kaos lengan pendek bertuliskan ‘baby’ di pojok kanan atas dan menggunakan celana kain.

“Hai,” sapa May ketika Aksa membuka helm-nya.

“Hai juga,” sapa balik Aksa dan mengacak pucuk rambut May.

May segera duduk di jok belakang motor Aksa dan Aksa mulai melajukan motornya ke arah Alun-alun. Tentu saja May sudah mengincar penjual kelomang yang sudah menjadi langganannya.

“Kamu mau beli apa, May?” tanya Aksa ketika mereka berjalan mengelilingi Alun-alun.

“Aku pengen sempol itu,” jawab May sambil menunjuk pedagang sempol di sebrang jalan.

Aksa mengangguk dan menuntun May untuk menyebrang bersama. Saat May menunggu sempolnya digoreng, Aksa sibuk dengan ponselnya. Membuat May sedikit kecewa dan curiga.

Saat mereka mencari tempat duduk untuk duduk bersantai sambil memakan sempol yang dibeli May, May memberanikan bertanya siapa gerangan yang Aksa hubungi tadi. Tanpa basa-basi, Aksa memberikan ponselnya kepada May.

May tidak menemukan hal buruk seperti yang ada di dalam pikirannya. Tetapi ada satu nomor yang akhirannya sangat dihafal oleh May. Dengan kepura-puraannya, May bertanya siapa empu yang memiliki nomor tidak bernama tersebut. Walau sudah 90 persen May tahu jawabannya.

“Oh, itu tadi katanya temenmu,” jawab Aksa dan duduk di salah satu bangku kosong.

“Siapa emangnya?” May kembali berakting. Dadanya sudah sesak ketika ia menanyakan hal ini kepada Aksa.

“Zuriatmadja, siapa emangnya?” tanya Aksa sambil memakan satu tusuk sempol.

Tebakan May benar, Zuri. Ia tak menyangka jika Zuri akan berbuat seperti itu. Padahal, Zuri tadi menjelaskan jika nomor tersebut akan dipakai anak pramuka, bukan dirinya. Tetapi kenyataannya?

“Em, bisa dibilang sahabat,” ucap May sambil menunduk dan memainkan tusuk sempol yang dipegangnya. Air matanya hendak keluar ketika melihat ia dibohongi oleh sahabatnya sendiri.

“Sahabat ya?”

May mengangguk. Meskipun Zuri sudah membohonginya, May tidak bisa memarahi atau bahkan menjauhi Zuri. Ia dan Zuri sudah bersama sejak lama. Ia tak mungkin akan menjauhinya hanya karena masalah cinta monyet seperti ini.

“Lainnya dia ada yang ngechat lagi?” tanya May.

Aksa menggeleng. May menyuapkan sempol ke mulutnya sambil menahan air mata yang hampir terjun ke bawah. Ia mendongak sambil mengunyah sempol di dalam mulutnya. Ia tak mampu menahan air matanya.

“Kenapa nangis?” tanya Aksa sambil merangkul tubuh May dengan tangan kirinya.

“Di-dia bo ... bohong ... in aku,” jawab May sesenggukan.

“Bohong gimana?”

May menjelaskan apa yang terjadi padanya. Tanpa mengurangi atau melebihi seikit pun. Ia mengusap air matanya yang kembali turun saat ia bercerita. Ia sangat kecewa dengan Zuri. Bahkan hatinya sudah sedikit tertutup.

“Tapi dia sahabatmu, mending kamu omongin baik-baik,” saran Aksa.

May mengangguk dan mengulas senyumnya. “Iya, makasih, Sa.”

Nggak bisa, Sa. Sekali dikhianati, hatiku udah tertutup,” batin May.

Aksa mengantarkan May pulang sebelum jam sembilan malam. Berhubung besok hari Minggu, May mengajak Aksa untuk jogging bersama di CFD Alun-alun. Dengan senang hati Aksa menyanggupi keinginan May.

Tetapi, sebelum tidur May dibuat kecewa oleh Aksa. Saat May hendak ber-video call dengan Aksa, nomor lelaki tersebut sibuk. Pertanda bahwa ia sedang bertelepon dengan orang lain. Pikiran May sudah kemana-mana.

Hanya satu yang dikhawatirkannya, persahabatannya hancur. Ia sudah bisa menduga jika Aksa sedang bertelepon dengan Zuri. Siapa lagi? Yah, walau tidak boleh berprasangka buruk tetapi, kejadian tadi membuatnya seratus persen yakin jika biangnya adalah Zuri.

Akhirnya, setelah menunggu dua jam, nomor Aksa sudah bisa disambungkan dengan nomor May. May tersenyum bahagia ketika melihat muka Aksa di layar ponselnya. Raut muka bahagianya membuat Aksa semakin sayang dengannya.

[Kenapa belum tidur?]

“Aku nungguin kamu,” jawab May sambil tersenyum. Walau dadanya sudah sulit bernapas karena menahan sesak.

[Ngapain ditunggu?]

May tertawa ketika melihat Aksa tertawa. Bebannya sedikit berkurang dan prasangka buruknya juga berkurang setelah melihat Aksa yang berlagak lucu. May memberanikan untuk bertanya siapa yang betelepon dengan Aksa tadi.

[Oalah, temen satu geng gitu, bahas hal toxic, biasa]

Mulut May membulat mengerti. Meskipun sudah mendapat jawaban dari Aksa, May masih sedikit ragu dan curiga. Tetapi, jika hubungan hanya didominasi oleh kecurigaan, bagaimana kelanjutannya?

“Udah ya, Sa. Aku ngantuk,” pamit May hendak memencet tombol merahnya.

[Bentar, aku tungguin sampe kamu tidur. Nanti biar aku matiin]

Hati May membuncah seketika mendengar hal itu. Ia segera menarik selimutnya dan meletakkan ponselnya di sampingnya. Ia mendengar Aksa bernyanyi kecil sebelum dirinya benar-benar tertidur pulas dan mulai bermimpi seperti biasanya.

Keesokannya, Aksa datang menjemput May. Mereka menaiki sepeda untuk pergi ke Alun-alun. May tampak menggunakan kaos pendek warna pink pucat dan training olahraga. Sedangkan Aksa tetap menggunakan jaket navy-nya.

“Sa, aku pengen kelomang lagi,” ucap May ketika melihat penjual kelomang baru saja berbenah.

“Hah? Udah ada berapa kelomang di rumahmu?” tanya Aksa terkejut dengan ketertarikan May memelihara hewan kecil itu.

“Ya, sekitar sepuluhan,” jawab May dan berjalan mendekati penjual kelomang. “Pak, beli dua.”

Aksa hanya menggelengkan kepalanya melihat May yang sangat gembira setelah membeli dua kelomang baru. Namun, chat yang masuk di ponselnya mengalihkan segalanya. Sampai May menegurnya ketika hampir menabrak anak kecil.

MaSa : DÉJÀ VU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang