15

12 3 0
                                    

Selamat membaca kisah ini!
Jangan lupa vote dan komen.

***

Kepulangan kemah kali ini benar-benar membuat Rania senang. Memborong piala dengan jumlah yang hampir mendekati angka sepuluh. Walau tidak keluar sebagai juara umum, tapi sekolahnya sudah menampilkan yang terbaik. Kesempatan pasti datang lagi di waktu yang akan datang.

"Ran, ini hebat banget. Gak nyangka bisa bawa pulang piala sebanyak ini," ujar Sasa dengan nada yang menggebu-gebu. Duduk sambil menunggu waktu kepulangan, mereka berbagi cerita dengan sesama anggota.

"Iya, Kak, sekolah kita hebat juga. Kirain gak bakal bawa piala," timpal adek kelas yang ikut bersuara.

"Kakak ngerasa hebat gak sih, kan bisa bawa anggota sebanyak ini. Tapi tanggung jawab besar banget, apalagi ini bawa nama sekolah," ujar Nana-anggota pramuka putri kelas satu.

"Pertama banget Kakak ngucapin terima kasih sebanyak-banyaknya sama kalian semua. Berkat kalian, Kakak punya anggota yang bisa dibawa untuk kemah," ujar Rania sambil menatap mereka satu-persatu. "Kakak itu gak ada apa-apanya tanpa kalian. Kemenangan ini emang karena Kakak yang ngelatih, tapi kalian juga emang punya potensi tersendiri. Jadi kemenangan ini adalah bentuk nyata dari latihan kita semua. Kalian hebat. Kakak bangga loh punya anggota hebat kayak kalian," sambung Rania lagi sambil tersenyum manis.

"Siap, Kak. Setelah ini pasti Kakak bakal jarang senyum lagi," ungkap salah seorang putra anggota sekolah Rania.

"Iya, pasti mukanya datar lagi. Terus galak juga," komentar lainnya.

"Kalo itu, Kakak gak janji ya. Lagian kalo ditegur pasti Kakak senyum kok, percaya deh," papar Rania. Dia memang orang yang sedikit terpengaruh oleh keadaan. Dia bersikap datar karena meneliti keadaan sekitar, tapi ketika seseorang senyum kepadanya, dia akan membalas tersenyum. Hukum alam itu.

"Iya-iya, gue doang yang kagak percaya," ujar Sasa dengan matanya yang sibuk memandang seorang lelaki di sebrang sana.

"Kak Sasa ya, matanya jelalatan terus," cibir anggota putri.

"Ya kalo punya doi di depan mata mah kudu diliat," ujar Sasa dengan mata yang sengaja dikedipkan pada anggota putri lainnya.

"Bucin akut dia tu, Dek, jangan ditiru," kata Rania menasehati anggota-anggotanya.

"Kak Rania padahal gitu juga loh."

"Gak apa dong, Kak, itu namanya bentuk kasih sayang. Kakak juga gitu 'kan, hayo ngaku."

"Nah loh, Ran, ngomongin gue terus. Padahal juga sama," cibir Sasa.

"Dih, mana ada ya, gue gak bucin kayak lo ya, Sa," ungkap Rania membantah.

"Trus kemaren-kemaren yang telponan ditenda siapa?"

"Trus kemaren-kemaren yang ngebantuin masak padahal udah tengah malam siapa?"

"Trus kemaren-kemaren yang kasi pinjam kacu sama cowok siapa? Padahal jelas-jelas Kakak mau lomba."

"Trus kemaren yang dikasi makanan lepas lomba sama cowok siapa?"

"Loh, kok pada nyerang Kakak sih. Itu tuh namanya ngebantuin temen yang lagi butuh bantuan, kan sesama manusia. Lagian juga udah tanggung jawab Kakak," bela Rania.

"Iya TEMEN, besok-besok jadinya DEMEN," tutur Sasa sambil melirik Rania.

"Ran," panggil seorang lelaki dengan postur badan tidak terlalu tinggi dan berkulit putih.

Rania yang merasa terpanggil pun berdiri menghampiri lelaki tersebut. Menjauhi lingkaran tempat duduk sebelumnya. "Eh iya," ujar Rania setelah berjarak dekat dengan sosok lelaki tersebut.

My (Idiot) ClassroomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang