“Hai! Masih inget gue gak?”
“Lo..” Aileen berusaha memutar kembali ingatannya.
“Gimana kabar lo, Aileen?”
“Tunggu—aku lupa kamu siapa..”
Laki-laki itu berdecak, “18 tahun lalu gue yang nganter lo ke rumah seseorang malem-malem. Lai Guanlin.”
“OH IYA! GUANLIN?! Ya ampun kamu makin tinggi aja!”
“MAMA!”
Telat.
Brian mencengkram kerah jas Guanlin dan ancang-ancang melayangkan pukulan. Untung Aileen berhasil menahannya.
“Hus! Brian! Salah orang kamu!”
Cengkraman Brian terlepas, “Terus? Dia siapa? Yang ngikutin mama mana?!”
Sebelum Aileen menjawab pertanyaan Brian, tiba-tiba—
BUGH!
“BRENGSEK LO!”
“ASTAGA BIAN!” Aileen dengan panik mencoba untuk menahan Bian yang hendak melayangkan pukulan kedua kepada pria yang tadi mengikuti Aileen.
“Bian! Hey! Udah!”
Guanlin reflek tertawa, “Anak yang waktu itu lo kandung, kembar?”
Aileen mengangguk.
“Bagus deh. Jerih payah lo pertahanin mereka dulu gak sia-sia kalo merekanya sesayang ini sama lo.”
Gak lama, suara sirine mobil polisi terdengar oleh mereka. Mobil tersebut berhenti tak jauh dari mereka.
“Gila target gue malah ditangkep sama lo. Thanks ya, detektif Lai.”
Aileen mengerutkan keningnya. Kemudian ia menatap Guanlin tak percaya, “Detektif?!”
Guanlin terkekeh, “Iya. Kenapa? Gak percaya?”
“Astaga.. aku gak nyangka aja orang kayak kamu bisa jadi detektif.”
“Wah.. sialan, maksud lo apa?” canda Guanlin.
“Bahasa om!”
Kini, Jisung menatap Aileen khawatir. Jisung terus-terusan menatap Aileen yang tengah rebahan di sampingnya sambil mengenggam dan mengusap tangan istrinya itu.
“Kamu serius gapapa Ai? Astaga.. maaf banget tadi aku lagi meeting.”
“Aku gapapaa kok. Ya.. tadi panik sih, tapi gapapa kok. Aku ditolongin sama Guanlin. Kamu inget nda?”
Jisung mengerutkan keningnya, “Guanlin?”
“Yang waktu itu, 18 tahun lalu di restoran. Yang dapet dare dari temen-temennya. Inget?”
Jisung tampak mengingat-ingat. Hingga beberapa detik kemudian, ia membulatkan matanya.
“Dia lagi?!”
Aileen mengangguk. Ia melingkarkan tangannya pada leher Jisung dan menyembunyikan mukanya pada ceruk leher Jisung.
“Aku pengen makan mie instan..”
Jisung tersenyum. Ia menarik pinggang Aileen agar lebih dekat dengannya. Kemudian Jisung memeluk Aileen erat.
“Sekarang, hm?”
Aileen mengangguk, “Tapi ngantuk..”
“Besok aja pagi ya?”
“Kok tumben kamu bolehin aku makan mie instan pas lagi hamil?”
“Sesekali gapapa kok asal jangan sering-sering ya, mah.”
Aileen kembali mengangguk, “Kamu yang masakin boleh?”
“Boleh, mau?”
“Enggak. Aku masak sendiri aja.”
Jisung gemes. Jisung mencium seluruh muka Aileen.
“ihh jangan cium-cium! Basah muka aku!” protes Aileen.
“Biarinnn, gemes aku sama kamu. Pipinya makin berisi, lucuu! Huhu beruntung banget aku jadi suami kamuu”
“Hm.. sung.”
“Hm?”
“Kalo—
—anaknya kembar lagi gimana?”
Jisung terdiam.
Tak lama ia tersenyum.
Jisung mengusap kepala Aileen lembut, “Ya gapapa. Berapapun anak kita nanti, apapun jenis kelaminnya, aku tetep sayang. Lagian kan kita gak ada kendala juga dalam urusan besarin anak? Keuangan udah mencukupi, kasih sayang kita aja kebagi rata. Apa yang kamu pikirin, hm?”
Aileen menggelengkan kepalanya dan tersenyum, “Makasih..”
“Buat?”
“Buat menghargai perjuangan aku selama 9 bulan mengandung.”
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG ENOUGH
Romance𝘈𝘵 𝘧𝘪𝘳𝘴𝘵, 𝘪𝘵 𝘸𝘢𝘴 𝘛𝘰𝘰 𝘠𝘰𝘶𝘯𝘨. 𝘉𝘶𝘵 𝘯𝘰𝘸, 𝘪𝘵 𝘪𝘴 𝘠𝘰𝘶𝘯𝘨 𝘌𝘯𝘰𝘶𝘨𝘩. Cover by @grapicvii