"Mau makan dimana?"
"Terserah!" Jawabku tanpa melihat ke arahnya. Saat ini aku dan Pak Ersya tengah dalam perjalanan pulang dari kantor.
"Restoran China, Jepang atau Korea?" Tanyanya lagi sambil sibuk menyetir.
Aku meliriknya sebentar," terserah! Makan di pinggir jalan juga ga masalah." Aku menjawab dengan nada acuh dan malas.
Aku masih kesal dengannya soal wanita yang datang ke kantor siang tadi. Bisa-bisanya mereka di dalam ruangan lebih dari dua jam. Parahnya lagi mereka pergi makan siang bersama di kafetaria kantor sembari pamer kemesraan. Dan seperti tidak merasa bersalah, Pak Ersya sama sekali tidak memberikan penjelasan padaku.
"Kamu sedang kesal pada saya?" Tanyanya sembari membelokkan mobil menuju kedai ayam geprek dekat lokasi apartemen kami.
"Menurut bapak?" Tanyaku balik.
Pak Ersya mematikan mesin mobil begitu dia berhasil parkir di halaman kedai.
"Menurut saya, kamu sedang kesal pada saya."
Lah itu bapak tahu, tapi kenapa tidak mencoba membujukku agar tidak kesal lagi?
"Kamu kesal pada saya karena apa?"
Aku menghembuskan nafas dengan kasar," bapak pikir aja sendiri." Lalu aku membuka pintu mobil dan berjalan memasuki kedai. Para pria dan ketidakpekaannya.
Pak Ersya menyusulku dan menarikkan kursi untukku begitu kami mendapatkan meja.
Aku memperhatikan keadaan sekitar, suasana di dalam kedai di jam pulang kantor cukup ramai. Apalagi kedai ini terletak di kawasan apartemen, banyak pengunjung yang datang untuk mengisi perut mereka yang kosong.
Setelah memilih menu, kami duduk berhadapan dalam diam. Aku berusaha untuk tidak melihatnya dengan mengedarkan pandanganku kemana saja asal bukan padanya.
Lalu aku mendengarnya menghela nafas. Aku meliriknya sekilas sebelum kembali memalingkan wajah.
"Oke, saya minta maaf."
Aku sepenuhnya melihat ke arahnya," minta maaf kenapa?"
"Kamu kesal pada saya berarti saya ada salah sama kamu, makanya saya minta maaf."
"Memangnya bapak salah apa sama saya?" Tanyaku berusaha memancing kepekaannya.
"Saya juga tidak tahu salah saya apa. Saya juga bingung kenapa tiba-tiba kamu kesal pada saya."
Aku menatapnya tidak percaya. Dia tidak tahu kesalahannya? Benar-benar menyebalkan.
"Udahlah pak, sebaiknya kita makan aja," jawabku sambil memdengus. Aku mulai menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh pramusaji dalam diam.
Beberapa kali aku mencuri lihat ke arahnya yang juga tengah makan dengan lahap. Seperti itukah cara orang yang meminta maaf? Aku kira dia benar merasa bersalah, tapi aku rasa dia hanya basa basi. Lihat saja, bagaimana dia makan begitu lahap seperti orang yang tidak merasa bersalah sama sekali.
Nafsu makanku tiba-tiba lenyap. Aku mendorong piring yang masih tersisa banyak makanan ke tengah meja dan mengelap mulutku dengan tisu.
"Kamu udah selesai makan?" Tanyanya sembari melihat ke arah piringku.
Aku mengangguk malas.
"Itu nasi kamu masih sisa banyak. Pantesan kamu kurus, makan kamu sedikit sekali. Makan lagi, saya ga mau punya pacar terlalu kurus," katanya sambil meyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
Aku memutar bola mataku dengan kesal.
"Kalau bapak ga mau punya pacar kurus, ya bapak pacarin aja perempuan seksi dan montok yang datang ke kantor tadi pagi," sungutku dengan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Neighbor (Tamat)
General FictionSequel MY BIG BOSS // slow update Di dunia ini ada tiga hal yang aku benci, tubuh gendut, kulit hitam dekil dan pria songong. Tiga hal itu mengingatkanku akan pengalaman buruk 17 tahun yang lalu, dimana ada cowok kira-kira berusia 7 tahun dengan ke...