Bunyi dengan tempo yang sama melatarbelakangi keadaan yang tegang di ruangan itu.
Tidak ada yang bersuara selain mesin yang menopang kehidupan seorang gadis yang tengah tertidur di sana.
Atau lebih tepatnya, koma.
Sebulan? Tidak. Sepertinya sudah lewat dua bulan gadis itu tidak membuka mata.
Mungkin terlalu nyaman dengan kegelapan dan kesendiriannya.
Atau mungkin dia tidak sendiri di kegelapan itu?
Srek
Wanita yang awalnya meratapi keadaan anaknya itu kini tersentak. Berdiri dan mengundang perhatian orang orang di ruangan itu.
"Astaga, Yoora! Yoora, kamu dengar ibu, nak?"
Seorang pria di ruangan itu segera keluar untuk memanggil dokter. Bersyukur anaknya bangun dari tidur panjangnya.
Sementara seorang gadis lain tengah menenangkan sang ibu yang menangis haru. Keadaan di ruangan itu berubah haru setelah penantian panjang.
Wanita itu masih bergumam, "Yoora, sayang, ini ibu, nak." Mengecup tangan sang anak yang akhirnya bergerak setelah sekian lama.
"Permisi," ucap seorang pria dengan peralatan dokter dan jubah putih panjang. Menginterupsi keadaan haru di sana.
Menunggu dengan gelisah, baik sang ibu, ayah, maupun gadis itu tidak bisa tenang. Padahal niatnya mengunjungi orang tua sahabatnya, tapi kabar baik menyambutnya.
Setelah pemeriksaan dasar, sang dokter berusaha mengajak bicara pasien. "Halo, Yoora."
Yoora—begitu namanya—melirik kecil, membuka mulutnya yang terasa kering, "Ya? Siapa?"
"Saya Dokter Min. Bagaimana perasaanmu? Ada yang sakit, atau apa?"
Yoora menggeleng kecil, "Sedikit pusing. Apa yang terjadi padaku?"
Matanya yang seperti biji hazel melirik ke sudut ruangan, dimana wanita yang melahirkannya tengah menangis penuh syukur.
"Ibu? Kenapa menangis? Ayah?" panggilnya.
"... Lia?"
Lia—Julia—merasa kebahagiaan di dadanya menyeruak. Mendengar diagnosis dokter bahwa kepala sahabat karibnya tidak baik baik saja membuatnya takut dilupakan.
"Lia, apa yang terjadi?" tanya gadis itu, berbaring lemah tapi rasa ingin tahunya kuat.
"Yoora, untuk saat ini, katakan padaku apa yang kamu ingat terakhir," sahut dokter Min.
"A... Aku tidak tahu, dok. Aku tidak ingat," cicitnya kecil, meringis karena nyeri di kepalanya kembali.
"Nak, kamu ingat tidak kemarin merayakan apa?" tanya sang ayah hati hati.
"Merayakan... apa? Memang ada perayaan apa kemarin? Ulang tahunku yang tujuh belas? Atau enam belas?" tebaknya bingung.
Kali ini Lia yang tidak bisa menahan tangisnya. Ketakutannya terjadi. Dan ini buruk.
"Kamu sembilan belas tahun sekarang, Yoora," sahut Julia sedih.
Yoora mengernyit bingung, tidak mengerti. Sementara Dokter Min menyayangkan hasil dugaannya yang terbukti benar sejak dua—hampir tiga—bulan lalu Yoora dilarikan ke rumah sakit.
"Tuan dan Nyonya Hwang, silakan keluar sebentar. Biar saya memastikan beberapa hal terlebih dahulu."
[to be continued]

KAMU SEDANG MEMBACA
crash • txt [✔]
Fanfic[short chapter] "aku tidak mengingatmu. tapi kenapa aku merindukanmu?" "𝚒'𝚖 𝚜𝚘𝚛𝚛𝚢 𝚒 𝚌𝚘𝚞𝚕𝚍𝚗'𝚝 𝚖𝚊𝚔𝚎 𝚒𝚝." [txt w/ oc] copyright, 2020.