- 22 -

17 1 0
                                    

Selamat membaca kisah ini!

***

Dunia memang benar-benar luas untuk menapaki kaki disetiap wilayahnya. Namun kenapa bisa begitu sempit ketika bertemu kembali dengan orang-orang di masa lalu. Apa yang salah dengan semua ini. Kenapa bisa begitu cepat perubahan yang terasa asing tetapi terjadi.

Sejauh pertengahan semester ganjil, mereka menjalani hari seperti biasanya. Belum ada tanda-tanda sebuah kejadian yang mampu membelah mereka menjadi dua bagian. Untuk sekarang.

Selasa akan menjadi hari yang sungguh lelah setiap minggunya. Pelajarannya tidak seberat hari Rabu. Namun letihnya sangat terasa. Mungkin karena setiap pelajaran memiliki jumlah waktu yang panjang.

"Baju gue biarin di situ aja, Woi. Jangan dipindah," perintah Rio dengan menunjuk bajunya yang berada di dekat jendela. Niatnya agar terkena angin dan bisa secepat mungkin mengering.

"Jadi kain lap?" pancing Ila dengan senyuman mautnya.

"Kalo lo masih sayang gigi, mending jangan coba-coba," Rio memperingati sambil memamerkan giginya selebar mungkin. Jika saja pengusaha periklanan melihatnya, bisa-bisa Rio ditawarkan menjadi model iklan.

"Baju gue jugalah," ujar Satya dengan bergerak ke sisi jendela untuk menggantung bajunya. Dia tetap memakai baju lain sebagai baju pengganti.

"Tarik lagi bajo lo! Yang ada, bau busuk baju lo nyebar ke dalam kelas kalo angin lewat," ujar Yena dengan tangan kiri berada di pinggangnya. Persis seperti emak-emak yang memarahi anaknya.

"Yaudah jangan dihirup!" bantah Rio sambil berbaring di tepi jendela. Dia menutupi wajahnya menggunakan tas yang didalamnya hanya beberapa buku. Sangat ringan.

"Udah, Yen. Si Rio kalo ngamuk paling ngeri. Tahan-tahan," cegah Viona saat melihat Yena melangkahkan kaki menuju ke tempat Rio.

"Gue gak ke meja Rio kali, Na. Gue mau pinjam hekter sama Ajid," ujar Yena.

Viona yang merasa salah sangka pun tertawa. "Bilang kek dari tadi, Yen. Gue jadi salah sangka," ungkap Viona.

"Ya masa setiap gue ngapa-ngapain harus laporan dulu, Na," canda Yena lalu bergerak menuju meja Ajid.

"Yen!" panggil Ila. Dia datang dengan napas yang masih memburu. Seperti melalui jalanan panjang yang menyesakkan.

"Apaan sih, La. Sakit nih telinga gue," omel Yena yang masih fokus dengan pekerjaan di tangannya. Dia mengacuhkan teman sebangkunya.

"Liat dulu sini," pinta Ila.

"Tinggal ngomong juga, La. Gue kan bisa dengerin," tolak Yena dengan sedikit membesarkan suaranya. Jika saja dia tidak sibuk, jelas saja sudah menghadap ke arah Ila.

"Ya sudah. Ibu minta data yang tadi dikasi sama lo. Disuruh antar ke kantor," jelas Ila lalu duduk di bangkunya.

"Oke, bentar lagi bakal gue anter. Temenin ya, La. Lo kan suka jalan ke sana-sini," kata Yena sambil melihat ke arah Ila. Yang dilihat hanya menganggukkan kepalanya.

***

Selasa ini, matahari begitu semangat dalam memancarkan cahayanya. Tetap bersinar lalu membuat setiap orang harus berlindung dan mencari pasokan angin. Pelajaran setelah salat zuhur tidak ada. Benar, 3A5 kembali mendapatkan jam kosong. Jelas saja hal yang mereka sukai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My (Idiot) ClassroomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang