Tangan Arif sudah mengambang seperti ingin melayangkan pukulan. Icha sontak kaget menutup kedua matanya sambil berteriak.
Arif mengepalkan tangannya kasar, aksi pukul itu tidak berhasil dilakukannya. Ia mencegah niatnya, seburuk-buruknya wanita ia tetap harus melindungi bukan malah bermain kasar.
Tubuh Icha bergetar, ia menangis dalam diam. Sifat plin-plan yang dimiliki Arif sangat tak disukainya, terkesan egois namun terkadang dalam sekejab bisa berperilaku manis.
Sekarang wanita dihadapannya menangis ketakutan, adakah rasa penyesalan dalam benaknya? Tak bisakah ia memohon maaf kepada istrinya? Ia pergi dari hadapan Icha yang masih menutup matanya. Itulah ego, dalam sekejab mampu merusak segalanya. Arif lebih mendepankan ego ketimbang nalurinya.
Cukup lama, Akhirnya Icha membuka matanya. Sesaat ia mengerjab mencari suatu objek yang hampir saja melukainya.
Tidak ada suaminya disana. Tangis yang sedari tadi ditahannya keluar pecah mengakibatkan kerongkongannya terasa perih.
Sakit! Satu kata yang mendefinisikan hati Icha saat ini. Tak peduli kemana suaminya pergi, hatinya benar-benar sakit.
Kenapa kebahagiaan yang baru saja ia dapatkan, cepat berlalu? Apa karena ia kurang pandai bersyukur sehingga Allah mencabut nikmat bahagia itu?
Icha menghapus sisa cairan bening yang sudah mengering dipipinya, ia bangkit dari sofanya. Perutnya sudah berbunyi berulang kali menandakan perlunya asupan gizi.
Samar-samar terdengar suara ketukan pintu, Icha menoleh kesumbernya sebelum menghampiri.
Baru saja melangkahkan kakinya, seorang wanita sudah nyelonong masuk menghampiri Icha.
"Mana Arif?" Ia celingukan mencari keberadaan Arif
"Kamu tidak ada etika dalam bertamu ya? Sebelum tuan rumah membuka pintu, tamu dilarang masuk kedalam" Ketus Icha
"Diam lo, gue tanya dimana Arif?" Matanya melotot
"Kamu siapanya Arif? Dan ada perlu apa?"
"Gue Metta, temen dekat Arif bisa dibilang hampir pacaran."
"Terus mau kamu apa?"
"Lo tuli ya, kan udah bilang gue mau ketemu Arif." ia menekankan suaranya
"Anda buta? Dari ada gak Arif disini?"
Ucap Icha lantang, kesabarannya sudah mulai habis menghadapi perempuan yang diketahuinya bernama Metta itu.Metta menarik jilbab yang belum sempat dibuka Icha sedari tadi. Ia merasa tertantang dengan keberanian Icha. Icha berusaha tegar menghempaskan tangan Metta dari jilbabnya. Bagaimana pun ia tidak boleh terlihat kalah dimata lawannya. Jika ia menangis kesakitan maka lawannya semakin bangga diatas penderitaan yang ia alami.
"Berani lo ngelawan gue? Ayo lawan!" tantangnya
"Sama kakak gue aja lo takut, apalagi sama gue" sambungnya
Icha berhasil menyingkirkan tangan Metta. Sebenarnya bisa saja Icha balik menyerang Metta, namun Icha tak suka bermain fisik apalagi sampai menciptakan luka disana.
Icha mengingat ucapan Metta yang baru saja keluar dari bibirnya
"Siapa yang anda maksud?" Tanya Icha
"Tak perlu tau. Suatu saat kakak gue dan gue akan maju kedepan menghabisi lo" ancam Metta
---------
Icha memijit pelan pelipisnya. Setelah perang mulut dengan Metta, tiba-tiba saja kepalanya mendadak pusing.
Benda pipih ditasnya bergetar menandakan ada pesan masuk, Icha membuka beberapa aplikasi sebelum menutupnya kembali. Ternyata hanya sms dari operator.
Dilain tempat
Arif berjalan seperti tak tahu tujuan. Ia jalan lurus melewati gedung menjulang tinggi, sesekali pandangannya mengarah meatas. Langit mulai gelap berganti warna semula biru menjadi keabuan. Diliriknya arloji menempel ditangan kirinya, sudah menunjukkan jam setengah enam. Sebentar lagi maghrib akan tiba, Penampilan acak-acakannya membuat orang disekitarnya merasa heran, kadang ada dari mereka berbisik satu sama lain menanyakan apakah laki-laki yang berjalan gontai itu gila?
Tanpa peduli disekelilingnya. Arif terus berjalan sampai menemukan tempat ternyaman baginya yaitu Mushalla.
Sebelum adzan dikumandangkan Arif merapikan penampilannya terlebih dahulu.
Semua melaksanakan sholat dalam keadaan khusyuk, tidak dengan Arif. Fikirannya melayang kepada istrinya.
"Pak, wajarkah rasa bosan muncul didalam rumah tangga?" Tanya Arif setelah berbincang ringan dengan Pak Abdul imam dimushalla tempat ia sholat.
"Wajar, semuanya pasti pernah merasakannya. Yang tidak wajar itu kamu pergi saat tidak mampu merobohkan bosan itu" Papar Pak Abdul
"Maksudnya pak?" tanya Arif tak mengerti
"Bahagia itu kita yang ciptakan. Banyak rumah tangga hancur karena tidak ada keharmonisan didalamnya, sebagai laki-laki sekaligus pembimbing seharusnya kita belajar buat mencairkan semua"
"Apalagi wanita mudah sekali hancur perasaannya, jangan sekali-kali kita sebagai suami mematahkan hatinya"
Ceramah pak Abdul membuat Arif bungkam. Apa hatinya mulai mersentuh dengan jawaban yang didengarnya? Atau malah sebaliknya, ego masih berkendali di otaknya.
-------
Keadaan Shella dibalik jeruji turut memprihatinkan siapa saja yang mengenalnya. Pipinya semakin tirus, tubuh idealnya berganti dengan kurus, matanya juga cekung. Jauh dari Shella sebelumnya yang terkesan glamour.
Adiknya kaget melihat kondisi fisik kakaknya, tidak ada lagi kata cantik jika dipandang. Tidak enak begitukah rasanya dipenjara. Mereka berpelukan, Sang adik menyemangati kakaknya. Ia janji akan mengeluarkan kakaknya dalam waktu cepat.
"Kakak mau kamu buat dia merasakan apa yang kakak rasakan"
pintanya berbisik, langsung dibalas anggukan dari adiknyaIa tersenyum miring menatap kepergian adiknya.
TO BE CONTINUE
Spesial double update🎉 jangan lupa vomment.
On ig:@_nurulamaliadaulay_
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Yang Tersakiti [Revisi]
Acak[SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA FOLLOW AKUN INI] Apabila tidak sanggup mempertahankannya, maka lepaskanlah. Meskipun sulit. Namun itu lah yang terbaik untukmu. Tuhan memiliki cara tersendiri menyatukan serta memisahkan dua insan yang saling mencintai...