Tanganku bergetar hebat. Aku kalut mendengar kata si penelepon.
Sebenarnya apa yang mereka lakukan?!
"Bin, putar balik. Kita ke rumah sakit," kataku dengan suara tercekat.
Soobin paham, dia sepeka itu. Tanpa bertanya ada apa, dia memutar haluan. Ikut merasakan apa yang aku rasakan. Perasaanku buruk, tidak enak.
Demi sekotak susu yang aku habiskan kemarin malam, kenapa Hwang Yoora bisa mengalami kejadian seperti ini?!
Bukan khawatir lagi, aku kalut. Benar benar bingung harus apa.
"Hei, kalau ini soal Yoora, kamu harus menelepon orang tuanya," ujar Soobin.
Aku sempat mengomel sebelum menerima telepon, untuk apa Yoora menelepon malam malam. Mungkin dari situ Soobin tahu ada yang tidak beres.
Kumohon, semoga dia baik baik saja.
"Pasien kecelakaan beruntun di tol sedang dirawat di sebelah sana, nona."
"Hwang Yoora dan Choi Beomgyu?" tanyaku tidak percaya, hampir menangis.
"Apa mereka pasien yang memakai gaun dan jas, nona? Mereka sedang di operasi, di sebelah sana," jelas suster itu.
Ya Tuhan, hatiku mencelos mendengar bahwa mereka sedang dioperasi.
Aku menangis di depan ruang operasi. Ditemani Soobin yang ikut khawatir mendengar kedua temannya sedang berjuang untuk hidup.
Yoora, bertahanlah. Aku mohon.
Beomgyu, kamu juga. Tolong.
Tidak berselang lama, kak Yeonjun dan orang tua Yoora dan Beomgyu datang dengan tergupuh.
Aku menjelaskan situasinya, dibantu polisi yang menangani kasus kecelakaan Yoora.
Jujur, aku tidak tega mendengarnya. Tapi aku harus. Kasihan Tuan dan Nyonya Hwang yang sudah tua.
Aku dan kak Yeonjun mendengar penjelasan polisi, sementara para orang tua tengah menangis kalut.
Kecelakaan beruntun dikarenakan rem blong pada mobil hitam di belakang mobil Beomgyu. Kecepatannya gila hingga menabrak mobil Beomgyu dari belakang.
Sayangnya, dari depan, seorang pengemudi mabuk yang kaget ikut membanting setir, menghalangi jalan Beomgyu dan berakhir pada tabrakan beruntun.
Tidak kuat mendengarnya, aku memeluk Soobin yang masih siap mendengarkan di belakangku.
Yoora dan Beomgyu adalah temanku. Mereka orang baik. Tapi takdir tidak pemilih dalam memberi alur.
Baik Yoora dan Beomgyu ada dalam keadaan kritis hingga pagi tiba. Aku tidak pulang, bagaimana aku bisa pulang? Sahabatku sedang berjuang.
Tidak ada yang pulang malam itu. Nyonya Hwang, Nyonya Choi, mereka bersikukuh tidur di depan ruang ICU.
Tidakkah kamu tega melihat ini? Kalian harus hidup, kumohon...
Soobin sempat pulang dan kembali lagi paginya. Membawakan aku pakaian yang lebih nyaman dari gaun pesta perpisahan.
Baru selesai mengganti pakaian dan menanamkan pikiran positif di kepalaku, seorang dokter buru buru masuk ke ruang rawat Beomgyu karena keadaannya tiba tiba kembali kritis. Padahal sebelumnya sempat stabil.
Beomgyu, bertahanlah.
Semua orang panik, tidak berhenti memanjatkan doa. Bahkan kak Yeonjun tidak sanggup melihat ke pintu ruang rawat adiknya.
Aku berusaha kuat, menenangkan keluarga teman temanku. Kami saling menguatkan.
Nyonya Choi menangis di pelukan Ibu Yoora. Dan aku hanya bisa menenangkan kak Yeonjun.
"Lia, aku takut," gumamnya.
"Aku juga, kak, aku juga. Tapi Beomgyu itu kuat, kan? Dia berjuang untuk kita, berjuang untuk Yoora."
Sebenarnya akupun tidak bisa menjamin perkataanku. Tidak ada yang tahu masa depan, dan aku hanya bisa berharap.
Sejam? Mungkin ada sekitar satu jam kami menunggu dengan gelisah hingga dokter keluar.
Melihat tatapan sang dokter, perasaanku sangat tidak enak. Tanganku bergetar, tapi aku harus berdiri untuk mendengar kabar dari dokter.
Soobin di sini, merangkulku hangat. Memberi kekuatan hanya dengan pelukan, tanpa perlu mengatakan kebohongan manis.
"Maaf."
Aku tidak bisa mendengar lanjutannya karena air mataku jatuh lebih dulu. Kakiku lemas, dan aku terduduk begitu saja.
Aku cuma menangis, indra pendengaranku dipenuhi raungan pilu seorang ibu dari dua anak.
Soobin memelukku, ikut menangis. Aku terisak hebat, membisikkan nama Beomgyu dan kata 'tidak'.
Tidak lucu bercandamu, Choi Beomgyu.
Sama sekali tidak lucu!
Apa yang harus aku katakan pada Yoora saat dia bangun nanti?
[extra]
KAMU SEDANG MEMBACA
crash • txt [✔]
Fanfiction[short chapter] "aku tidak mengingatmu. tapi kenapa aku merindukanmu?" "𝚒'𝚖 𝚜𝚘𝚛𝚛𝚢 𝚒 𝚌𝚘𝚞𝚕𝚍𝚗'𝚝 𝚖𝚊𝚔𝚎 𝚒𝚝." [txt w/ oc] copyright, 2020.