15 - Apakah kamu dari tahun 2023?

1.8K 215 0
                                    

Sekitar pukul lima sore mereka tiba di kavling perkemahan yang sudah dipesan oleh Ryuu. Tenda berukuran besar dengan dua kompartemen sudah berdiri disana beserta perapian. Ia melirik pada Ryuu. Sekitar dua puluh meter dari tenda mereka terdapat tiga kamar mandi yang tentunya tak akan ada yang menggunakan, karena kavling yang ini sudah ia sewa. Ryuu menyimpan ransel dan beberapa barang mereka ke dalam tenda, tepatnya di kompartemen luar.
"Aku kira aku harus memasang pasak."
"Masa aku membiarkan madam Wibawa membangun tenda." Ujar Ryuu datar, "Kita hanya satu malam disini. Besok sore kita pindah ke Lakeside."
"Apa itu?"
"Hotel. Di sebelah selatan bumi perkemahan ini." Ujar Ryuu, sambil menyodorkan jaket pada istrinya.
"Cih. Dasar. Ujung-ujungnya hotel. Jaketmu mana?"
"Ada. Nanti saja. Yuk kita siap-siap bakar-bakar makanan."
Pada akhirnya Ryuu yang mempersiapkan panggangan dan bahan-bahan yang dibawa. Ia juga yang memasak dan Elvina hanya menonton sambil sedikit demi sedikit membantu.
Matahari sudah menghilang dan kabut mulai turun. Suara air sungai menambah syahdu suasana malam. Tak ada suara lain selain suara alam dan kayu yang terbakar. Sambil menikmati makan malam, Elvina dan Ryuu duduk berdampingan di depan api unggun. Ia mempersiapkan berbagai macam pertanyaan tentang suami hebatnya itu. Ia merasa, masih belum mengenal suaminya.
"Apa yang ingin kamu tahu, El?" Tanya Ryuu yang sudah selesai dengan makannya.
"Hmm... Banyak, Ryuu. Aku merasa tidak asing padamu, tapi... Bagiku kamu cukup misterius." Mendengar itu Ryuu tersenyum simpul.
"Aku hanya orang biasa. Tidak ada yang istimewa."
"Cih. Orang biasa yang merupakan CEO perusahaan raksasa di negeri ini dan membelikan istrinya jam tangan seharga mobil mewah keluaran Jepang. Kamu sehat?"
"Aduh masih ingat aja, bu." Ryuu tertawa, "Aku sangat menghargaimu, El. Menurutku, jam itu masih terlalu murah untuk kamu pakai."
"OK, Stop. I'm flattered."
"Oke. Oke. Sejak kecil aku tidak terbiasa dengan kemewahan. Aku dan Yuki." Ryuu menyodorkan segelas coklat panas pada istrinya.
"Terima kasih." Bisik Elvina.
"Saat kelas empat SD, aku berteman dengan anak dari SD negeri yang tak jauh dari sekolahku. Ahmad namanya. Dia anak yang tidak mampu, jika mampu itu hanya sebatas finansial. Tapi bagiku dia adalah anak sangat mampu." Elvina melihat tatapan Ryuu yang terpaku pada api unggun, "Ahmad adalah dunia baru bagiku pada saat itu. Aku diajaknya keliling kampung dan rumahnya. Ah, dia tinggal di pinggiran sungai. Yang luas rumahnya hanya setengah dari kamar mandiku di rumah yang lama. Ia tinggal bersama ibunya dan dua adiknya. Aku pernah bertanya padanya, kemana ayahnya. Karena kulihat ibunya sibuk membuat gorengan untuk dijual oleh Ahmad dan adik-adiknya. Ahmad bilang, ayahnya mati dibunuh oleh mandor di tempatnya bekerja." Ryuu membuang nafas perlahan, "Hal itu terjadi karena ayahnya yang saat itu sedang sakit, tak sengaja merusak lampu kristal saat akan dipasang. Sang mandor kesal dan memukulinya. Ia tidak membunuhnya. Sebetulnya salah ayah Ahmad yang memaksa bekerja padahal ia sedang sakit keras. Ah, El, mengingat itu hatiku sangat sakit. Mengingat seorang ayah yang memaksa datang bekerja saat sakit. Karena jika tidak, anak dan istrinya tak akan bisa makan."
Sejenak Ryuu terdiam.
"Lalu bagaimana dengan mandornya?"
"Ia menjelaskan kejadiannya pada pemilik rumah. Ia menerima hukumannya dan menyerahkan diri ke polisi. Seandainya si mandor menceritakan sejak awal, tak perlu ada korban, karena ternyata pemilik rumah tidak mempermasalahkan perihal lampu itu. Tapi aku memahami apa yang dipikirkan mandor itu. Kehidupan di luar pagar rumah papa itu ternyata seperti itu." Ryuu sempat memakaikan kupluk rajut ke kepala Elvina, "Kembali ke Ahmad. Aku mulai membantu Ahmad saat ibunya jatuh sakit. Bukan membantu dengan meminta uang ke papa, tapi aku membantunya bekerja. Pada waktu itu, tanpa sepengetahuan orangtuaku, aku bekerja di pabrik keripik rumahan tempat Ahmad bekerja."
"Usia SD kamu bekerja?" Ryuu mengangguk.
"Bahkan setelah ibu Ahmad sembuh, aku melanjutkan bekerja. Ketagihan. Rupanya mencari uang sendiri itu menyenangkan."
"Apa papa tidak tahu?"
"Sampai sekarang papa tidak tahu, El, karena dulu, ojiisan yang membantuku. Setahu papa, jika pulang malam, aku berada di rumah ojiisan dan kadang sampai menginap."
"Ojiisan itu ayahnya mama kamu ya?"
"Hm."
"Lanjut, Bos." Ryuu tertawa.
"Ya, sejak saat itu aku menghabiskan waktu untuk belajar dan bergaul di lingkungan Ahmad. Banyak sekali pelajaran yang kuambil dari mereka. Persaudaraan, kerja keras dan keluarga. Meskipun keluargaku baik-baik saja. Tapi mereka itu mengajariku apa arti bersyukur yang sebenarnya."
"Lalu, Ahmad dimana sekarang?" Tanya Elvina menghadirkan mendung di kedua mata Ryuu.
"Sudah meninggal. Dua tahun yang lalu. Sakit. Rian itu adik bungsunya. Adik keduanya tinggal dengan ibunya dan sudah menjadi guru PNS di sekolah dasar."
"Oh..."
Ryuu tidak menceritakan bagian dimana ia yang memberikan mereka sebuah rumah di pedesaan dimana Aan, adik Ahmad, itu bekerja. Ryuu merahasiakan penyebab kematian Ahmad, yang sebenarnya meninggal karena menyelamatkan nyawanya.
"Mengapa Rian memilih bekerja denganmu?"
"Ah anak nakal itu. Aku pernah menyekolahkannya di sekolah tinggi informatika. Tapi dia bandel dan sering membuat masalah. Aku hampir mengirimnya ke luar negeri. Tapi ia memohon-mohon padaku untuk tidak menyekolahkannya lagi." Elvina tertawa, "Ya, dia benci sekolah, El. Dia memilih menjadi supir dan menjadi asisten. Tapi dia juga jenius, El. Seperti Asep, dia menguasai IT."
"Ah, pantas saja. Oh iya, aku ingin tahu, berapa kamu menggaji mereka?"
"Siapa?"
"Rian, Asep dan lain-lain."
"Oh. Mulai dari UMR. Tapi Rian sudah diatas UMR."
"Wow oke. Anda seorang filantropi rupanya." Komentar Elvina. Ryuu tertawa.
"Bukan, El. Aku hanya menghargai mereka yang berdedikasi."
Setelah itu Ryuu menceritakan semua pengalamannya di dunia kerja saat masih anak-anak dan remaja. Ia bahkan menceritakan tentang Yuki yang tertular olehnya, hingga akhirnya pada saat usia Yuki 13 tahun, gadis itu berhasil menerbitkan 6 seri komik fantasi karangannya. Hal itu mencengangkan bagi Elvina.
"Hebat ya Yuki. Lalu, Kenji orang seperti apa?"
"Hmm.. Dia anak manja. Meskipun usianya terpaut jauh dariku, tapi untuk kedewasaan, aku lebih baik baik daripada Kenji. Ia selalu berfoya-foya dan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Sebenarnya aku tidak terlalu suka membicarakan Kenji, El."
"Hmm.. Baiklah." Padahal ia sangat penasaran dengan kisah cinta Ryuu. Tapi, membicarakan Kenji saja sudah tidak mau, apalagi membicarakan mamanya Haku.
"Ada apa?" Ryuu melihat Elvina yang panasaran namun ragu-ragu, "Kamu ingin tahu tentang ibunya Haku?" Goda Ryuu. Apa dia bisa membaca pikiranku? Pikir Elvina sambil tersenyum, "Apa yang ingin kamu tahu? Aku hanya akan menjawab pertanyaanmu." Ujarnya dingin.
"Kenapa kalian bercerai?" Pertanyaan itu membuat Ryuu tersentak. Ah, benar, Elvina belum tahu. Bodohnya aku. Keluh Ryuu dalam hati.
"Maafkan aku, tidak menceritakannya sejak awal. Kupikir kamu tidak peduli."
"Gak nyambung, Bos." Ujar gadis itu.
"Aku tidak pernah menikah dengan Anisa, El."
Uhuk. Uhuk. Elvina tersedak, karena ia sedang meminum coklatnya saat mendengar itu. Ryuu menepuk-nepuk punggung istrinya, hingga agak mereda.
"Jadi kalian... Emh Anisa hamil diluar nikah?" Ryuu tertawa.
"Bukan. Bukan. Bukan begitu. Maafkan aku. Benar-benar aku yang salah." Ryuu menahan tawanya.
"Apa sih, Ryuu?"
"Baik. Akan kuceritakan, Madam."
Ryuu menceritakan awal pertemuannya dengan Anisa yang usianya lebih tua dua tahun darinya. Ia melihat Anisa untuk pertama kalinya saat gadis itu mengulang mata kuliah yang sama dengan Ryuu. Pada sebuah proyek, mereka tergabung dalam satu grup. Merasa banyak memiliki kesamaan, Ryuu yang sebelumnya tak pernah memiliki perasaan khusus pada perempuan itu jatuh cinta pada Anisa, yang perhatian padanya, untuk pertama kalinya. Perlu hampir dua tahun bagi Ryuu untuk mendekati Anisa hingga ia berani mengungkapkan perasaannya. Bak gayung bersambut, Anisa pun kemudian menyukainya. Keduanya saling jatuh cinta. Dua tahun mereka bersama, Ryuu tidak pernah menyentuh Anisa, selain memegang tangannya.
"Serius, Pak? Secantik itu kamu biarkan?" Tanya Elvina. Ryuu mengusap wajah istrinya dengan sedikit kesal, "Lanjut, Bos."
Ryuu melanjutkan kisahnya. Setelah dua tahun berpacaran, akhirnya Ryuu membawa Anisa ke rumahnya. Disana ia berkenalan dengan Kenji yang lebih mudah akrab. Tidak pendiam seperti Ryuu. Mereka bertiga sangat dekat. Rupanya Anisa merasa lebih cocok dengan Kenji yang menurutnya bisa memahami apa yang ia inginkan tanpa menanyakan terlebih dahulu kepadanya. Ryuu sudah mulai menyadari hal tersebut. Namun berkali-kali Kenji memberitahunya bahwa Anisa sudah seperti Yuki baginya. Pada saat itu Ryuu mempercayai kakaknya, karena meskipun anak manja yang suka berfoya-foya, Kenji adalah orang yang dapat dipercaya. Selain itu, Kenji adalah pemimpin yang cukup Handal di HS Holdings. Ia merupakan seorang yang profesional.
Ucapan Kenji memang benar adanya. Bukan Kenji yang mendekati Anisa, tapi sebaliknya. Anisa tahu apa kelemahan Kenji. Saat Ryuu magang selama delapan bulan di Hokkaido, saat itulah perasaan Anisa pada Ryuu semakin terkikis. Dengan jujur Anisa memberitahu Ryuu bahwa karena jarak dan waktu, perasaannya pada Ryuu sudah berubah.
"What?" Gadis itu tak tahan untuk memotong cerita Ryuu, "Dan kamu biarkan?"
Ryuu mengangguk, "Aku harus bagaimana memangnya? Memaksa orang yang sudah tidak mencintaiku untuk terus bersamaku?" Itulah jawaban Ryuu, yang merupakan pertanyaan tapi tak bisa dijawab oleh Elvina.
"Lalu?"
"Memang butuh waktu bagi Anisa untuk mendekati Kenji. Namun di bulan kelima masa magangku, Kenji menyusulku ke Jepang."
"...?"
"Ia menceritakan sesuatu kepadaku, bahwa Anisa mendekatinya dan lama-kelamaan jatuh cinta pada Anisa." Elvina mendengus, "Dan pada saat Kenji memberitahuku, ia mengatakan bahwa Anisa sedang mengandung anaknya." Tambah Ryuu. Dingin. Tanpa sadar Elvina meremas tangan Ryuu dengan kuat, hingga Ryuu menoleh padanya. Mereka saling menatap. Seraya cengkraman itu terlepas, tubuh gadis itu bergetar. Menahan amarah yang tiba-tiba muncul. Ia tertunduk.
Why were you so cruel, God? To me, to him. Apakah Ryuu pantas mendapatkan semua itu? Apa salahnya? Kegeraman itu ia lontarkan dalam hati.
"Jadi Haku itu?" Anak Kenji? Bukan anak kandung Ryuu? Begitulah terusan pertanyaan yang tidak Elvina keluarkan. Ryuu mengangguk. Gadis itu menutup mulutnya yang menganga, lalu ia memeluk suaminya sambil menangis. Sesaat Ryuu membiarkan Elvina menangis.
"El..."
"Maafkan aku, Ryuu. Maafkan aku." Elvina mengingat pandangan buruknya tentang Ryuu sebagai ayah.
"Untuk apa, El? Tidak ada yang perlu dimaafkan. Madam gak nyambung." Ryuu meniru ucapan istrinya.
"Aku tidak tahu bebanmu seberat itu. Maafkan aku selalu menilaimu sebagai ayah yang buruk, Ryuu." Tangisnya kini semakin seperti anak kecil. Mendengar itu Ryuu tersenyum sambil mengusap kepala Elvina dengan lembut. Mencoba menenangkan.
Sementara Elvina sibuk membayangkan seorang Ryuu yang harus menerima Haku, setelah anak itu ditinggalkan oleh ibunya. Ia merasa tak heran, jika Ryuu mengatakan tidak mempercayai cinta. Cintanya mengkhianati dan membebani hidupnya. Ia pikir Rivan dan Helen sudah paling bajingan. Rupanya yang lebih jahat dari mereka pun ada. Semakin erat ia memeluk Ryuu.
"Hush, darling, hush..." Bisik Ryuu lagi.
Tak perlu ada kata cinta diantara kita, Ryuu. Aku tak membutuhkannya sama sekali. Aku mengerti satu kata itu akan membuka lukamu. Ucapnya dalam hati.
"Tidak apa-apa, El. Aku tidak pernah tersinggung dengan ucapanmu. Toh bagi Haku, aku belum menjadi ayah yang baik."
"Mengapa kamu mau merawat Haku?" Elvina melonggarkan pelukannya dan duduk di atas pangkuan Ryuu hingga mereka berhadapan. Mereka sudah sering melakukan hal yang lebih dari itu, tapi Ryuu masih sering merasa canggung dengan hal-hal yang dilakukan Elvina.
"Jika bukan aku, siapa yang mau, El? Papa sudah marah pada Kenji saat ia tahu anak kesayangannya itu menghamili Anisa. Lalu Anisa meninggalkan anaknya. Terkadang papa masih memperlakukan Haku dengan berbeda."
"Oh aku mengerti... Tapi, kapan Kenji meninggal?"
"Sebulan sebelum Anisa melahirkan."
"Ya Tuhan... Pelik sekali kisahnya, Ryuu."
"Begitulah..."
"Kamu memaafkanku kan?" Elvina meletakkan kedua tangannya di kedua pipi Ryuu, "Eh tadi kamu bilang tak ada yang harus dimaafkan kan ya?"
"Kapan aku bilang seperti itu? Siapa yang memaafkanmu?" Ryuu balik bertanya dengan wajah dingin.
"Tidak lucu, Bos."
"Apa aku terlihat sedang melucu, Nona?" Tanya Ryuu dengan tatapan seorang penginterogasi. Kedua tangan itu menutup mata Ryuu. Kemudian Ryuu tertawa, "Mudah sekali diintimidasi."
"Hanya olehmu. Catat." Balas Elvina.
Ryuu mengambil kedua tangan Elvina yang menutupi matanya. Ia kini menggenggamnya.
"Apa masih ada yang ingin ditanyakan, Nona?"
Elvina menggeleng.
"Apakah kamu kesal?" Tanya Ryuu lagi. Istrinya mengangguk, "Mengetahui Haku bukan anak kandungku, apakah kamu akan berubah pada Haku?" Beberapa detik Elvina terdiam, lalu menggeleng.
"Anak-anak tidak seharusnya menanggung kesalahan orangtuanya, Ryuu... Tapi... Apakah Haku mengingatkanmu pada Anisa?" Ryuu tersenyum.
"Tentu saja. Dia kan ibunya. Tapi aku lebih mengingat Kenji daripada Anisa. Dia mirip sekali dengan ayahnya."
"Apa aku perlu berhati-hati pada Anisa?"
"Hmm..." Ryuu pura-pura berpikir.
"Ingat, Tuan, kamu hanya milikku."
"Iya, Nona. Aku ingat. Jangan khawatir." Tiba-tiba Ryuu teringat sesuatu, "Oh ya, apa kamu ingat malam saat pertama kali kita..." Ryuu tidak melanjutkan kalimatnya.
"Iya. Waktu ada yang memberimu obat?"
"Iya. Tebak, siapa salah satu penjebakku?"
"Pak, aku tidak tahu Anda bergaul dengan siapa saja dan siapa kompetitor-kompetitor bapak. Bagaimana aku tahu?"
"Helen."
Tersentak gadis itu mendengarnya. Lalu mendengus dan tertawa kecil, "Baguslah. Bajingan dengan pelacur. Pasangan yang serasi." Ucapnya, "Tapi untuk apa kamu dijebak?"
"Biasa. Salah satu kompetitor kotor." Elvina mengangguk-angguk.

"Apa yang kamu lakukan pada mereka?"

"Aku sudah mengurus otaknya. Tapi Helen, akan kuberikan sedikit kejutan."
"Ck ck ck... Bapak ini..."

"Aku bos-nya, Madam."
"Oh ya ya, lupa. Eh ada lagi yang membuatku penasaran, Pak. Mengapa kamu selalu berubah menjadi dingin begitu berhadapan dengan perempuan lain?" Pertanyaan itu membuat Ryuu heran.
"Begitukah?" Elvina mengangguk, "Masa? Aku tidak pernah menyadarinya, El."
Akhirnya Elvina menjelaskan secara detail sikap-sikap Ryuu di beberapa tempat yang mereka pernah datangi bersama. Tapi Ryuu masih tidak percaya, sedetil itu Elvina memperhatikannya. Tapi ia menggeleng.
"Jika benar seperti itu, aku sungguh tak tahu." Elvina tersenyum.
"Baiklah, Ryuu."
"Tidak akan tidur, El? Ini sudah hampir tengah malam."
"Kalau mau tidur di rumah saja, Pak. Bapak tidak sadar langit di atas kita indah sekali?" Gadis itu menunjuk ke langit.
Benar saja. Sangat bersih memamerkan gemintang yang indah. Ryuu menyadari, malam ini ia teralihkan oleh istrinya. Ia tersenyum.
"El." Panggilnya lembut, "Bolehkah aku bertanya satu kali lagi tentang Rivan?" Mendengar itu Elvina terdiam sejenak. Hal itu memang membuat Ryuu penasaran selama ini. Akhirnya Elvina mengangguk, mengiyakan, "Apakah hanya karena alasan perselingkuhan, kamu membatalkan pernikahanmu?"
Kali ini Elvina diam cukup lama.
"Tidak perlu kamu jawab, jik--"
"Tak apa, Bos." Potong Elvina, "Bukan hanya karena itu. Tapi kamu akan menganggapku gila jika aku menceritakannya." Ryuu mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Elvina. Ia mencurigai sesuatu.
"Apakah aku akan begitu?" Tanya Ryuu sambil menyibak rambut Elvina.
"Tak tahu."
"Kenapa tidak mencobanya?"
"Oke. Siap ya..." Ryuu tersenyum, "Apakah kamu percaya, jika aku mengatakan bahwa saat ini adalah kehidupan keduaku?"
"Reinkarnasi? Aku sangat percaya reinkarnasi, El."
"Bukan. Bukan begitu maksudku. Aduh bagaimana ya..."
"Apakah kamu kembali dari tahun 2023?"
Dengan sangat terkejut, Elvina menatap Ryuu yang sangat santai. Sementara tenggorokannya sendiri tercekat. Ia tak bisa mengatakan apapun.
Sepertinya aku benar... Ucap Ryuu dalam hati. 

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang