16 - Itu Adalah Bayiku, El

2.6K 231 4
                                    

"Bagaimana kamu tahu?" Elvina turun dari pangkuan Ryuu, "Siapa kamu sebenarnya?"

Ryuu melihat kecurigaan di wajah Elvina.

"El, aku..."

"Tidak ada yang tahu soal ini, Ryuu."

"El..." Tangannya mengambil tangan Elvina, "Aku yang menabrakmu di depan rumahmu. Mobil merah. Kamu ingat?" Elvina diserang keterkejutan bertubi-tubi.

Jemari lentik itu menyentuh wajah Ryuu. Rahangnya. Bibirnya. Gadis itu agak menyipitkan kedua matanya. Mencoba me-reka ulang ingatannya.

"Oh my god!" Ucap Ryuu tiba-tiba.

"Astaga! Itu benar kamu!" Ia memeluk Ryuu dengan erat, "Semua itu bukan mimpi. Ya Tuhan. Bukan mimpi." Tiba-tiba ia menangis histeris. "Mereka jahat, Ryuu! Mereka membunuhku! Mereka membunuh bayiku!" Teriak gadis itu dalam tangisnya, "Helen tahu aku sedang hamil. Tapi dia tega mendorongku di tangga hingga jatuh. Mereka biadab! Mereka pantas mati!"

"Ssssh... Tenang, El... Tenang. Menangis dulu saja. Lepaskan... Aku selalu ada disini untuk mendengarkan kisahmu." Mendengar itu tangisan Elvina semakin menjadi-jadi. Ryuu memejamkan matanya. Namun setitik air mata itu tak bisa ia tahan, mendengar istrinya yang menyayat hati. Ia tak berhenti mengusap kepala dan punggung Elvina.

Kurang lebih satu jam Elvina menangis tanpa henti. Hingga ia benar-benar kelelahan dan kehabisan tenaga. Ryuu menggendong istrinya masuk ke dalam tenda untuk berbaring. Elvina yang kelelahan menangis itu tak melepaskan pelukannya.

"Jangan tinggalkan aku... Jangan menghilang..." Ucap Elvina, sebelum akhirnya ia tertidur dalam beberapa detik saja.

"Aku yang seharusnya mengatakan itu, El. Aku yang menyaksikan kamu menghilang seperti debu tertiup angin di pangkuanku." Ryuu mencium kening Elvina, lalu memeluknya dan tertidur.

Tenda menghangat saat cahaya matahari yang sudah meninggi, melenyapkan kabut di sekitar tenda. Elvina terbangun oleh terang di dalam tenda. Ia mengingat kejadian semalam dan melihat di sampingnya tak ada Ryuu.

"Ryuu?"

Elvina keluar dari tenda. Di luar pun tak ada.

"Ryuu!" Ia meneriakkan nama itu. Mengelilingi tenda, mengitari sekitar kavling, ke kamar mandi hingga memasuki hutan sambil terus meneriakkan nama suaminya. Tiba-tiba cahaya matahari menghilang dan kabut pekat turun dengan cepat. Panik. Ia ketakutan. Terus berjalan tanpa memperhatikan medan yang membuatnya jatuh berkali-kali. Ia berteriak dan menangis sambil terus mencari suaminya. Tidak menyadari ada akar besar yang menghadang kakinya, Elvina terjatuh. Bukk!

Ia terbangun lagi. Di dalam tenda. Mimpi! Hanya mimpi! Keringat bercucuran. Elvina melihat suasana yang tadi ia lihat. Tenda yang hangat. Ia masih ketakutan. Ia mengumpulkan keberanian untuk melihat ke sampingnya. Ia benar-benar berharap mimpi tadi tak menjadi nyata. Tapi, suaminya tak ada disana.

"Ryuu!!!" Teriaknya disertai kepanikan.

Ryuu segera masuk ke tenda dan menghampiri Elvina. Memeluknya. Gadis itu membalas pelukannya dengan sangat erat.

"Ada apa, El?"

"Jangan menghilang. Aku bermimpi kamu menghilang."

"Tidak, El. Ini aku. Nyata. Ini bukan mimpi. Aku tidak menghilang." Ryuu menenangkan istrinya. Setelah agak tenang Ryuu perlahan melepaskan pelukannya dan menatap lekat wajah istrinya. Kedua mata Elvina sembab.

"Kamu bawa kaca mata hitam?"

"Tak tahu. Kamu yang membereskan barang-barangku."

"Benar juga. Tapi sepertinya di mobil ada kacamataku."

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang