11. Pria Yang Menamakan Dirinya Ayah

10.7K 2K 42
                                    

Aku menutup pintu dengan cepat sebelum dua pria itu mendekat. Menarik napas berat dan menyandarkan tubuhku pada pintu. Melihat kedua pria itu setelah 3 tahun membuat rasa sakit dihatiku kembali merajai. Mengapa? Mengapa mereka terlihat baik-baik saja? Tidakkah ada rasa bersalah yang menghantui mereka setelah membunuh ibuku?

Mengingat ibuku, mau tidak mau membuat air mataku kembali menetes. Wanita malang itu bahkan hingga ajal menjemputnya, rasa sakit tidak pernah terangkat dari hidupnya.

Tangisan baby Eve membuatku tersadar dari lamunan tentang masa lalu. Aku menghapus air mataku dan berjalan kearah kamar, mencampakan dua kantung belanjaan yang diberikan oleh suruhan Davindra.

"Hallo baby... sudah bangun..." sapaku sambil membawa baby Eve kepangkuanku. Mengayun-ayunkan tubuh mungilnya dan menghentikan tangis bayi cantik itu. Bersama baby Eve aku melupakan semua pikiran yang bergelayutan dalam otakku.

Sepertinya kehadiran seorang bayi dalam kehidupan memang sanggup meningkatkan mood baik, terlepas dari rasa lelah yang harus ditanggung karena merawat bayi selama hampir 24 jam. Aku heran mengapa masih ada saja yang membuang bayi diluaran sana padahal kehadiran bayi dalam hidup kita adalah sebuah keajaiban.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatianku dari baby Eve. Deretan nomor asing tertera dilayar ponsel pintarku. Awalnya aku tidak berniat untuk mengangkatnya, tapi karena nomor itu terus-terusan memanggil mau tak mau aku mengangkatnya mungkin saja itu telepon penting.

"Hallo Assalamualaikum..." sapa seoarang wanita di balik telepon.

"Waalaikum salam..." sapaku balik pada suara asing di sebrang sana.

"Ini dengan Kirana, temannya Adinda kan?" tanya wanita itu lagi.

"Iya saya temannya Adinda." Jawabku.

"Ibu ini ibunya Adinda, sudah hampir 3 minggu Adinda tidak bisa dihubungi, sebenarnya kemana Adinda?" tanya wanita paruh baya itu.

Aku terdiam mendengarkan pertanyaan dari wanita yang mengaku ibu dari Adinda itu. Pasalnya sejak kejadian malam itu aku juga belum berhasil menghubungi Adinda. Sekarang aku ragu jika Adinda baik-baik saja setelah malam itu. Tapi kemana sebenarnya Adinda? Apa mungkin pria asing itu berhasil menemukannya?

Aku bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi pada Adinda jika pria-pria asing itu menemukan Adinda. Rasa bersalah menyelimuti hatiku ketika mengingat akulah yang meninggalkan Adinda malam itu. Aku berdoa semoga apa yang ada dipikiranku tidak terealisasikan. Rasa bersalahku semakin besar mendengar cerita dari wanita yang mengaku ibunya Adinda yang mengatakan jika seharusnya Adinda pulang ke kampung halamannya besok, untuk mengikuti acara resepsi pernikahan kakaknya.

Setelah berbincang cukup lama dengan ibunya Adinda. Memberikan harapan palsu pada wanita paruh baya itu tentang keberadaan putrinya akhirnya pembicaraan diantara kami berakhir. Aku kembali menelpon nomor Adinda yang kini sudah tidak lagi bisa di hubungi. Aku juga menelpon teman serumah Adinda di rumah kontrakan yang disewa Adinda, dan ternyata Adinda sudah lama tidak pulang.

Rasa khawatirku semakin menjadi, aku semakin frustasi karena tidak bisa melakukan apapun untuk mencari Adinda sekarang ini. Tangis baby Eve yang sedari tadi dicuekkan menggema dan membuatku mau tidak mau kembali mengalihkan perhatianku pada bayi kecil itu.

Sepertinya sekarang sudah saatnya baby Eve meminum susunya. Aku membawa baby Eve ke dapur dan menidurkan bayi kecil itu diatas meja makan beralaskan matras yang dibelikan Davindra tempo hari.

Aku membuatkan susu formula untuk baby Eve dan terperanjat kaget ketika membalikan badan, karena kehadiran Davindra yang entah sejak kapan ada di belakangku.

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang