2. Kejadian Malam Itu Part 1

13.5K 2K 26
                                    

Paling berat dari tugas perawat itu adalah bagian jaga malam, meskipun memang kita bisa tidur sambil duduk ketika bekerja, tapi tentu saja tidur di rumah adalah hal yang paling nyaman. Hari ini aku dan Adinda sama-sama tugas malam, selepas sholat isya kami mampir dulu ke kantin untuk membeli beberapa cemilan untuk menemani kami bertugas. Maklum aku dan Adinda sama-sama maniak makan tapi untungnya seberapa banyakpun aku makan tubuhku masih saja setipis papan.

"Kamu denger gak gosip tentang Evelyn...Evelyn itu?" tanya Adinda.

"Denger... kasihan banget yah tuh cewek kalau gosipnya bener kayak gitu." ucapku bersimpati.

"Heeh, cantik-cantik tapi nasibnya kayak begitu." Ucap Adinda menyetujui.

"Eh tapi bayinya kok gak ada dibangsal bayi? Mereka udah pulang?" tanyaku.

"Belum, Evelyn minta waktu perawatannya di perpanjang padahal tadi pagi dokter Indra sudah mengizinikannya pulang dan sekarang si bayi berada di ruangan ibunya," jawab Adinda.

"Orang kaya mah beda, udah disuruh pulang eh malah tetep mau dirawat mana dikelas VVIP lagi, kan mehong bayarnya." Komentar Adinda. Wanita itu melanjutkan bicara tentang gosip Evelyn, bahkan kali ini wanita yang sedang mencari tambatan hati itu yakin, Evelyn pastilah wanita simpanan orang kaya.

Aku terkekeh mendengar ucapan Adinda, sampai di lorong rumah sakit kami berpencar menuju pos tugas kami masing-masing. Sampai di bangsal bayi, Reti perawat yang kebagian tugas malam bersamaku terlihat kerepotan menenangkan bayi dipangkuannya.

"Kenapa Ret?" tanyaku.

"Ini mbak, panas badan bayinya mencapai 38 drajat, napas si bayi juga gak normal." Ucap Reti.

"Udah konsultasi ke dokter?" tanyaku mengambil alih bayi dipangkuan Reti.

"Udah, dokter Elzar dalam perjalanan kesini." Ucap Reti.

"Okay kalau begitu, aku periksa bayi lain, kamu tungguin aja dokter Elzar disini." Ucapku menyerahkan bayi laki-laki yang sepertinya baru lahir tadi sore itu pada Reti. Kejadian genting seperti ini jarang terjadi di bangsal bayi, tapi sekalinya terjadi membuat kalang kabut. Para perawat yang berada di bangsal bayi sangat takut terjadi sesuatu pada bayi-bayi itu selama dalam penjagaan mereka. Apapun penyebab kematian bayi, perawatnyalah yang pertama kali di salahkan.

Dari pemeriksaan dokter Elzar kemungkinan ada cairan yang masuk kesaluran pernapasan bayi dan tidak tersedot dengan tuntas saat selesai proses kelahiran. Bayi itu segera dibawa ke ruang incubator untuk di observasi lebih lanjut. Kejadian itu memang terkadang terjadi apalagi pada bayi yang melewati proses kelahiran yang lama atau melalui tindakan operasi.

Jam 11 malam Reti sudah terkantuk-kantuk di kursinya sedangkan aku masih asyik dengan cemilan malamku berupa keripik kentang anaka rasa. Sesekali aku juga terkikik sendiri saat melihat Reti memakan cemilan yang aku jejalkan kemulutnya padahal matanya masih tertutup.Tiba-tiba pintu kaca di ketuk dan menampilkan Adinda yang cengengesan.

"Numpang ke kamar mandi dong, kamar mandi disana gak ada airnya."ucapnya cengengesan.

Aku melengos mendengar ucapan Adinda dan membiarkan Adinda berlari menuju kamar kecil yang memang disediakan di bangsal ini. Setelah selesai dengan urusan di kamar mandi Adinda memaksaku untuk mengantarnya ke bangsal tempatnya bertugas. Dengan alasan buku kuduknya tiba-tiba merinding, Adinda terus saja menggandeng tanganku agar aku mau mengantarnya.

"Itu...itu ada apa sih tengah malam gini lari-lari di kodidor." Ucapku melihat beberapa orang terlihat berlarian di kodidor yang bersebrangan dengan tempat aku berdiri sekarang.

"Mana-mana?" tanya Adinda panic.

"Itu di kodidor sebrang." Jawabku.

Aku tidak tahu kemana para satpam sehingga membiarkan orang berlarian di kodidor tengah malam seperti ini. Aku hendak mendekat untuk menghentikan mereka karena takut mengganggu ketenangan pasien lain. Tapi Adinda yang menggandeng lenganku menahan lenganku dan menggelengkan kepala melarangku untuk mendekat.

Adinda mengeratkan gandengannya ketanganku dan merinding takut, dia percaya jika bulu kuduknya merinding terus menerus maka akan ada orang yang meninggal di tempat yang tak jauh darinya berada. Dari tadi dia terus merinding dan percaya jika akan ada yang meninggal di rumah sakit malam ini.

Dengan terpaksa aku menuruti keinginan Adinda, dan meneruskan perjalnan menuju bangsal bersalin. Tiba-tiba seorang wanita mengenakan pakaian pasien berlari kearah kami. wajah perempuan itu terlihat sangat pucat dengan buliran keringat yang sudah membasahi wajahnya.

"Tolong lindungi anak saya..." ucap wanita yang berpenampilan berantakan dengan raut wajah menahan sakit

Aku menatap wanita yang berpenampilan kacau itu dan mengenali wanita itu sebagai Evelyn, wanita yang dua hari lalu aku bantu proses persalinannya. Evelyn menyerahkan bayinya kepangkuanku, wajah wanita itu terlihat sangat sedih.

"Tolong jaga bayiku, jangan biarkan siapapun mengetahui keberadaannya sebagai putriku." Ucap Evelyn sambil beruiraian air mata.

Evelyn membuka kalung di lehernya dan menyelipkan kalung itu dilipatan selimut bayinya. Evelyh menciumi bayinya yang sedang terlelap dalam pangkuanku dengan beruraian air mata.

"Mama sangat mencintaimu sayang." Bisiknya pada si bayi.

Aku hanya mematung melihat tindakan wanita itu karena kaget. Belum sempat aku membuka suara Evelyn langsung melesat lari menjauh bahkan dia tidak menengok ketika aku berulang kali memanggilnya.

"Aneh banget tuh cewek." Gumam Adinda saat Evelyn sudah menjauh.

"Aku anterin kamu sampai sini aja yah, aku harus mengembalikan bayi ini kebangsal bayi, kasihan dia kedinginan." Ucapku.

"Gak mau, aku ikut kamu anterin bayi itu ke bangsal bayi terus kamu antertin aku ke bangsal bersalin. Kamukan sudah janji mau mengantarkan aku." Ucap Adinda tidak terbantahkan.

"Ya Allah Dinda, jarak dari sini ke bangsal bersalin itu palingan juga tiga meter lagi." Ucapku tak habis pikir.

"Biarin, aku tetep pengen ikut kamu balik ke bangsal bayi, lagian bosen tahu jaga disana. Gak banyak ibu yang akan melahirkan di bangsal, Cuma ada 2 orang udah pada tidur lagi. Si Meta juga lebih seneng ngobrol bareng smartphonenya dibanding ngobrol sama aku." Gerutu Adinda.

Aku hanya menggelengkan kepala mendengar gerutuan Adinda dan membiarkan saja wanita mungil itu mengikuti langkahku kembali ke bangsal bayi.

"Nah, cantik malam ini kamu tidur disini dulu yah..." ucapku pada bayi milik Evelyn dan menidurkannya disalah satu box bayi.

Aku meminta Adinda untuk menuliskan identitas bayi ini supaya tidak tertukar dengan bayi lain layaknya cerita sinetron. Aku juga mengambil kalung berbandul liontin yang di selipkan Evelyn di selimut bayinya dan mengamankannya di tasku karena takut kalung itu jatuh atau hilang jika di simpan di lipatan selimut si bayi. Aku akan menyimpannya sampai nanti Evelyn membawa bayinya kembali. Bayinya Evelyn langsung tertidur ketika aku menidurkan di box bayi

"Ayo antarkan aku kembali kebangsal bersalin." Pinta Adinda.

Aku mengangguk dan membiarkan Adinda menggandeng tanganku untuk keluar dari ruang bayi. Ketika sampai di depan bangsal bersalin tiba-tiba terdengar suara benda jatuh sangat keras mengagetkan kami

Antara takut dan penasaran aku dan Adinda berjalan mencari arah suara benda jatuh itu. Adinda menarik-narik tanganku untuk kembali tapi rasa penasaranku lebih kuat. Suara itu berasal dari gedung belakang bangsal bersalin yang terkenal dengan aura mistisnya mengingat tempat itu merupakan tempat mencuci darah bekas orang yang melahirkannya. Jika percaya dengan hal-hal mistis, orang bilang darah orang yang melahirkan adalah darah yang disukai bangsa kunti dan yang lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana menyeramkannya belakang bangsal bersalin itu. Aku berjalan mengendap-endap dengan sebelah tanganku yang menyeret langkah Adinda.

Mataku melotot kaget melihat apa yang tertangkap di depan mataku.

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang