six

312 73 18
                                    

"Kamu mau apa?"

"Aku? Eum, americano saja."

"Ewh, pahit. Selera bapak bapak."

"Enak saja! Americano itu trend, ya!"

"Masa?"

"Lagipula, pahitnya itu mengajari kita hal berharga."

"Apa?"

"Kalau ada yang lebih pahit dari yang namanya hidup."

"Hooo... Sekarang kamu jadi bijak?"

"Ei, terdengar begitu, kah?"

"Iya."

"Wah, keren. Terdengar seperti pujangga ya?"

"Iya."

"Setara atau lebih dari William Shakespeare?"

"Kamu ngomong apa sih? Sudah, ayo pesan sana!"

"Hahahaha, iya iya. Tunggu, ya."

◍◍◍


"Permisi."

Senyum Yoora mengembang, "Selamat datang. Seperti biasa?"

"Iya." Kali ini, pemuda tadi tersenyum tipis. Yoora sedikit terpesona dengan senyum menawannya, tapi lebih daripada itu, Yoora merasa lega.


Seminggu, dan pemuda itu terus datang. Sesekali mereka mengobrol karena pemuda itu selalu pulang terakhir.

Kang Taehyun nama pemuda tampan itu. Seorang pemuda yang rajin ke perpustakaan, dan mampir ke cafe untuk menenangkan pikiran.

Tidak banyak yang mereka bicarakan. Hanya seputar kegiatan sehari hari dan apa Taehyun perlu membantu Yoora—secara, dia merasa perlu bertanggung jawab karena pulang terakhir.



"Hari ini membaca buku atau melamun?" sapa Yoora, memberikan pesanan Taehyun.

Taehyun tertawa kecil, "Sepertinya menggambar. Apa aku sering terlihat melamun?"

"Iya. Kalau begitu, selamat menikmati waktumu, Taehyun."

"Terima kasih."

Seperti itu. Hanya sebatas itu.


Tapi malam ini, saat Yoora hendak pulang, ada yang berbeda. Gadis itu melihat Taehyun keluar sebentar ke depan cafe hanya untuk menurunkan anak kucing yang ada di pohon.

Hati Yoora menghangat.

Tapi terasa sesak sekaligus.

Taehyun, pemuda berparas tampan itu, terlihat seperti malaikat sekarang. Menggendong turun kucing manis lalu tersenyum kecil, sekalian menasehati si kucing agar tidak asal menaiki pohon.

Yoora pernah melihat pemandangan ini.

Rasanya seperti deja vu, dan itu membuatnya sakit. Sakit kepala dan sesak di dada.




"Tunggu sebentar."

"Mau apa?"

"Meong, sini turun, yuk."

"Nah, begitu dong. Jangan naik naik lagi kalau nggak bisa turun. Untung ada aku!"

"Hehe, sampai nanti!"





"Yoora?"

"..."

"Hei, Yoora? Kamu baik baik saja?"

"... Ya?"

Yoora tersadar dari lamunannya. Melihat Taehyun kini sudah berada di depannya dengan raut wajah khawatir.

"Kamu baik baik saja?"

"... Iya. Tidak apa apa." Yoora memasang senyum tipis, senyum andalannya saat merasa ada yang tidak beres.

"Kamu yakin?"

"Iya. Kamu sudah mau pulang?" tanya Yoora, mengabaikan sesak di dadanya dengan membereskan beberapa meja pelanggan.

"Belum. Mau aku bantu? Setidaknya meringankan bebanmu. Kamu terlihat sedikit... kurang enak badan?"

Yoora menggeleng, "Aku baik baik saja. Jangan khawatir."

Nyut.


"Hei? Yoora?"

Taehyun sigap menahan tubuh Yoora yang tiba tiba limbung. Meringis kesakitan sambil memegang dadanya yang sesak.

Tidak cukup sampai di sana, tangan Yoora reflek meremas pakaian Taehyun. Sakit, katanya.

"S... Sesak. Sakit... Hhh, kenapa? Kenapa sakit... hhh." Napas Yoora mulai tidak teratur, meringis kecil sementara cengkramannya semakin kuat.



"Hei? Yoora, tenanglah."

"Tidak apa apa, aku di sini."

"Ambil napas perlahan, lalu hembuskan."

"Semua baik baik saja."

Kalimat yang terus Taehyun ulang ulang sementara gadis yang bersimpuh di lantai itu dipeluknya.


Yoora berangsur angsur tenang. Terima kasih pada suara tenang Taehyun yang sanggup membuatnya lebih baik, entah kenapa.

"Lebih baik?" tanya Taehyun.

"Iya. M... Maaf."

"Tidak masalah. Duduk saja ya, biar aku yang bereskan. Beritahu saja kalau aku kurang melakukan tugasmu," ujarnya, tersenyum lembut.

Sembari menenangkan rasa sakit di kepalanya, Yoora mengangguk kecil, "Maaf merepotkan. Sungguh, terima kasih, ya. Besok aku traktir segelas kopi susu."

"Hahaha, benar, ya?"





Hati mereka berdesir hangat. Setidaknya, perasaan baik tumbuh dari sekarang.

[to be continued]

crash • txt [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang