Vote dulu baru baca. Oke?!
Langkah kaki mereka terus beriringan dengan putaran roda brankar yang membawa Icha menuju ruangan medis. Tidak begitu lama disusul satu pasien yang kian melemah diatas brankar, tak lain dan tak bukan dari Arif. Kedua pasangan itu dilarikan ke rumah sakit yang sama, dengan sakit yang berbeda.
Mereka berpisah arah, Icha terus dibawa memasuki koridor spesialis kandungan, sedangkan Arif terhenti diruangan bertuliskan UGD.
Setelah sampai Icha di masukan kedalam ruangan yang sudah ada dokter didalamnya. Seperti rumah sakit pada umumnya, bagian kinerja rumah sakit melarang keluarga pasien turut kedalam menyaksikan tugas Dokter. Karena hal itu dapat mengganggu konsentrasi dan bisa berakibat fatal.
Suryo, Cahya dan Eca setia menunggu keadaan Icha lebih lanjut, apakah ia baik-baik saja? Seribu pertanyaan terus berputar di otak mereka. Kadang, hal yang tak diinginkan tiba-tiba terlintas difikirannya.
Eca merengkuh tubuh ibunya yang sudah lemah sejak mendengar kabar buruk dari ayahnya. Sementara ayahnya-Suryo terus mondar-mandir didepan pintu ruangan kakaknya. Raut cemas tergambar diwajah yang sudah mengeriput itu.
Hati Eca berdesir, membayangkan berada di posisi kakaknya. Ia mengetahui bahwa kakaknya orang yang kuat menghadapi ujian datang silih berganti. Tapi tetap saja ia tak tega dengan penderitaan yang dialami kakaknya."ICHA" panggil Cahya pelan, suaranya bergetar. Eca melepaskan pelukan dari wanita dihadapannya, kedua tangannya menampung pipi ibunya sambil berkata "Semua akan baik-baik saja Ummi"
Walau ia tak begitu percaya atas ucapannya, bagaimana pun juga ia harus optimis. Do'a merupakan kunci dari segalanya, dan jika Allah berkehendak tidak ada yang bisa melarangnya.
Berbeda dengan ruangan Icha yang sudah ada beberapa keluarga menunggu diluar. Diruangan Arif tampak sepi tidak ada satu orang pun berada disana kecuali para tim medis yang bekerja didalam.
Eca izin keluar kepada Ayah dan Ibunya dengan alasan ingin ke kantin, padahal tujuan utamanya adalah menjenguk Arif, abang iparnya.
Eca mendongak ke jendela berharap menemukan sedikit banyaknya sorotan mengenai kondisi Arif. namun mustahil, dibalik jendela ada gorden tipis yang menjuntai membuat Eca tidak bisa melihat jelas kedalam.
Ia mengalihkan penglihatannya ke pintu yang sudah terbuka lebar. Menampilkan sosok Dokter berdiri diambang pintu.
"Ibu keluarga pasien?" tanya Dokter menghampiri
"Iya Dok" balas Eca
Sebelum menceritakan, Dokter ber-name tag Eko itu menarik nafas terlebih dahulu.
"Pasien belum sadarkan diri. Telah terjadi telangiektasis, yaitu penyumbatan pembuluh darah di area wajahnya" papar Dokter
"Terus apa yang harus kami lakukan Dok?"
"Sebenarnya ada tiga pilihan yaitu terapi laser, skleroterapi hingga operasi. Lebih baik saya menyarankan untuk terapi laser saja. Selain proses pemulihannya singkat, terapi ini termasuk cara yang mudah" jelas Dokter
Eca manggut-manggut kemudian kembali menyusul keluarganya.
Eca mengerutkan dahinya saat melihat Ayahnya terduduk lemas dengan air mata bercucuran. Terlebih Ibunya menangis tersendu-sendu menutupi wajahnya menggunakan ujung khimar.
Eca mempercepat jalannya untuk sampai ketempat dimana kakaknya dirawat.
"Ada apa Bi?" Eca menyentuh lengan Abinya menanyakan apa yang membuat kedua orang tuanya menangis.
Suryo menggeleng. Ia merubah mimik wajahnya semula sedih menjadi marah, tangannya mengepal. Dinding Rumah Sakit menjadi pelampiasan kemarahannya.
Eca yang tidak mengerti meminta jawaban kepada Ibunya. Ia mengusap pelan bahu Ibunya, sampai Cahya menjelaskan sesuatu yang telah menimpa Anaknya.
Eca tercengang tidak percaya, apakah ia salah dengar? Atau ini cuma mimpi belaka?
"Ya Allah kasihan sekali mbak Icha. Dia telah kehilangan buah hatinya" Eca menghapus cepat air mata yang mulai menetes.
 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄
Metta mengambil alih mobilnya dari Arif. Berhubung tidak ada orang yang ditemukannya dari rumah tersebut, ia melajukan mobilnya menggunakan kunci cadangan yang selalu ia bawa kemana pun pergi.
Ia mengarahkan mobilnya ke polsek tempat dimana Kakaknya ditahan. Ia duduk diruang tunggu, sesekali matanya melihat seisi pemandangan yang mengerikan. Satu ruangan diisi banyak tahanan dengan berhimpit-himpitan. Sudah pasti menderita berada sana. Membayangkan saja ia tak kuat apalagi harus mencobanya, sudah dipastikan ia mati membusuk di dalam.
"Ngapain lo?" suara Shella mengagetkan lamunan Metta
"Eh nggak. Gimana kabar lo kak?" tanya Metta basa-basi
Shella mengangkat bahunya acuh "Ya seperti yang lo liat"
"Kak, gue mau mundur dari perintah lo"
Pernyataan Metta membuat Shella kaget bukan kepalang.
"Nggak bisa, kita udah buat kesepakatan bersama" Shella menggeleng menolak permintaan Metta.
"Tapi gue gak sanggup. Semenjak nurutin kemauan lo hidup gue penuh dengan masalah kak"
"Gue gak peduli apapun alasan dan masalah lo. Janji lo aja belum lo ditepatin" ucap Shella
Metta memutar bola matanya "Gue gak kan pernah janjiin sesuatu sama lo"
"Jangan berlagak amnesia sayang. Lo udah janji bebasin gue dari sini" jawab Shella mulai emosi
"Gue gak bisa bebasin lo" Metta bangkit melenggang pergi dari hadapan kakaknya. Pada saat itu Shella hendak mengejar Metta, Polisi berhasil mengamankannya. Ia terus mengumpat Adiknya dari balik jeruji besi.
 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄
TO BE CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Yang Tersakiti [Revisi]
De Todo[SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA FOLLOW AKUN INI] Apabila tidak sanggup mempertahankannya, maka lepaskanlah. Meskipun sulit. Namun itu lah yang terbaik untukmu. Tuhan memiliki cara tersendiri menyatukan serta memisahkan dua insan yang saling mencintai...