Hari Senin. Hari yang paling tidak ditunggu-tunggu kehadirannya oleh orang-orang. Termasuk keluarga ini yang tengah sibuk dengan diri mereka masing-masing. Keluarga yang tercipta dari sebuah kesalahan, namun kini kisahnya begitu indah untuk dibayangkan.
“Mah! Dasi aku dimana?!” teriak Jisung dari kamar.
“Kan aku taro di laci lemari, pah!”
“Oh! Iya ada!”
“Mah!! Seragam Brian dimana?!” kini gantian Brian yang teriak dari kamarnya.
“Mama udah taro di lemari, Bri! Liat dulu!”
“GAK ADA MAH!”
“ADA!”
“oh iya ada, mah!”
“Makanya cari tuh pake mata jangan pake mulut!” Aileen yang sedang menyiapkan sarapan menggelengkan kepalanya.
Chup.
“Pagi mah!” sapa Bian setelah mencium pipi Aileen.
“Pagi Biann, peluk dulu sini biar semangat sekolahnya..”
Tak mungkin menolak, Bian memeluk mamanya itu dengan erat.
“Huhu anak mama udah gede aja.. udah SMA sekarang..” ucap Aileen sambil mengusap-usap rambut Bian.
“Kalo punya pacar, wajib cerita ke mama pokoknya!”
“Iyaaaa mah, siap.” Kemudian Aileen melepaskan pelukannya. Bian duduk manis di kursi meja makan sambil mengecek grup kelasnya dan Aileen menyiapkan susu.
Tak lama, Jisung dan Brian turun. Mereka memulai sarapan mereka.
Seperti biasa, tak mungkin bagi keluarga ini untuk tidak saling bercakap apalagi ketika berkumpul.
“Motor kalian udah berapa lama gak di servis? Masih enak?”
“Aman kok, pah.”
“Brian kalo bawa motor jangan ngebut-ngebut, bahaya.” ucap Jisung mengingatkan.
“Iya pah kemarin dikejar anjing aja baru ngebut.”
“Oh.. temen lo anjing. Baru tau gue.” celetuk Bian.
“Bacot.”
“Bahasanya” tegur Aileen.
“Maap..”
“Kalian minggu depan libur kan? Jalan-jalan mau?” ajak Jisung.
Sontak Bian menggelengkan kepalanya, “Gak mau pah, mau belajar.”
Reflek saja Brian menoyor Bian.
“Ngebul elah otak lo belajar mulu. Refreshing kek sekali-kali. Ogah gue jadi otak lo asli.”
Bian menatap sekilas Brian yang tengah menatapnya jengkel, “Lo gak bakal sanggup jadi otak gue.”
“Lo ya—kalo ngomong suka bener.” Brian mengangguk setuju kemudian melahap rotinya.
“Mama.. punya hadiah buat kalian.” ucap Aileen tiba-tiba.
Bian mengerutkan keningnya, “Hadiah?”
“Emang ada yang spesial?” tanya Brian.
“Hadiah apa, Ai?”
“Tutup dulu dong matanya!”
“Dih dih gitu mainnya..” cibir Brian yang akhirnya mendapat pelototan dari Aileen.
“Iye iye dah nih merem biar cepet.”
Ketika Aileen sudah memastikan mereka bertiga menutup matanya, Aileen mengeluarkan hadiahnya.
“Ok buka.”
“Satu.. dua.. tiga..”
Secara bersamaan mereka membuka mata mereka. Butuh beberapa waktu bagi mereka untuk mencerna benda yang ditunjukkan mamanya.
“HAH?! SERIUS MAH?!” memang si jenius ini yang paling cepat tanggap, Bian.
“Ini serius, Ai?”
“Emang mama keliatan lagi mau ngeprank ya?” tanya Aileen sinis.
“HUAAAAAA SAYANG MAMAAA!!” mereka bertiga berhamburan memeluk Aileen erat.
“SEMOGA PEREMPUAANN, BOSEN LIAT BIAN MULU BERASA NGACA!” teriak Brian.
Ya. Semoga perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG ENOUGH
Romance𝘈𝘵 𝘧𝘪𝘳𝘴𝘵, 𝘪𝘵 𝘸𝘢𝘴 𝘛𝘰𝘰 𝘠𝘰𝘶𝘯𝘨. 𝘉𝘶𝘵 𝘯𝘰𝘸, 𝘪𝘵 𝘪𝘴 𝘠𝘰𝘶𝘯𝘨 𝘌𝘯𝘰𝘶𝘨𝘩. Cover by @grapicvii