5. Please... Tolong Aku

12.6K 2K 38
                                    

"Bunuh diri? kamu yakin orang itu bunuh diri? bukan dibunuh?"tanyaku.

"Astagfirullah teteh, serem amat mikirnya. Mana mungkin ada pembunuhan di rumah sakit atuh teteh. Lagian Evelyn itu udah keliatan kayak orang depresi sih sejak awal juga." Jawab Reti menyanggah pertanyaanku. Wanita itu malah dengan pemikiran sok tahunya membicarakan Evelyn yang pasti depresi hingga berakhir bunuh diri.

Aku tidak menghiaruakan cerocosan Reti dan memilih untuk segera mengumpulkan semua barang-barangku. Aku harus segera keluar dari rumah sakit dan datang ke kantor polisi untuk melaporkan apa yang aku lihat semalam. Tidak adil untuk Eveyln jika kematiannya yang jelas-jelas di bunuh berakhir sebagai bunuh diri.

"Ya Allah teh, kenapa teteh tiba-tiba punya bayi? Bayi siapa ini teh?" tanya Reti histeris ketika aku memintanya untuk memegang bayi itu sebentar.

"Berisik Reti, aku gak punya waktu buat menjelaskan sekarang, dimana Adinda?" tanyaku.

Reti menggeleng sebagai jawaban.

"Bisa tolong carikan Adinda untukku? Aku akan menjaga disini, jadi tolong panggilkan Adinda kesini." Pintaku.

Reti menangguk dan langsung berjalan keluar setelah menyerahkan bayi itu kembali kedekapanku. Aku memandang bayi dalam dekapanku, bayi perempuan yang terlihat sangat cantik untuk ukuran bayi yang masih berusia beberapa hari. Sempat terpikir diotakku untuk menyimpan bayi ini di rumah sakit saja, membiarkan pihak rumah sakit saja yang mengurus bayi ini tapi sebagian hatiku tidak tega untuk melakukannya.

"Setidaknya lo gak usah ribet lagi kalau bayi ini lo tinggalin disini." Suara pikiran jahatku.

"Bagaimana kalau 3 orang jahat itu kembali dan membawa bayi ini? apa kamu tidak kasihan pada bayi ini? kamu ingatkan ibu si bayi menitipkannya padamu sebelum dia meninggal, apa kamu tidak takut karena sudah melalaikan amanat?" suara pikiran baikku menasehati.

Aku berperang dengan pikiranku sendiri untuk mengambil keputusan tentang si bayi yang akhirnya dimenangkan oleh si pikiran baik. Ternyata hatiku terlalu halus, aku tidak sanggup menelantarkan bayi malang ini.

"Maafkan aku yah karena sempat berniat meninggalkanmu disini." Bisikku pada si bayi.

Tak berapa lama kemudian Reti datang dengan wajah ngos-ngosannya mengabarkan jika Adinda mungkin sudah pulang karena semua barang-barangnya juga sudah tidak ada. Aku berulang kali mengucap syukur, setidaknya Adinda tidak jadi buruan pria-pria asing itu dan dia pasti sudah sampai dengan selamat ke rumahnya. Aku segera berpamitan sebelum rekan kerjaku yang lain datang dan menghujani banyak pertanyaan akan keadaanku. Aku juga meminta Reti untuk merahasiahkan apa yang dia lihat hari ini dan aku berharap jika Reti bukan golongan wanita bermulut besar.

Pulang dari rumah sakit aku langsung menuju mini market tempat aku berbelanja semalam untuk menebus cincinku. Aku berharap semoga penjaga mini market itu belum berganti sehingga dengan mudah aku bisa mendapatkan cincinku kembali. Meskipun harga cincin yang beratnya hanya 2 gram itu tidak seberapa tapi history cincin itu sangatlah berarti untukku jadi aku tidak ingin kehilangan cincin berharga itu.

Sepertinya diantara banyak kesialan yang menimpaku, terselip sedikit keberuntungan untukku. Doaku terkabul, petugas mini market itu belum berganti orang, dan orang itu langsung mengenaliku ketika aku membuka pintu mini market itu. Tak perlu banyak drama akhirnya cincinku bisa kembali setelah aku membayar tagihan belanjanku semalam, juga tambahan beberapa diaper untuk si bayi. Bahkan pria muda penjaga mini market itu mendoakan si bayi supaya selalu sehat dan jadi anak yang berbakti pada orangtua.

Aku tidak tahu harus keamana sekarang, kembali ke rumah saat ini belum aman karena takutnya 3 pria asing itu masih berkeliaran didepan rumahku. Aku memilih untuk berjalan-jalan ke mall untuk membeli beberapa perlengkapan bayi karena aku tidak memiliki satupun pakaian bayi dirumah. Beuntung saat di rumah sakit tadi aku sempat mengganti baju si bayi jadi si bayi terlihat nyaman sekarang.

Pukul 9 pagi saat aku memasuki mall suasana mall masih sepi, karena baru saja di buka, Aku berjalan langsung menuju toko yang menyediakan peralatan bayi. Sebenarnya aku kasihan pada si bayi yang sudah di bawa ke mall saat usianya masih dalam hitungan hari. Tempat umum bukan sahabat yang baik untuk bayi yang baru lahir karena rentan penyakit. Aku berdoa dalam hati semoga si bayi memiliki sistem imun yang kuat dan selalu sehat menghadapi ekstrimnya hidup yang harus di jalaninya.

Aku benar-benar harus merelakan sebagian gajiku untuk membeli perlengkapan si bayi. Aku menghela napas melihat harga yang harus aku bayarkan setelah memilih beberapa lembar pakaian, plenel dan selimut juga satu gendongan untuk si bayi. Padahal aku juga harus membeli persedian makanan untukku sendiri, ditambah lagi susu formula untuk si bayi. Aku merasa akan segera miskin sebelum jadwal gajian awal bulan depan.

Si bayi menangis karena sudah waktunya dia minum susu formulanya. Aku mencari tempat untuk membuatkan susu formula untuk si bayi dan sedikit merileksan tanganku karena tanganku keram sejak tadi terus-terusan menggendong si bayi. Meskipun berat si bayi hanya mencapai 3,5 kg tapi jika menggendongnya lebih dari 2 jam rasanya kedua tanganku kebas. Ditambah lagi aku harus membawa dua paper bag berisi kebutuhan si bayi dan satu kresek mini market berisi diaper si bayi. Belum lagi tas yang aku kenakan yang berisi kebutuhan membuat susu formula juga tidak bisa dibilang ringan.

Aku membaringkan si bayi di salah satu kursi yang disediakan untuk pengunjung beristirahat. Si kecil langsung meminum susunya dengan semangat ketika aku memberikan botol itu ke mulutnya. Aku juga mengganti diapers si bayi dengan diapers sekali pakai yang tadi aku beli di mini market. Bagian depan bajuku basah karena ompol si bayi, beruntung si bayi belum makan apapun selain minum susu jadi bau air kencingnya tidak menyengat. Bayangkan saja kalau kencingnya sudah bau pesing, bisa-bisa dicurigai akulah yang kencing di celana.

Setelah memastikan si bayi kembali tertidur lelap, aku menggendong bayi itu dengan gendongan yang baru saja aku beli. Tak sengaja mataku menangkap bayangan pria asing itu dan sekilas mata kami saling menatap. Mataku membulat dan langsung berjalan cepat mimilih jalan yang berlawanan arah dari arah kedatangan pria asing itu dan pastinya pria asing itu tidak sendiri karena dua pria lain juga terlihat mengikuti di belakangnya.

Aku berjalan cepat berbaur dengan pengunjung lain untuk mengecoh mereka hingga keluar dari mall dan memasuki parkiran. Pria-pria asing itu sepertinya pria-pria terlatih karena sepandai apapun aku bersembunyi mata mereka terus saja mendapatkanku. Sampai parkiran, siluet pria-pria itu masih terlihat mengikutiku, aku memilih berjongkok diantara mobil-mobil yang terparkir berharap pria-pria asing itu segera pergi.

Derap langkah kaki semakin mendekat ke arah persembunyianku, aku bergerak gelisah dalam persembunyianku. Tanpa sengaja tanganku menyikut mobil disampingku memicu suara alarm yang mengaung. Dengan cepat aku segera berlari untuk mencari tempat persembunyian lain, bahkan saking paniknya aku lupa jika aku sedang menggendong bayi saat ini.

Aku bersembuyi di belakang mobil yang terparkir di pojok bassmant tempat parkir. Aku berdoa semoga pria-pria asing itu tidak menemukanku, tapi ternyata doaku tidak terkabul karena aku mendengar derap langkah lebih dari satu orang mendekat ke arahku. Jantungku berpacu cepat seiring langkah kaki yang semakin mendekat ke arahku.

"Siapapun tolong selamatkan aku..."

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang