4. Apa Yang Sebenarnya Terjadi?

12.1K 2K 26
                                    

Aku mampir ke mini market untuk membeli kebutuhan si bayi, aku lupa jika aku tidak membawa uang sepeserpun sehingga terpaksa menyerahkan cincin emasku untuk dijadikan jaminan ke pihak mini market dan berjanji untuk membayar tagihanhya besok. Beruntung si pegawai mini market terlihat iba dengan kondisiku dan sama sekali tidak curiga dengan keadaanku saat ini. Kasir mini market itu mengizinkan aku mengambil semua belanjaanku dan menjadikan cincinku sebagai jaminan. Didekat mini market masih ada beberapa taxi terparkir sehingga aku bisa lebih mudah pulang ke rumah. Aku meminta supir taxi untuk menunggu sebentar di depan rumah sementara aku berjalan ke dalam rumah dan mengambil uang untuk ongkos taxi.

Saat sampai ke rumah, suhu bayi dalam dekapanku terasa sangat dingin tapi bayi itu masih bernapas meskipun terdengar lemah. Aku segera membuka pakaianku dan pakaian si bayi, menidurkan bayi itu diatas dadaku,mempraktikan teknik skin to skin untuk menghangatkan tubuh si bayi. Aku berdoa semoga si bayi baik-baik saja, rasanya semua pelarian heroikku tidak berguna jika terjadi sesuatu pada si bayi.

Setelah suhu tubuh si bayi sedikit normal, aku membuatkan susu formula untuk si bayi, setelah mengecek suhunya aku memberikan susu formula pada si bayi hingga bayi kecil itu kembali terlelap. Sesaat setelah bayi kecil itu terlelap aku menghembuskan napas berat dan ikut membaringkan diri di sebelah bayi itu. Aku menatap langit-langit kamarku kosong, aku menghela nafas berat mengingat apa yang telah aku lakukan malam ini.

Semua kejadian yang terjadi kembali berputar di kepalaku membuatku semakin menghela nafas berat. Apa yang akan terjadi besok? Itulah yang terlintas di pikiranku. Mengingat rentetan kejadian itu membuatku merinding takut, sebenarnya siapa 3 pria asing itu? kenapa mereka membunuh Evelyn dan berniat membunuh bayinya juga. Aku juga mengingat Adinda yang aku tinggalkan di rumah sakit. Bagaimana keadaan Adinda? Apakah dia baik-baik saja?

"Apa yang harus aku lakukan baby, ibumu menitipkanmu padaku dan sekarang ibumu telah pergi untuk selamanya." Ucapku pada si bayi.

**********

Pagi ini berbeda dengan pagiku pada biasanya, suara tangisan bayi terdengar bahkan lebih cepat daripada suara adzan subuh. Beruntung aku tinggal di sebuah rumah permanen yang memiliki halaman bukan di kosan yang berdinding tipis jadi tidak ada yang terganggu dengan tangisan si bayi. Aku tidak bisa benar-benar memejamkan mataku karena si bayi yang membutuhkan asupan setiap 2 jam sekali. Belum lagi aku lupa membelikan si bayi diapers sehingga mau tak mau aku merelakan beberapa baju yang sudah tidak ku pakai untuk dijadiakan tilam untuk si bayi tidur agar kencingnya tidak mengenai kasurku.

Si bayi tidur kembali setelah aku memberinya susu formula, aku segera menjalankan kewajibanku sebagai muslim dan mencari makanan di dapur. Mengunyah roti yang akan kadaluarsa esok bersama selai yang hanya tersisa didinding tolpesnya saja menjadi menu sarapan yang terlalu pagi untukku. Aku lupa jika aku belum berbelanja kebutuhan rumah untuk satu bulan kedepan, tapi ada untungnya juga aku lupa karena uang gajiku masih utuh, sehingga aku tidak kelimpungan mencari uang untuk kebutuhan si bayi yang pastinya tidak sedikit.

Aku menghela napas berat, aku menatap bayi kecil yang terlelap itu dan kembali menarik napas berat. Sekarang bagaimana? Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Terlintas dipikiranku untuk mengurus bayi itu saja sendiri tapi tentu saja itu pemikiran yang amat gila. Gajiku sebagai perawat tidaklah berlimpah belum lagi dipotong cicilan rumah dan asuransi kesehatan setiap bulannya. Ide merawat bayi tentu saja sebuah kegilaan karena di zaman sekarang biaya mengurus anak itu sangatlah besar.

Aku tidak tahu apapun soal Evelyn apalagi keluarganya, hal paling memungkinkan untuk kulakukan sekarang adalah melapor ke polisi. Tapi akankah situasi aman untukku dan untuk si bayi jika aku melapor. Hanya aku dan Adinda yang menjadi saksi kejadian malam itu dan sampai sekarang aku tidak tahu bagaimana nasib Adinda diluaran sana setelah aku meninggalkannya semalam. Salah-salah nanti aku yang dikira menculik bayi ini dan mencelakai ibunya.

Matahari sudah mulai menampakan sinarnya, si bayi sudah mendapatkan jatah susunya lagi. Aku juga sudah mencuci semua baju lamaku yang terkena ompol si bayi dengan mesin cuci. Aku berniat untuk membuka gorden rumahku tapi gerakanku terhenti ketika melihat sebuah mobil hitam terparkir tak jauh dari depan rumahku. Aku mengintip mobil itu dari jendela rumah, Memang benar mobil jenis Avanza itu mobil sejuta umat dan pasti banyak yang mirip. Tapi aku yakin mobil itu milik mobil pria-pria asing itu mengingat semalam mereka menabrak bagian belakang pria yang menolongku. Kerusakan pada bagian depan mobil mereka itu pastilah efek dari kejadian semalam.

Aku masih mengintip dari balik jendela, ini sangat berbahaya, di rumah tidak ada makanan dan pria-pria itu mungkin sedang mengintaiku di luar. Firasatku benar karena tak berapa lama pria yang sempat bertatapan denganku di bangsal bayi tadi malam keluar dari mobil itu diikuti oleh dua pria lainnya. Pria-pria itu mendekat ke arah rumahku yang membuat jantungku berpacu lebih kencang ketika aku mendengar suara ketukan pintu.

Aku mengendap-ngendap kembali ke kamarku dan membereskan perlengkapan si bayi juga membongkar uang tabunganku untuk perbekalan. Tempat ini tidak aman untuk kami, pria-pria itu masih mengetuk pintu dengan tidak sabar dan hanya tinggal menunggu waktu hingga pria-pria itu merobohkan pintu rumahku. Aku berjalan perlahan menuju pintu belakang, aku berencana melarikan diri lewat pintu belakang jika pria-pria itu memaksa untuk masuk kedalam rumahku.

"Neng Kirana tugas malam di rumah sakit, tidak ada siapa-siapa di dalam rumah." Ucap seseorang menghentikan bunyi ketukan pintu.

Aku bergegas keluar dari rumah ketika mendengar pria-pria asing itu berbincang dengan orang yang menegur mereka tadi. Dari suaranya sepertinya itu suara bu RT dan artinya untuk beberapa saat aku aman mengingat jika bu RT bicara memerlukan durasi waktu yang tidak sebentar. Aku berjalan cepat, memilih untuk mengambil jalan yang memutar agar tidak berpapasan dengan pria-pria asing itu.

Aku segera menyetop taxi yang kebetulan lewat di jalan komplek dan meminta si supir taxi untuk mengantarkan aku ke rumah sakit. Pertama-tama aku harus mengambil barang-barangku yang tertinggal di rumah sakit dan memastikan keadaan Adinda baru aku memikirkan rencanaku selanjutnya. Pria-pria itu mengejarku hingga ke rumah, tidak menutup kemungkinan jika mereka juga pasti melakukan itu pada Adinda mengingat kami berdua ada di TKP saat kejadian semalam. Jadi aku harus pastikan dulu Adinda baik-baik saja baru memutuskan untuk melapor ke polisi.

Sampai dirumah sakit, keadaan rumah sakit sangat ramai, banyak mobil patroli terparkir dihalaman rumah sakit. Aku berjalan perlahan dan langsung menuju bangsal bayi yang ternyata masih di jaga Reti.

"Ya Allah kemana aja sih teh Kiran? Tiba-tiba aja ngilang, katanya tadi malam ada yang bunuh diri di belaknag bangsal bersalin. Reti takut jaga disini sendirian." Cerocos Reti ketika aku membuka pintu.

"Apa? bunuh diri?" tanyaku kaget jelas-jelas semalam aku melihat pembunuhan bukan bunuh diri.

"Iya, bunuh diri, itulah ibu yang melahirkan tanpa keluarga itu, dia bunuh diri loncat dari lantai dua bangunan bangsal bersalin."

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang