fifteen

239 65 7
                                    

Cklek


"Sia—oh?"

Air mata Yoora jatuh begitu saja melihat seorang pemuda yang membuka pintu di depannya.

Pemuda itu melirik Lia dan Soobin di belakang Yoora dengan sedikit gelisah. Hampir menutup pintu jika Yoora tidak segera bersuara, "Kak."

"Kak Yeonjun, aku sudah ingat."

Yeonjun tertegun. Melihat Yoora menangis sambil tersenyum tipis membuat hatinya seperti di hantam.

Dia tidak tega.

"Maaf aku menjatuhkan gelasmu di cafe waktu itu. Sekarang, aku sudah ingat semuanya," ujar Yoora, tersenyum untuk menutupi kesedihannya. Padahal jelas air mata mengalir deras di pipinya.

Yeonjun menarik Yoora ke dalam pelukannya. Membiarkan Yoora menangis di sana. Terisak kecil sambil meremas baju belakang Yeonjun.

Lia yang melihat itu tidak kuasa menahan tangisnya. Dia menangis. Sakit. Rasa sakitnya terasa jelas.

Mereka berbagi rasa sakit yang sama.

Dan itu menyesakkan.





"Aku senang kamu masih hidup," bisik Yeonjun.

"Aku tidak sanggup kalau harus kehilangan dua adikku sekaligus."

◍◍◍

"Di sini."

Yoora dan Yeonjun berhenti di depan nisan seseorang. Hati Yoora sakit, berat rasanya untuk melihat nisan orang yang disayanginya.

"Aku rasa kamu butuh waktu sendiri. Aku ada di depan kalau kamu butuh." Yeonjun mengusap pelan punggung Yoora. Meninggalkan gadis itu sendirian di depan makam adiknya.

Bahu Yoora bergetar, suaranya tercekat. Masih memikirkan sapaan mana seharusnya yang dia ucapkan. Pertanyaan mana yang lebih baik dia dulukan.

Tapi semua itu didului oleh isak tangis Yoora. Berjalan kecil ke arah nisan Beomgyu dan mengusap batunya.


"Hai, beruang curang."


"Senang ya di sana?"

"Syukurlah kalau senang. Kamu nggak perlu lagi menangis. Nggak perlu lagi dengar omelanku. Nggak perlu lagi meladeni sifat jahilku."

"Aku... Aku di sini merindukanmu, Gyu."

"Aku ingin memelukmu."

"Tega ya kamu. Tega sekali. Keterlaluan, Choi Beomgyu."

"Aku kira janji itu berlaku untuk kita berdua. Tapi kamu malah pergi duluan. Kenapa?"

"Aku sakit, Gyu, aku butuh kamu..."

"Aku tidak sanggup, Beomgyu. Kenapa kamu meninggalkanku? Aku... hiks.... Bisakah aku menyusulmu?"

"Tidak?"

Tertawa kecil, Yoora memeluk nisan di depannya. Berkhayal seandainya dia sedang bersandar di pundak Beomgyu.

"Gyu, maaf."

"Maaf aku sempat melupakanmu. Aku merindukanmu, sangat. Aku rindu suara tawamu."

"Aku rindu Beomgyu yang selalu menyapaku di sekolah setiap pagi. Aku rindu Beomgyu yang selalu mengomel tentang harinya. Aku rindu Beomgyu yang mengeluh capek setelah latihan basket."

"Aku merindukan Beomgyu." Suara Yoora bergetar hebat.

Mengingat kejadian terakhir sebelum dirinya berpisah dari Beomgyu, Yoora menangis.

Meraung hingga tidak mendengar suaranya sendiri, "Beomgyu, aku menyayangimu."

"Aku tidak bisa hidup seperti ini. Aku butuh kamu. Bagaimana aku harus hidup kalau separuh jiwaku pergi?"

"Beomgyu, kamu membawa pergi hatiku, juga separuh jiwaku. Setidaknya kembalikan. Kembalilah sebentar, kembalikan padaku."

Yoora putus asa. Semua beban di hatinya sudah dia keluarkan, sekarang hanya tinggal kekosongan. Meraung dan menjerit, berharap Beomgyu-nya kembali.




Yeonjun mendengar itu. Mendengar teriakan pilu Yoora. Padahal sudah lama, tapi Yeonjun masih tidak tega. Lelaki itu ikut menangis diam diam.

Yoora menyesal bangun terlambat. Yoora menyesal pernah melupakannya. Yoora menyesali banyak hal, mengapa dia tidak memeluk Beomgyu dengan erat untuk yang terakhir kali.

Beberapa jam terakhir yang dilakukan Yoora hanya menangis sambil membisikkan nama Beomgyu.

Tenaganya habis. Dia tidak ingin pergi, dia ingin bersama Beomgyu-nya. Yoora benar benar berada di ambang keputus-asaan.




Hingga suara seseorang menginterupsi tangis Yoora, "Hwang Yoora...?"













"Kang Taehyun?"



[to be continued]

crash • txt [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang