- 21 -

15 3 2
                                    

Selamat membaca kisah ini!

***

Sebelum bulan September berganti dengan bulan setelahnya, ada satu berita buruk yang harus mereka lakukan. Berdiri di depan ratusan siswa di sekolahnya, dengan beberapa acara yang mereka pegang sendiri.

Latihan disetiap waktu ataupun di jam pelajaran yang kosong-terpaksa dikosongkan. Mungkin tidak semuanya yang benar-benar berpikir bahwa mereka harus tampil dengan baik, ada-sebagian-dari mereka yang tidak peduli bagaimana kelangsungan penampilan itu.

"Selama tiga tahun sekolah di sini, kayaknya ini pertama kalinya kita jadi pengisi muhadaroh," Sari berkata dengan tangan yang masih menyuapkan makanan ke dalam mulutnya melalui sendok.

"Penampilan perdana sekaligus terakhir. Keren banget," ujar Tata menoleh ke arah meja yang diduduki Sari.

"Lah iya, bener banget, Ta." Viona memotong dan bergabung dengan topik yang mereka bicarakan. Dia duduk di meja terdepan kelas-meja guru.

"Untung cuman sekali, kayaknya bakalan heboh deh," tebak Yena bergerak menuju tempat Viona.

"Udah deh, kelas kita kalo tampil beginian gak tau bisa beres atau enggak. Tau sendiri dalamnya gimana," canda Fika sambil menumpukan kepala dengan kedua tangannya di atas meja.

"Apalagi pas awal-awal MOS. Sumpah kelas kita paling gak tau diri," sambar Bila. Ketika kelas lain menampilkan yang terbaik sebagai bentuk kekompokannya, mereka tidak. Mereka tampil seadanya-bahkan saat hari H sang gitaris dicari mendadak-tidak dipersiapkan. Berakhirlah dengan dibantu panitia MOS.

"Kesel banget gue kalo ngingat waktu-waktu itu. Bikin darah tinggi para cowok kelas kita," ungkap Melisa. Percayalah, perempuan di 3A5 seperti memiliki dua jenis kelamin. Mereka serba bisa.

"Iya? Wah, gue rugi banget gak tau ya. Gue pindah ke 3A5 waktu kelas 1 semester dua," terang Fia. Dia murid pindahan dari kelas lain.

"Masih juga ngingat momen MOS, heran gue sama kalian," ujar Kai. "Lupain aja lah, lagian juga kalian tampil ujung-ujungnya," sambungnya lagi dengan merapikan anak rambut yang mengenai wajahnya.

"Apalagi waktu lomba paduan suara di panggung. Malu banget gue kalo ingat itu," tambah Rania yang membuat suasana flashback semakin terasa.

"Udah gue lupain ya, Ran. Dan sekarang lo ngungkit lagi," kesal Bila. Dia sangat malu ketika mengingat momen itu.

"Suaranya gak nyampe pas nada tinggi. Aduh, mana gue di tengah," ucap Kai sambil tertawa.

"Cuman gue sama Ila yang bersuara, itupun nadanya gak tau lari ke mana," kekeh Fika sambil menutup mulutnya.

"Gue langsung diem malahan pas tau suara gue gak nyampe. Untung enggak megang mic," ungkap Rania dengan tertawa. Dia saja bingung kenapa dia bisa mengikuti lomba paduan suara, padahal suaranya sulit sekali untuk bervolume yang tinggi.

"Iya, untung gue sama kayak lo, Ran, gak megang mic," Bila berkata dengan menepuk pelan bahu Rania. Mereka di tim yang sama.

"Sebenarnya kalian udah keren kok, Woi. Cuman emang bagian nada tinggi aja yang keseleo nadanya," puji Tata.

"Tata bener. Kita udah keren kok, cuman emang belum terpilih jadi juara aja," tambah Viona. "Lagian gue juga belum terlalu mahir main gitarnya. Gak tau itu suaranya gimana," pungkasnya lagi.

My (Idiot) ClassroomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang