lia's

173 55 2
                                    

Kami kira, kemarin hanya pesta untuk merayakan perpisahan kami yang akan menempuh jalur hidup berbeda.

Bukan perpisahan yang seperti ini.

Tidak ada yang percaya kalau seorang Choi Beomgyu sudah tiada. Kami semua bersedih, datang untuk menangis melihat wajah damai Beomgyu.

Aku ada di rumah Beomgyu saat ini. Tuan dan Nyonya Hwang akan datang saat penguburan jenazah.

Beomgyu, kuharap kamu pamit dengan benar pada Yoora.

Aku serius.




"Lia."

Aku menoleh kecil melihat Yeonjun duduk di sebelahku. Lelaki kuat ini sudah seperti kakak sendiri bagiku dan Yoora.

Matanya jelas bengkak, tapi hari ini dia tidak menangis. Dia yang harus menjaga ibu dan ayahnya, menguatkan diri setelah kehilangan adiknya.

"Kamu sudah di sini dari pagi. Kalau lelah, kamu bisa tidur di kamar Beomgyu," jelasnya dengan suara serak.

Aku menggeleng, "Tidak apa apa, kak. Anggap saja aku perwakilan dari Yoora."

"Bagaimana dengan Yoora? Sudah ada kabar?"

Aku menggeleng lesu. "Masih koma. Diagnosis dokter keluar besok. Aku harap bukan hal buruk."

"Aku juga."

Kami sama sama diam setelah itu. Memutar memori bersama Beomgyu yang biasanya cerewet.

"Kak."

Aku dan Yeonjun sama sama mendongak, melihat seorang lelaki sedang menatap Yeonjun sedih.

Aku beranjak, pergi. Aku tahu ini tamu Yeonjun, jadi aku memilih memberi privasi.

Yang membuatku terkejut, aku malah bertemu Hueningkai, adik sepupu Soobin.

"Kak Lia?" sapanya.

Aku tersenyum tipis, "Kenapa bisa di sini?"

Hueningkai menangis, mengusap pipinya kasar hingga akhirnya tiba di depanku.

"B... Beomgyu... Ini benar Choi Beomgyu?"

"Iya. Kamu kenal?"

Hueningkai mengangguk, "Dia kakak gitaris yang mengajariku banyak hal. Padahal dia berjanji untuk mengadakan konser kecil denganku, hiks."

Aku memeluk Hueningkai, lelaki jangkung yang nyatanya lebih muda dariku.

"Beomgyu meninggalkan banyak janji ternyata. Maaf, ya? Maafkan Beomgyu mengingkari janjinya." Aku mengusap punggung lebarnya, berusaha menjadi kakak yang kuat untuknya.

"Iya, kak. Eugh, kak Soobin... nanti kesini. Masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan, katanya," ujar Hueningkai.

Aku mengangguk, "Iya. Dia juga sudah bilang padaku."

"Apa aku boleh menemani kakak sampai kak Soobin datang...? Kakak terlihat lelah." Hueningkai menatapku khawatir.

Bagaimanapun, dia memang seperti bayi, sangat polos dan tulus.

"Iya, boleh. Terima kasih, ya."



[extra]

crash • txt [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang