36. Melihat Dari Sisi Lain

9.1K 1.9K 241
                                    

"Pak Rama menderita sirosis hati, sudah 8 tahun sejak penyakit itu menyerang tubuh pak Rama, dan tidak ada jalan lain selain transfaltasi hati." Ucap Dokter Helmi, dokter senior di rumah sakit Medina ketika Arlan mengantarku ke ruangannya sebagai wali pasien.

8 tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi seseorang untuk menyembunyikan penyakitnya, atau mungkin hanya aku saja yang tidak tahu mengingat hubungan kami tidaklah baik, dan semakin buruk setiap harinya. 8 tahun seusia dengan putri bungsu Tiana dan ayah, itu berarti dia tahu penyakitnya di tahun yang sama dengan saat dia mengakhiri hubungan perselingkuhannya. Luar biasa sekali pria tua itu, dia benar-benar paham kapan saatnya berhenti. Atau mungkin pria itu begitu mencintai wanita selingkuhannya itu sehingga dia tidak mau merepotkan wanita itu dan memilih kembali ke ibuku.

"Saya tidak tahu jika kamulah putrinya pak Rama." Ucap Arlan menyadarkanku dari lamunan.

"Pak Rama sudah menjadi pasien saya sejak 1 tahun lalu, awalnya beliau pasien dokter Helmi, tapi karena pak Rama jarang memiliki waktu untuk chek up kesehatannya di rumah sakit, pak Helmi menunjuk saya menjadi dokter pribadi untuk pak Rama." Ucap Arlan lagi.

Aku tidak menanggapi ucapannya, karena lebih banyak hal penting yang mengisi otakku ketimbang mendengarkan ucapan pria yang pernah menjadi cinta pertamaku itu. Selain hubungan antara Ayah dan Tiana dan juga ketiga anak mereka, pikiranku juga diisi dengan baby Eve. Baru beberapa jam saja aku meninggalkan bayi itu, tapi aku sudah merindukannya. Apa dia baik-baik saja disana? Apa dia sudah tidur? Apa Davindra menjaganya dengan baik? Pikiran-pikiran itu mengisi otakku.

"Kirana..." panggil seseorang yang lagi-lagi membuyarkan lamunanku.

"Sepertinya kamu sedang banyak pikiran sehingga sejak tadi kamu tidak menanggapi ucapan saya." Ucap Arlan sambil membukakan pintu menuju ruang rawat ayahku.

Saking asyiknya dengan pikiranku sendiri, aku sampai tidak menyadari jika kami sudah berjalan sampai kedepan ruang rawat ayahku.

"Jangan sungkan untuk menghubungi saya jika kamu membutuhkan bantuan, saya pasti akan datang untuk membantu kamu." Ucap Arlan.

"Ah dan masalah Andira dan bayi itu, saya tetap menyarankanmu untuk menyerahkan bayi itu pada mereka, tapi saya juga akan menghormati keputusanmu jika kamu bersikeras untuk mempertahankan bayi itu. Saya hanya ingin yang terbaik untuk kamu dan tidak ingin kamu berada dalam kesulitan lagi." Ucap Arlan lagi sebelum berpamitan.

Aku mencibir dalam hati mendengar ucapan Arlan, jangan sungkan katanya, apa dia lupa, saat aku membutuhkannya untuk lepas dari pak Ravindra dia malah lebih menyayangi pekerjaannya daripada membantuku. Dan apa katanya 'yang terbaik'? apa mengumpankanku pada pak Ravindra adalah yang terbaik dimatanya? Ah sungguh aku tidak tahu bagaimana bisa aku jatuh cinta pada pria seperti Arlan.

"Siapa dia?" tanya seseorang mengagetkanku.

"Davindra? Kenapa kamu berada disini?" tanyaku heran karena mendapati Davindra berada di ruang rawat ayah.

"Dimana baby Eve?" tanyaku lagi karena Davindra tidak terlihat menggendong bayi.

"Saya kesini karena saya tidak mungkin tidak berada di sini jika tahu ayah mertua saya sedang sakit. Dan bayi itu, saya titipkan pada wanita paruh baya yang tadi menunggu diruangan ini dan memintanya untuk membawa pulang bayi itu ke rumah keluargamu untuk sementara waktu." Jawab Davindra.

Aku mengangguk menanggapi jawaban Davindra, baby Eve akan baik-baik saja bersama bi Vina dan si kecil juga akan aman jika dia dibawa tinggal di rumah keluargaku. Mengingat sepertinya ayah dan ayah mertuaku memiliki hubungan saat pernikahan kami waktu itu, aku yakin tidak mungkin mertuaku menyuruh orang-orangnya mengawasi rumah itu juga. Setidaknya sekarang perasaanku bisa sedikit tenang karena baby Eve berada di tempat aman dan diasuh oleh orang yang tepat meskipun sebenarnya aku sangat ingin menemuinya karena aku sangat merindukan bayi cantikku.

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang