Sekuat apapun kau menggenggamnya. Jika dia tidak ditakdirkan untukmu, maka ia akan menjauh.
🕊🕊🕊
Gabungan Tim SAR menyusuri hutan pedalaman demi menemukan Shella, apakah ia selamat atau sebaliknya? Cukup banyak orang yang turun agar bisa memantau tiap-tiap belah hutan. Polisi mundur, ia membiarkan tugas itu diambil alih oleh yang berhak melakukannya.
Sesampainya di pos atau lebih tepatnya gubuk tempat dimana tahanannya berada. Polisi cukup kaget mendengar kabar bahwa Fatur telah menghembuskan napas terakhirnya lima menit lalu. Ternyata tembakan tersebut bisa berakibat fatal, polisi memutuskan untuk membawa jenazah Fatur untuk melakukan autopsi. Guna mengetahui lebih detail kematian Fatur. Tidak lama kemudian sebuah teriakan menggema dari arah bawah. Tim SAR saling teriak menginfokan mayat Shella sudah ditemukan, sangat tragis kematiannya. Ada bekas tancapan di punggung Shella, tubuhnya kian memucat dan membiru. Aroma busuk mulai tercium, padahal mayatnya belum berhari di tempat ini. Tapi bau busuk mengusik alat penciuman. Anehnya lagi, Polisi sempat melintasi wilayah itu namun tidak menemukan Shella disana. Apa mereka kurang teliti? Benar-benar misterius.
Dua jenazah itu diangkat. Akan dilakukan autopsi, selanjutnya menghubungi keluarga keduanya untuk proses pemakaman. Untuk Agus, kali ini polisi melepaskannya. Suesudah itu ia akan menjadi buronan.
────────────
Rumah bercat coklat itu begitu hening. Arif meneguk setengah gelas susu buatan wanita yang mengaku sebagai istrinya. Kemudian ia menghampiri wanita itu sambil membawa gelas digenggamanya.
"Sepertinya aku tidak menyukai susu." papar Arif, ia merasa lidahnya melakukan penolakan saat dituang susu kedalam mulutnya.
Memang benar! Ia bukan penikmat susu. Teh lah minuman tepat untuknya. Sewaktu menikah dengan Icha, Icha tidak pernah menyuguhkan susu kepadanya. Karena ia tahu suaminya itu tidak menyukai minuman putih tersebut.
"A aku lupa mas" jawab wanita itu gugup. ia menyadari ternyata Arif tidak suka susu.
"Lupa?" ulang Arif. Ia memaksakan otaknya berpikir keras, ada selintas reka ulang memori yang terpaut diingatannya
"Icha?" Nama itu terngiang ruang ingatannya.
"Kamu siapa?" tanya Arif. Kepalanya terasa berat sekali sehingga ia bertumpu di dinding.
"A..aku Metta sayang. Istri kamu" lagi-lagi ia gugup.
"Metta?"
"Terus Icha siapa aku?" tanya Arif, lantaran nama yang tabu didaya pikirnya hanya itu.
"Haa? Icha" Metta tampak mencari jawaban yang pas, jangan sampai ia menyesali perkataannya karena salah berbicara.
Saat ia hendak menjawab atas pertanyaan Arif. Mendadak handphonenya berbunyi, ia tersenyum kepada Arif seraya mengangkat benda yang sudah ada ditangannya.
"Ya hallo"
" "
"Iya benar, saya keluarganya"
" "
"Apa?" Metta terperangah, mungkin ada sesuatu yang membuatnya begitu kaget. Kemudian telpon itu terputus. Ia menggeleng cepat setelah mendengar informasi menyangkut kakaknya.
Alis Arif tertaut heran memandang Metta. Kemudian ia menanyakan perihal yang Metta tangkap disambungan seluler tadi.
"Kenapa? Apa kau baik-baik saja?" Arif mengulurkan tangannya sebagai penyangga untuk Metta berdiri
"Aku ada keperluan mendadak. Kamu aku tinggal sebentar tidak apa-apa kan?!" belum lagi mendengar jawaban dari mulut Arif, Metta meninggalkannya begitu saja.
Sementara didalam kamar Icha merenung seorang diri, bernala-nala tentang nasib kehidupannya. Ibarat sudah terlanjur menginjak duri, apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Membiarkan duri tersebut menempel ditapaknya? Atau berlari menjauhi duri itu agar tidak terlalu banyak memakan luka.
Laki-laki yang ia anggap bisa membimbing dirinya menggapai Jannah ternyata berbanding balik dari apa yang ia harapkan. Ia telah salah memilih dan memilah pasangan yang baik untuknya.
Icha mendesah. Memikirkan hal ini sendirian memang tidak ada ujungnya, ia membutuhkan motivator sebagai jalan keluarnya.
Tok.. Tok..
Pintu diketuk dua kali oleh wanita paruh baya, buru-buru Icha menyahutinya dari dalam.
"Nak. Ada yang mau bertemu sama kamu, orangnya lagi nunggu tuh di ruang tengah" jelas Cahya memberitahukan.
Pintu terbuka sedikit. Icha menyembulkan kepalanya langsung saja dilarang Umminya karena tamu tersebut adalah laki-laki.
"Hah? Siapa sih" Icha memasang khimarnya, dalam sekejap jantung berdebar tak karuan.
"Jangan buat Icha deg-degan deh Ummi" rengek Icha, ia takut orang yang datang ke rumahnya tak lain dari Arif. Saat ini ia enggan melihat wajah lelaki tersebut.
Icha bergerak mendekati makhluk yang duduk memunggunginya, postur badannya terlihat jelas bahwasannya itu bukan Arif. Lalu siapa?
Pemuda itu menolehkan kepalanya kemudian tersenyum manis, manis sekali. Andai hati Icha berlabuh ke hati yang benar. Mungkin sampai sekarang ini ia akan merasaka kebahagiaan. Bagaimana tidak, laki-laki itu sangat dekat dengan dirinya sebelum Arif hadir mengusiknya. Reno! Objektif penumpah keluh-kesah Icha. Objektif yang menyiman banyak cerita tentang Icha. Mulai dari Icha yang manja, terkenal nakal hingga berubah menjadi alim itu berkat siapa lagi kalau bukan Reno.
Reno merasakan gemuruh dibagian dadanya memuncak. Ia sangat merindukan seorang yang tidak mungkin bisa ia lupakan.
"Astagfirullah" Reno menampik segenap hatinya. Ia terlalu terbuai bisikan syaitan. Reno merubah ekspresi wajahnya seolah biasa-biasa saja.
Icha menduduki kursi berseberangan dengan Reno. Kepalanya sentiasa tertunduk, menjawab bila ditanya. Mengangkat kepala seperlunya.
"Kakak kapan balik?" akhirnya Icha yang bertanya. Sedari tadi hanya Reno yang menanyakan kondisinya.
"Kemarin. Sebenarnya bulan depan, tapi berhubung tugasnya libur di bulan ini jadi kakak menyempatkan untuk pulang"
Icha mengangguk. Keduanya sama-sama terdiam kembali. Terlihat kecanggungan dari wajah Icha dan juga Reno. Mereka membatasi diri, tidak ada lagi keakraban diantaranya. Faktor status sebagai penghalangnya.
"Kakak kesini sama siapa?"
Reno menunjuk dirinya "Kakak? Kerumah kamu sendirian, emangnya kenapa?
"Bukan" sergah Icha.
"Maksud Icha, kakak dari inggris sana bareng siapa?"
"Hmm.. Sama pesawat, pilot beserta penumpangnya" jawab Reno berkelakar membuat Icha tertawa menampilkan gingsulnya.
"Ah kak Reno. Gak lucu tau" tawa Icha terhenti
"Tapi ketawa kan? Oke. Ini jawaban yang jujur. Kakak balik dari sana sendirian. Emang kenapa?" Reno menyipitkan matanya menunggu balasan Icha
"Ohh.. Kirain sama wanitanya"
"Kalau wanitanya didepan kakak gimana?" jawab Reno. Sayangnya cuma dalam hati. Tidak mungkin Reno melontarkan kata tersebut sementara hati Icha hanya untuk suaminya.
"Nanti.. Tunggu aja ntar kakak kenalin"
Mulai mencair, itu lah kata yang menggambarkan pertemuan Icha dan Reno saat ini. Semoga seterusnya tetap hangat.
────────────
TBC
Berjodoh gak ya?
Gimana? Lebih suka Reno/Arif
Atau suka keduanya?(wkwk)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Yang Tersakiti [Revisi]
Aléatoire[SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA FOLLOW AKUN INI] Apabila tidak sanggup mempertahankannya, maka lepaskanlah. Meskipun sulit. Namun itu lah yang terbaik untukmu. Tuhan memiliki cara tersendiri menyatukan serta memisahkan dua insan yang saling mencintai...