“Sa, aku minta maaf ya tadi buat kamu nggak enak hati,” ucap May tulus dari lubuk hati terdalamnya. Ia memang menyesal setelah mengelak ucapan Aksa tadi.“Hah, yang mana?” tanya Aksa. “Oh, yang tadi. Nggak apa-apa kok, May,” tambahnya.
“Tapi aku bener-bener ngrasa bersalah,” sesal May dan matanya hampir meneteskan air mata karena ia sangat menyesal.
“Kamu nggak salah, kan di dunia ini ada tujuh yang mirip kamu. Bisa jadi salah satu dari mereka yang hadir di mimpiku,” elak Aksa sambil mengusap pelan mata May yang mulai basah.
“Itu gue, Sa! Gue!” batin May memberontak. Tetapi, ia terlalu gengsi untuk membicarakannya dengan Aksa.
Aksa mengelus pelan puncak kepala May dan kembali menyesap minumannya hingga habis tak bersisa. Ia mengalihkan pandangannya ke arah jalan raya yang mulai lengang. Pikiranya masih berkutat pada perempuan di depannya.
“Sa, kamu mau tomat nggak?” tanya May sambil menunjukkan tomat yang ada di piringnya. “Kasian dia nggak dimakan, aku ga mau.”
Aksa menolehkan kepalanya ke arah May. Ia kemudian mengangguk dan mengambil alih sendok yang dipegang May untuk memakan tomatnya. Ia tak masalah dengan sayur apapun, yang penting makanan.
Tak lama setelah May menghabiskan minumannya, Aksa tertawa terbahak-bahak. May langsung kebingungan dan segera mengambil ponselnya untuk mengaca. Tidak ada apapun yang janggal. Lalu apa?
“Ada apa?” tanya May kesal.
“Nggak-nggak, maaf.” Aksa membenarkan jaketnya yang panjang sebelah. “Mau kemana lagi? Pulang?”
May sebenarnya menolak jika Aksa mengajak pulang sekarang. Rencananya, ia akan mengatakan perihal mimpinya kepada akasa supaya tidak ada penyesalan di dalam dirinya lagi. Tetapi, bagaimana cara mengungkapkannya?
“Bentar, Sa. Aku mau ngomong,” cegah May ketika Aksa hendak berdiri.
Aksa mengangguk dan kembali duduk di tempatnya semula. Ia mempersilakan May untuk membuka ceritanya. Sedangkan May seketika gugup saat dipandang terus menerus oleh Aksa.
“Mm, sebelumnya aku mau minta maaf lagi. Karena aku sudah bohong sama kamu,” ucap May. Ia melihat Aksa mengangguk-angguk.
Saat May hendak melajutkan ceritanya, Aksa menyela, “Bohong?”
“Iya, jadi aku juga m ... mimpiin ... kamu,” beber May kemudian menundukkan mukanya.
“May, aku nggak suka kalau kamu bohong demi temenan sama aku,” ucap Aksa mengambil pemahaman terlalu cepat.
“Aksa, bukan. Aku beneran, aku nggak bohong,” sahut May yang matanya mulai berkaca-kaca karena Aksa mengelak kebenaran.
Raut muka Aksa berubah terkejut. Ia benar-benar terkejut dengan ungkapan May saat ini. Mana mungkin May juga merasakan hal yang sama dengannya? Tetapi, bisa jadi. Aksa semakin bingung dengannya dan May.
Aksa mengusap air mata May yang mulai turun perlahan dengan tisu. Ia merasa bersalah setelah mengelak cerita May. Ia berjalan mendekati kursi yang diduduki May dan memeluk May.
“Aksa, ih. Malu tau diliatin orang,” pekik May sambil mendorong tubuh Aksa untuk menjauh. “Eh, maaf.”
Aksa terkekeh dan kembali ke tempat duduknya. “Iya, lanjutin ceritamu.”
“Jadi, aku udah mimpi itu akhir-akhir ini. Dan mimpinya itu ... setiap hari,” beber May malu-lamu. Nyatanya, ia memang malu mengatakan hal ini.
“Aku juga sama, May. Setiap hari,” balas Aksa.
“Kok bisa ya, Sa?” tanya May kebingungan.
Mereka memang belum pernah merasakan hal seperti ini. Wajar jika mereka kebingungan mengatasi masalah ini. Dan, May sebenarnya agak malu jika membicarakan mimpi ini, karena pernah satu malam mereka berdua menikah, dan ...
“Apa sih namanya? Deja vu?” tanya Aksa sambil mengingat-ingat definisi kata yang diucapkannya.
May tersentak dan membenarkan ucapan Aksa. “Iya, Sa. Deja vu!”
“Aku sering sih kalau begitu, tapi nggak sampai setiap hari dan ... bisa ketemu seperti ini,” beber Aksa.
“Aku juga, Sa,” sahut May.
Hening adalah keadaan yang pas untuk menggambarkan suasana antara Aksa dan May saat ini. Tiada satu pun dari mereka yang membuka pembicaraan kembali. Bukan canggung, tetapi bingung apa yang akan dibicarakan.
“Sebenarnya aku takut sih, Sa,” ucap May setelah keheingan menyelimuti mereka.
“Aku juga,” balas Aksa.
Dari sorot mata May, Aksa mampu menangkap jika ada ketakutan dan kebingungan di dalam diri May. Sebenarnya ia juga takut akan hal ini. Ia mendekati May dan memegang kedua tangan May untuk menenangkannya.
May tersenyum melihat apa yang dilakukan Aksa demi menenangkan dirinya walau May juga tahu jika Aksa takut dengan hal ini. May takut jika hal ini ada yang membuat-buat atau hal ini ada keburukannya.
“May, kuharap yang terbaik buat kita aja. Kita nggak tahu apa yang terjadi dalam mimpi kita itu benar atau nggak, tapi kita berdoa yang terbaik ya,” lirih Aksa yang masih memegang tangan May.
“Iya, Sa. Aku cuma berani cerita sama sahabat deketku sama emm ... mantan,” ucap May. “Dulu masih pacaran, tapi gara-gara aku cerita sama dia, dia jadi marah dan ... selingkuh.”
Aksa tersentak mendengar tuturan dari mulut May. Ia tak menyangka jika ada hubungan yang hancur selain hubungannya dengan Ratna gara-gara perihal mimpi tersebut. ia yakin jika May masih punya secuil rasa pada seseorang yang berganti nama menjadi ‘mantan’ tersebut.
“Aku juga cuma cerita sama temen sebangku dan dulu ... gebetan, tapi sekarang temen,” sahut Aksa.
Kini May lah yang terkejut. Rupanya hubungan Aksa juga hncur gara-gara mimpi ini. May tidak berani mengatakan jika mimpi ini sialan. Justru ia menganggap mimpi ini positif, karena ia bisa menambah teman sebaik Aksa.
“Kita sama-sama merasakan hal yang sama, May.” Aksa melepas genggamannya pada tangan May kemudian berdiri. “Udah?”
“Udah,” jawab May sambil tersenyum manis dan berdiri mengekori Aksa yang sedang membayar pesanan mereka.
“Anj, manis banget,” batin Aksa.
Mereka berdua berjalan menuju tempat parkir setelah Aksa membayar pesanan mereka. May secara tidak langsung merasa tidak enak dengan Aksa yang suda mentraktirnya. Padahal mereka baru saja kenal.“Sa, ku ganti ya?” tanya May dan hendak mengeluarkan dompetnya.
“Eits, nggak usah,” elak Aksa menahan tangan May dan menyodrokan helm milik May.
Aksa dengan baik hati mengantarkan May sampai ke rumahnya. Bahkan Aksa juga mau mampir sebentar demi menuruti keinginan Mama May yang ingin mengobrol dengan laki-laki yang baru saja keluar bersama anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MaSa : DÉJÀ VU [END]
Teen FictionKita berada di masa yang sama. Kita berada di belahan dunia yang sama pula. Kita juga berada di alam yang sama. Tetapi, engkau sangat sulit untuk menampakkan wajah di depanku? Apakah perlu aku mencarimu? Atau aku hanya perlu menunggumu? Kita hanya p...