Setelah Alana mulai tenang, Brian membawa Alana ke rooftop sekolah. Brian juga membelikan Alana minum. Dan-Brian memberikan jaketnya untuk Alana. Karena seragam Alana basah, sehingga seragamnya menjadi tembus pandang.
"Jadi?"
Masih dengan tatapan kosong, Alana menjawab, "Tadi ulangan matematika.. mereka minta jawaban ke gue. Mereka pikir gue pinter karena gue udah belajar dari kemarin. Padahal kan-lo tau.. sebisa apapun gue belajar.. g-gue—”"
"Jadi lo dibully sama mereka karena lo gak ngasih mereka jawaban? Lo tau jawaban lo bakal salah?"
Alana mengangguk.
"Sialan emang jablay kelas lo. Nanti gue lapor ke guru BK."
"Jangan!" pekik Alana.
"J-jangan.. n-nanti gue kena lagi.."
Brian berdecak, "Cupu lo."
Bukan Brian memang kalo gak nyebelin.
"Kalo lo butuh bantuan, gue siap 24/7 kok." ucap Brian.
Ceklek..
Bian menoleh sebentar. Ia mengerutkan keningnya begitu melihat kedatangan Brian di kamarnya. Aneh saja menurutnya. Tumben Brian datang ke kamarnya sambil memasang senyum yang mengembang.
BUGH..
Brian tiduran di atas Bian yang sedang tengkurep.
"Berat anjing, geser!"
"Kamu udah makan belom beb.." tanya Brian dengan nada yang menjijikan.
"Kesambet lo?!"
"Huehehehehehee.."
"Ganggu lo"
"Weh."
"Pa?"
"Lo kenal Alana kan?"
"Hm."
"Tadi dia dikunciin di kamar mandi. Gue kira setan anying nangis-nangis. Mana lorong lagi sepi."
"Terus?"
"Mulai besok, dia bareng kita terus ya?"
Bian menatap Brian malas, "Lo kalo lagi naksir sama cewek, gausah bawa-bawa gue ya asu. Udah cukup gue bantu dia kemaren."
"Naksir apaan dih, najis. Eh? Bantu? elo? Mau bantu orang? Kesambet apa lo?!" Brian menoyor Bian.
Bian hanya menggeleng dan kembali membaca bukunya.
"Gue curiga lo gay ya?" tanya Brian tiba-tiba.
Bian langsung bangkit dan memukuli Brian pakai bantal.
"GANGGU BANGET SUMPAH! KELUAR LO! KELUAR GAK?!" nah kan Bian-nya jadi ngegas ._.
"Aduh aduh!! IYE IYE GUE KELUAR! KAMPRET LO!"
"Ekhem, ekhem. Pengumuman-pengumuman. Yang lagi senggang, boleh dong ke lapangan? Ada tontonan menarik nih!"
Guru-guru memang lagi rapat sejak tadi. Sehingga kelas-kelas sedang jam kosong.
Mendengar suara dari speaker, semua anak sontak berbondong-bondong berlarian keluar kelas karena jarang sekali ada yang menggunakan speaker kelas begini. Kecuali Brian dan Bian yang duduk manis di kelasnya masing-masing. Bian masih asik membaca buku fisikanya, dan Brian masih asik membaca buku Dilan 1990.
"Eh! Itu Alana bukan sih?!"
"Gila ya si Arel?!"
"Jangan ada yang videoin woi! Kasian!!"
"Gilaa, gue jadi Alana udah gak tau sih mau taro muka dimana!"
Percakapan samar-samar itu berhasil menarik atensi Brian. Ia akhirnya turun ke lapangan. Karena ini menyangkut-Alana.
Mata Brian membulat begitu ia melihat apa yang diperbuat Arel kepada Alana.
"INI NIH YANG UDAH BELAJAR BERTAHUN-TAHUN TETEP BEGO AHAHAHAHHAA!! Mati aja lo, SAMPAH!
Alana kini di lapangan hanya menggunakan tanktop tipis dan roknya. Arel dan teman-temannya terus melempari Alana telur. Hingga beberapa kulit Alana memerah hingga berdarah.
Arel terus menjambak Alana, menamparnya, mendorongnya, meludahinya dan melalukan hal-hal buruk lainnya. Alana hanya bisa menangis dan terduduk di tengah lapangan. Dirinya malu bukan main.
Dengan emosi yang membara, Brian berjalan cepat ke tengah lapangan. Tanpa ragu, ia melayangkan pukulan pada rahang Arel.
Brian menunjuk Arel tepat di muka, "PUNYA OTAK GAK LO?! BAJINGAN!"
"BISU LO?! PUNYA OTAK GAK GUE TANYA?!" kini Brian mencengkram kerah Arel.
Alana melihat hal itu langsung berdiri dan berusaha menahan Brian.
"Brian! Udah! Hiks.."
Emosi Brian saat ini pecah sudah. Ia terus-terusan menghajar Arel tanpa ampun dan tanpa henti.
Brian mengambil ember yang dipegang temannya, tak segan-segan ia mengguyur Arel.
"BIAR MAMPUS LO SEKALIAN! MATI AJA ANJING BENER LO! SETAN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG ENOUGH
Romance𝘈𝘵 𝘧𝘪𝘳𝘴𝘵, 𝘪𝘵 𝘸𝘢𝘴 𝘛𝘰𝘰 𝘠𝘰𝘶𝘯𝘨. 𝘉𝘶𝘵 𝘯𝘰𝘸, 𝘪𝘵 𝘪𝘴 𝘠𝘰𝘶𝘯𝘨 𝘌𝘯𝘰𝘶𝘨𝘩. Cover by @grapicvii