4

147K 1.1K 48
                                    

Johan menangkap mata Amel mencuri pandang padanya, dia tahu di balik lumatannya dan Alex itu Amel tersenyum menantang dirinya untuk ikut bergabung dengan mereka, namun Johan masih dapat mengendalikan otak lelakinya. Lelaki itu memejamkan matanya, menahan hasrat seksualnya.

Melihat itu Amel tertawa dalam hatinya, dia berpikir sampai kapan Johan akan bertahan menahan gejolak yang terus mendesaknya untuk ikut menggauli Amel.

Alex melepas cumbuannya pada Amel berganti melumat payudara Amel, Amel mendesah karenanya, wanita itu sengaja membusungkan tubuhnya semakin membuat Alex rakus melahap buah dada Amel.

Di sisi lain Johan mulai berkeringat membayangkan posisi Alex saat ini adalah dirinya, dia yang menyentuh tubuh telanjang Amel, mendengar desah penuh kenikmatan dari bibir sensual Amel, dia ingin merasakan tubuh yang di jamah Alex saat ini juga, tapi di sisi lain ada sedikit iman yang membuat Johan gelisah mengingat betaoa berdosanya dia ketika dia juga menjamah wanita baik seperti Amel. Johan tahu Amel bekerja sebagai wanita malam tapi Johan juga tahu wanita yang menjajakan tubuhnya untuk para lelaki hidung belang itu memiliki hati malaikat, dan semua itu terlihat jelas di mata Amel saat pertama kali dia memandang Amel di restoran malam lalu.

Alex membawa Amel ke atas ranjang, menindih tubuh sensual Amel, memberi rangsangan sensual pada tubuh Amel dengan membabi buta. Alex ingin malam ini menjadi malam yang panjang untuk mereka berdua, dia bahkan tidak peduli jika saat ini mereka tidak sedang berdua, dia tidak ingat keberadaan Johan yang masih memperhatikan pergumulan mereka di atas ranjang, berguling dan saling memberi kenikmatan untuk satu sama lain.

"Ahh ... ahh ... "

Desahan Alex memburu kenikmatannya, dia semakin memperdalam menjelajah tubuh Amel, menghentak pelacur itu berulang-ulang kali tanpa henti.

Sampai di titik di mana dia mencapai puncak kenikmatannya. Wajah Alex mendongak melepas hasratnya ke dalam vagina Amel. Amel dapat merasakan lelehan sperma membasahi rahimnya, begitu panas sepanas hatinya yang juga terbakar karena kembali mengingat kenyataan pahit hidupnya yang seorang pelacur. Seketika Amel ingin sekali menangisi nasibnya yang porak poranda karena jalan hidupnya yang penuh racun, yang secara perlahan akan mengikisnya hingga hancur lebur.

Amel memalingkan wajahnya menyembunyikan lelehan airmata yang mengalir di wajahnya.

"Sial! " umpat Amel. Dia benci dirinya yang mendadak lemah, mendadak ingat bahwa dia cacat, dia membenci ketika dirinya ingat semua dosa-dosanya. Lalu dia menghakimi Tuhan karena memberinya takdir buruk, memprotes pada pemilik semesta kenapa dia harus sehancur ini hanya karena satu lelaki, lalu bertambah lagi lelaki itu, lagi dan lagi sampai Amel tidak ingat berapa banyak lelaki yang telah menggauli dirinya.

Amel ingat betul apa yang pernah Ibunya ceritakan padanya waktu kecil, "Ayah meninggalkan kita bahkan saat umurmu baru 2 tahun, dan adikmu masih dalam kandungan 3 bulan, "

Remuk rasanya ketika ingat bagaimana Ibunya menceritakan semua kejadian mendetail tentang alasan kenapa lelaki itu pergi adalah karena wanita lain. Apa kurangnya Ibunya sampai sang Ayah tega meninggalkannya bahkan sampai detik ini Amel tidak pernah tahu keberadaan sang ayah. Jangankan keberadaannya sekarang, wajah lelaki itu seperti apa saja dia tidak tahu.

Dan perlahan takdir buruk memburunya seperti panah yang ujungnya terdapat racun ular berbisa yang akan mematikannya seketika itu juga.

Saat itu Amel masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 3, harus mendapati bully-an dari teman-temannya karena tidak ada yang tahu siapa Ayahnya, Amel harus menjalani kehidupan di sekolahnya dengan hinaan dan cacian. Bahkan Ibunya yang berjuang mati-matian untuk menghidupi keluarganya justru mendapatkan label pelacur, sungguh perkataan menyayat hati Amel ketika itu. Ibunya wanita baik-baik, kenapa mereka yang tidak tahu apa pun memberi label Ibunya dengan sebutan seperti itu. Amel benci masa anak-anaknya dan sekarang dia jauh membenci ketika sebutan pelacur itu justru kini melekat pada dirinya.

Johan melihat airmata Amel menetes, saat itu jauh dalam relung hatinya ikut tersayat entah karena apa dia seperti paham betul rasa sakit yang tengah Amel sembunyikan.

Amel berpura-pura meraih Alex, memeluknya erat agar lelaki itu tidak menyadari buliran-buliran airmatanya.

"Kau nikmat, Mel, " bisik Alex seraya mengecup singkat daun telinga Amel, Amel tersenyum hambar mendengarnya. Kalimat yang Alex ucapkan barusan sering kali dia dengar dari pelanggannya, dari lelaki yang menyewa jasa vaginanya.

.

Amel berbenah membenarkan pakaiannya kembali, lalu sebuah tangan terulur memberinya beberapa lembar uang seratus ribu, Amel mendongak memberi senyum pada Alex dan mengatakan terima kasih. Lelaki itu balas tersenyum, lalu mengecup singkat dahi Amel.

"Sebenarnya aku tidak suka jika terus menyewamu sebagai pelangganmu, Mel. Tapi kau selalu menolakku ketika aku memintamu menjadi simpananku saja, daripada melayani banyak lelaki di luar sana, " ucap Alex, memang benar lelaki itu sejak awal menyimpan rasa untuk Amel dan sudah berulang kali Alex meminta Amel untuk menjadi simpanannya saja namun selalu Amel tolak.

"Aku lebih memilih menjadi pelacur yang hanya merusak rumah tangga satu kali, Mas. Aku tidak sudi menjadi simpananmu atau pun lelaki lain yang nantinya akan jauh menyakiti hati istrimu, sudah cukup kau sering menghianatinya dengan menyewa diriku, jangan lagi kau hancurkan dia dengan memiliki simpanan juga. Setidaknya jika suatu saat istrimu mencium kebusukanmu, dia hanya akan mencaciku sebagai pelacur dan aku hanya bisa membela diriku karena ini pekerjaanku, tapi jika aku menjadi simpananmu ... " Amel menjeda kalimatnya, mata itu masih menatap manik hitam Alex begitu dalam.

"aku tidak tahu lagi harus membela diriku dengan apa, " lanjutnya pelan, lalu kembali memfokuskan dirinya memakai sepatu high heels berwarna merah maroon.

"Ini yang aku suka darimu, Mel. Kau berbeda dari wanita lain, cara berpikirmu selalu membuatku takjub pada dirimu dan inilah yang selalu membuatku jatuh hati padamu, "

Mendengar penuturan Alex, Amel hanya tersenyum kali ini senyum itu lebih cerah bermakna dari sebelumnya setidaknya itu yang Johan lihat ketika memperhatikan kedua orang berbed kelamin di hadapannya.

"Baiklah, sekali lagi terima kasih. Aku harus pulang sekarang, "

Amel bangkit dari duduknya, membenarkan tas selempangnya lalu akan beranjak pergi dari kamar hotel itu.

"Tunggu, Mel ... "

Amel menoleh Alex saat lelaki itu menahan kepergiannya. Setelahnya lelaki itu berbalik, mengambil paperbag yang sejak awal Amel lihat berada di meja dekat lemari pakaian. Alex kembali menghampiri Amel, memberi bingkisan itu pada Amel. Amel menatap lama bingkisan yabg Alex sodorkan untuknya tanpa meraihnya sedikit pun.

"Ini untuk Justin dan Jullian, " kata Alex menjelaskan maksudnya memberi bingkisan yang isinya dua mainan kereta yang sengaja dia beli untuk kedua anak Amel.

Amel menatap Alex tidak percaya, "Jika bingkisan ini maksudnya kau ingin ... "

"Tidak, Mel. Ini murni karena aku ingin membelikan sesuatu untuk anak-anakmu. Soal kau tidak mau menjadi simpananku aku tidak mempermasalahkannya, aku tahu betul bagaiamana pemikiranmu tentang sesuatu, jadi terimalah, " Alex meraih tangan Amel agar menerima pemberiannya.

"sampaikan salamku pada Justin dan Jullian, " lanjut Alex memberi senyum tulus pada Amel. Ingin rasanya Amel menangis mendapati masih ada lelaki baik seperti Alex yang cukup menghormati dirinya dan menjaga perasaannya yang hanya seorang pelacur.

"Terima kasih, Mas, "

Hanya kalimat terima kasih yang dapat Amel sampaikan, dia benar-benar bersyukur karena di pertemukan dengan Alex, salah satu pelanggannya yang membuatnya nyaman ketika menyewakan jasanya karena segala kebaikan lelaki berdarah Madura itu.

Kisah Seorang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang