43. Pengecut Dan Wanita Yang Tidak Tahu Apa-Apa

10.2K 1.7K 116
                                    

Kami berjalan beriringan menuju rumah sakit, aku menggenggam tangan Davindra erat karena rumah sakit memberikan memori buruk untukku. Aku tidak tahu apa yang terjadi karena Davindra belum mnengatakan apapun sejak berangkat dari apartemen tadi. Firasatku mengatakan mungkin ini tentang ayahku mengingat rumah sakit yang kami kunjungi adalah rumah sakit Madina tempat ayahku dirawat. Hari sudah malam ketika kami sampai di rumah sakit, tapi karena pihak rumah sakit tahu siapa Davindra, mereka langsung mempersilahkan Davindra masuk bahkan mengantarkan kami sampai ke dalam.

Davindra berhenti di pintu ruang ICU, disana sudah ada beberapa dokter senior rumah sakit Madina juga beberapa pria berseragam kepolisian. Dokter Hayat, dokter yang aku kenali sebagai dokter ahli bedah rumah sakit ini mengajak Davindra untuk bicara di ruangannya. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi pastilah sesuatu yang buruk mengingat melibatkan pihak kepolisian segala. Davindra tidak melepaskan genggaman tangannya pada tanganku dan membawaku untuk ikut bicara dengan mereka.

Aku menutup mulutku tidak percaya mendengar keterangan dari pihak kepolisian juga dari dokter Hayat. Pak Ravindra mengalami kecelakaan tunggal, diduga pria paruh baya itu berniat bunuh diri karena mengendarai mobil dalam keadaan tidak benar-benar sadar. Pak Ravindra menabrak tembok pembatas jalan dan keadaannya sangat parah, ditambah lagi sepertinya sebelum dia menabrakan diri, pria itu dengan sengaja meminum racun yang mematikan untuk membunuh dirinya sendiri.

Davindra hanya mematung mendengar penjelasan dari pihak kepolisian tentang kornologis kecelakaan pak Ravindra dan pejelasan dari tim dokter tentang keadaan pak Ravindra. Aku tahu ini bukanlah hal mudah untuk diterima oleh Davindra, anak tetaplah seorang anak dan tidak ada satupun anak yang tidak sedih jika sesuatu yang buruk terjadi pada orangtua mereka. Akupun sulit menerima pilihan pak Ravindra yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara tragis seperti itu, daripada memilih hidup dengan cara lebih baik untuk mnemperbaikai semua kesalahannya.

"Lakukan apapun yang terbaik untuk papa saya." Ucap Davindra akhirnya.

Aku memilih untuk tidak mengatakan apapun dan mengikuti saja kemanapun Davindra pergi. Pria itu terlihat sangat kacau tapi tetap berusaha untuk bersikap seolah baik-baik saja ketika dia melihat ayahnya yang terbaring tidak sadarkan diri disalah satu ruang ICU. Kami sempat menjenguk pak Ravindra sebentar sebelum akhirnya memilih pulang ke rumah keluarganya. Pihak rumah sakit akan menghubungi Davindra jika sesuatu terjadi pada ayahnya dan pria itu memilih untuk mempercayakan ayahnya pada pihak ruamh sakit daripada menunggui ayahnya.

Davindra menyuruhku untuk istirahat dikamarnya sedangkan dia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu rumah itu dan menatap kosong ke arah foto keluarga yang terpasang didinding rumah itu. Aku pernah mengalami rasa sakit yang sama ketika ibuku meninggal dalam kecelakaan mobil tapi mungkin perasaanku saat itu tidak secomplicated perasaan Davindra sekarang. Aku mencintai ibu bahkan sangat mencintainya, dan kehilangannya adalah kesedihan paling dalam seumur hidupku. Tapi hubungan Davindra dan ayahnya tidaklah sesederhana itu, bahkan belum 24 jam sejak ayah dan anak itu terlibat perkelahian dan sekarang ayahnya terbaring tidak berdaya karena kecelakaan ah bukan kecelakaan tepatnya mencelakai dirinya sendiri.

Aku memilih untuk duduk disamping Davindra daripada pergi ke kamar untuk istirahat, setidaknya meskipun aku tidak bisa mengatakan kata-kata penghiburan untuknya, aku bisa duduk disampingnya dan menemaninya. Aku pernah berada dalam masa terpuruk, dulu tidak ada satupun yang bersedia duduk disampingku saat masa tersulit karena kehilangan ibu dan aku sangat berharap seseorang berada disampingku atau setidaknya sekedar duduk disisiku. Aku pikir perasaan Davindra juga akan lebih baik jika ada seseorang yang menemaninya saat ini.

"Pergilah tidur, hari ini hari yang berat untukmu." Ucap Davindra, dia bicara padaku tapi matanya tetap terarah ke arah foto keluarganya.

"Hari ini jauh lebih berat untukmu." Ucapku.

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang