23. Tamu Di Pagi Hari

8.8K 1.5K 36
                                    

Aku memutar bola mataku malas melihat siapa yang bertamu di pagi hari ini, aku sempat kaget ketika mendengar suara bel tadi. Aku takut pria-pria asing itu melihatku berada di rumah semalam dan mengikuti mobil yang aku tumpangi hingga sampai ke apartemen ini. Tapi untungnya yang aku takutkan tidak terjadi, karena yang ada di depan pintu adalah anak kunyuk satu ini.

"Ada perlu apa?" tanyaku sinis.

"Sean, akan mulai kuliah minggu depan, jadi mulai hari ini Sean resmi jadi penghuni apartemen sebrang apartemen kakak." Jawab pria yang baru akan beranjak dewasa itu.

Memang tidak ada yang salah dengan Sean selama ini, selain emosinya yang terkadang meledak persis si pria tua itu. Selama aku mengenal Sean, anak itu tidak pernah banyak bertingkah meskipun dia tahu jika ibu bukan ibu kandungnya tapi Sean tidak pernah menyakiti ibu. Lain halnya dengan Kenan, adik Sean yang ibu rawat sejak bayi tapi dia manjanya bukan main pada ibu dan karena anak itulah ibu harus menjemput azalnya lebih cepat. Aku tidak pernah menbenci mereka tapi juga tidak ingin menjadi bagian dari hidup mereka, anak dari orang yang menghancurkan kebahagiaan ibuku tanpa sisa. Secara fisik Sean sangat mirip dengan ayahnya sekaligus ayahku dan beruntung aku mewarisi wajah ibuku sehingga kami tidak ada mirip-miripnya sama sekali.

"Ini kue pai buatan si bibi, rasanya memang tidak sama dengan buatan ibu tapi lumayan enak kok." Ucap Sean menyerahkan tas makanan padaku.

"Si bibi bilang dia kangen pada kakak, dia harap kalian bisa bertemu kembali sebelum si bibi pensiun 3 tahun lagi. Dan Kenan juga titip salam buat kakak, dia bilang kangen juga pada kakak meskipun kakak tidak pernah sekalipun mengajaknya bicara."

Aku hanya diam saja mendengar ucapan Sean, apa yang Sean katakan memang benar. Selama kami tinggal bersama tidak sekalipun aku pernah mengajak Sean maupun Kenan bicara. Bahkan sejak Kenan kecil aku memandangnya seperti kuman saat dia berani menyentuhku. Ayah membawa Kenan saat anak itu masih bayi dan melimpahkan tanggung jawab pada ibu untuk membesarkan anak dari hasil perselingkuhannya itu. Bayangkan saja bagaimana perasaan seorang istri yang mendapati suaminya berselingkuh hingga menghasilkan dua anak, dan parahnya lagi dia diminta untuk membesarkan anak-anak hasil perselingkuhan suaminya itu. Mengingat kejadian beberapa tahun silam membuatku geram bukan main, jadi jangan salahkan aku membenci pria tua dan dua anak laki-lakinya itu. Aku seorang anak perempuan yang kala itu sudah cukup mengerti jika ibuku hidup dengan penuh kesedihan.

"Kalau kakak butuh apa-apa hubungin Sean aja, di tas itu Sean tulis nomor Sean, Sean akan langsung ada untuk kakak jika kakak butuh Sean." Ucap Sean lagi dan langsung mundur kembali ke apartemennya setelah tidak ada tanggapan dariku.

Aku bisa melihat sorot kekecewaan dimata Sean melihat tanggapan dinginku tapi egoku melarangku untuk merasa kasihan padanya. Memang benar Sean tidaklah bersalah, karena orangtuanya lah yang berbuat dosa. Tapi aku tidak sanggup berbaik hati pada remaja yang beranjak dewasa itu karena aku tidak bisa mengenyahkan bayangan tangisan ibu setiap harinya karena perbuatan orangtua dari anak itu. Aku masuk kembali ke apartemen setelah pintu apartemen Sean tertutup, menghembuskan napas berat dan menggelengkan kepala mengusir rasa tidak enak dihatiku lalu segera berjalan kembali ke arah meja makan.

Aku membawa tas itu ke dalam dan menaruhnya diatas meja, wangi pai apel tercium ketika aku membuka tas makanan itu. Melihat pai apel membuatku mengingat ibu, dulu setiap akhir pekan ibu akan membuatkan pai apel untukku dan Sean. Meskipun aku dan Sean tidak pernah punya hubungan dekat seabgai saudara tapi aku harus rela berbagi pai apal kesukaanku dengan Sean karena ibu tidak akan memberikan pai apel itu jika aku tidak mau berbagi dengan orang yang berstatus 'adik' itu. Lihatlah bagaimana baik hatinya ibuku? Tapi pria tua itu masih saja menyakitinya hingga akhir hayat menjemput ibuku.

"Siapa yang datang?" tanya Davindra menghentikan lamuananku tentang ibu dan pai apel.

"Sean." Jawabku singkat.

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang