five

325 77 17
                                    

Hari pertama Yoora masuk kerja.

Iya, Yoora diterima di cafe dekat perpustakaan, seperti keinginannya.

Bagi Yoora, kecelakaan kemarin seakan tidak ada. Dia menjalani hari baru, tidak ada yang berubah baginya.

Mungkin hanya sedikit pusing, dan terkadang dadanya sesak. Selebihnya, tidak ada.

Yoora selalu merasa ada yang kurang, tapi menurutnya itu adalah ingatannya. Gadis itu percaya, kalau ada hal penting yang dia lewatkan, Lia dan orang tuanya pasti sudah memberitahunya.



"Selamat datang!" sapa Yoora semangat.

Pemuda yang baru masuk itu hanya menganggukkan kepala tanpa tersenyum. Memesan segelas kopi susu untuk menemaninya duduk di ujung cafe.

"Baiklah, mohon tunggu pesanannya, ya."

Yoora menikmati pekerjaan barunya. Cafe ini tidak terlalu ramai, jadi dia dapat menanganinya untuk sekarang.

Yoora menyelesaikan pesanan pemuda tadi, memanggil pelanggan menggunakan alat yang sebelumnya diberikan pada pelanggan.

Sekitar tiga kali memencet tombol, Yoora sedikit sebal karena pemuda itu tidak datang datang.

Menengok ke ujung cafe, Yoora menghela napas panjang mengetahui pemuda itu malah larut dalam lamunannya. Tidak menyadari alat yang berdering di sebelahnya daritadi.

Menyerah, Yoora mengalah. Gadis itu mengantarkan pesanan kepada pelanggan seorang diri.

Kebetulan, cafenya sedang tidak seramai itu.




"Permisi."

Pemuda itu tersentak, sedikit linglung sambil menatap Yoora dan pesanannya, "Oh? Ah, maaf. Terima kasih, ya."

Rasa kesal di dada Yoora berkurang. Mendapat permintaan maaf dan terima kasih di waktu yang sama sedikit meringankan hatinya.

"Tidak apa apa. Selamat menikmati pesananmu, tuan."

Yoora membawa alat panggil pelanggan itu kembali. Sedikit memuji ketampanan pemuda tadi di benaknya.

Benar. Yoora terkagum dengan paras pemuda tadi. Tampan.

◍◍◍

Cafe hampir tutup, dan pemuda itu masih di sana. Yoora sedikit... penasaran.

Pemuda itu tidak melakukan apapun dan hanya melamun. Menghabiskan kopi susunya selama tiga jam lebih sambil mendengarkan musik. Sesekali mencoret tisu dengan pensil yang dia pinjam dari kasir.

Seperti tengah frustasi.


Sebelum beberes, Yoora menghampiri pemuda itu, "Permisi, tuan."

Lelaki itu melepas sumbatan di telinganya, "...ya?"

"Sebentar lagi cafe tutup, dan saya mau bebersih. Eum... Jadi..."

Sungguh, bukan maksudnya Yoora mau mengusir. Gadis itu memikirkan kata yang tepat agar tidak terkesan sedang mengusir. Masalahnya, Yoora benar benar harus menutup cafe.

Beruntung pemuda itu peka, "Ah, iya, maaf. Aku akan pulang sekarang. Terima kasih, ya."

"Iya. Silakan berkunjung lain waktu." Yoora menunduk sopan.


Membersihkan meja dari pelanggan terakhir, Yoora mengintip isi tisu yang dicoret-coret oleh pemuda tadi.

Gambar beruang.

Yoora tersenyum kecil. Gambar beruang yang digambar pemuda tadi terlihat menggemaskan.

Iseng, tangan gadis itu membuka lembaran tisu selanjutnya. Kali ini ekspresi beruang tadi terlihat menyedihkan.

Tengah menangis di senyum yang miris.

Yoora ikut sedih, padahal hanya gambar. Asik memandangi gambar gambar tadi, seseorang memasuki cafe kembali.

"Nona, maaf, apa kamu lihat ear— oh?"

"Ah... Maaf."

Bak tertangkap basah, baik Yoora dan pemuda tadi sama sama diam dan saling menatap canggung.



[to be continued]

crash • txt [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang