Usai aku membanting pintu dengan keras, lantas aku menendang-nendang pintu tersebut untuk melampiaskan kekesalanku. Dasar bos setan! Bos gemblung!! Bisa-bisanya dia menciumku seperti itu. Aku mengusap bibirku dengan kasar agar jejak dari bibir Pak Ersya lenyap. Aku kesal. Bahkan kedutan di bibirku akibat lumatan mulut Pak Ersya masih sangat terasa. Sebenarnya mau dia apa sih? Kenapa menciumku seenaknya? Suka? Tidak mungkin. Cinta? Cinta my ass!! Itu lebih tidak masuk akal. Jangan-jangan dia hanya ingin mempermainkanku saja. Bukankah tindakannya sudah termasuk pelecehan seksual? Tapi tidak mungkin aku melaporkan hal tersebut ke polisi. Yang ada bisa membuatku malu sendiri. Sudahlah! Intinya jangan pernah dekat-dekat lagi dengan Pak Ersya, kalau bisa jaga jarak dalam radius lima meter.
Di hari Senin pagi, aku sengaja berangkat pagi-pagi agar tidak berpas-pasan dengan Pak Ersya. Padahal hal yang aku lakukan ini sama sekali tidak berarti, toh ujung-ujungnya bakal bertemu juga di kantor. Tapi demi mengurangi intensitas pertemuan ku dengan bos geblek itu di area pribadi, ini perlu kulakukan. Aku berjalan bak mata-mata, memantau keadaan sekitar dengan toleh kanan toleh kiri dan mengendap-endap. Sekiranya keadaan aman dengan tidak adanya tanda-tanda kemunculan Pak Ersya, secepat cahaya kilat aku berlari menuju lift.
Aku mendesah lega karena dari apartemen hingga tiba di perusahaan, aku tidak menemukan keberadaan Pak Ersya. Untuk saat ini aku bisa bernafas dengan tenang. Urusan bertemu di ruangan kantor nanti sih ya dipikir nanti. Lagipula disana banyak orang, tidak mungkin Pak Ersya akan bertindak macam-macam.
Dengan hati gembira riang, aku menunggu lift yang akan membawaku ke kantor divisiku. Sembari menunggu lift terbuka, aku memainkan kuku jariku yang hari ini aku beri warna merah menyala.
Lalu dentingan lift berbunyi. Ketika pintu lift terbuka, aku melotot karena terkejut. Kenapa orang itu bisa ada disana?
"Kamu ga masuk?" Tanyanya dengan tampang sok cool dan songongnya.
"Oh, saya nanti saja pak. Saya lagi nunggu temen. Bapak silahkan duluan," jawabku sesopan mungkin sembari menebarkan senyum.
Bukannya menuruti apa yang aku ucapkan, Pak Ersya justru menarik tanganku dengan tiba-tiba masuk ke dalam lift. Aku menabrak dada bidangnya yang keras.
"Ih, pak, kenapa main tarik-tarik sih?" Protesku tidak terima sambil menjauhkan diri dari dada Pak Ersya yang sandar-able banget.
"Saya kan suruh kamu masuk. Salah sendiri hanya diam di depan lift. Kamu pikir saya tidak capek menahan pintu lift demi kamu?" Pak Ersya bersedekap tangan di depan dada dengan tatapan tajam ke arahku.
"Ish..!! Lagian siapa sih yang menyuruh bapak menahan lift buat saya? Saya kan bilang mau nunggu teman. Jadi, jangan salahkan saya dong." Bagus Sha, lanjutkan, kamu tidak perlu takut sama bos model pak Ersya ini.
"Kamu mau menghindari saya karena kejadian kemarin kan?"
Lah situ tahu, kenapa pakai tanya? Dasar geblek!!
Tapi demi menjaga harga diriku yang tinggi, sebaiknya aku pura-pura lupa saja."Kejadian kemarin apa Pak?" Aku melirik Pak Ersya yang memencet angka menuju lantai divisi keuangan.
Pak Ersya terlihat mengerutkan kening seolah berpikir, tapi kemudian muncul senyum miring di bibirnya.
"Ah, sepertinya kamu lupa ya. Apa sebaiknya saya mengingatkannya kembali?" Tatapan matanya yang tajam tepat menghunus ke dalam mataku. Dia melangkah, memupus jarak diantara kami hingga menyisakan setengah jengkal. Bahkan hidung kami nyaris bersentuhan.
"A-apa yang bapak mau lakukan?" Tanyaku gugup merasakan kedekatan wajah kami. Pahatan wajah Pak Ersya sungguh sempurna, apalagi bibirnya yang merah alami membuatku kembali terbayang bagaimana bibir itu memanggut bibirku dengan lembut. Aku menggelengkan kepala dengan keras. Stop Marsha, ini bukan saatnya memikirkan hal itu.
"Saya hanya ingin mengingatkanmu tentang kejadian kemarin," jawabnya enteng tanpa mau menjauhkan wajahnya dariku.
"M-maksudnya?" Sumpah otakku makin blank ketika wajahnya kembali mendekat. Seketika karena rasa gugupku, aku memejamkan mata rapat-rapat. Aku meremas tas tanganku dengan erat. Tapi setelah beberapa detik berlangsung tidak ada hal yang terjadi.
Perlahan aku membuka mataku dan melihat Pak Ersya yang tengah tersenyum bak iblis sambil bersandar di pintu lift, menahan pintu lift supaya tidak menutup.
"Kamu mau berdiri terus disitu? Sepertinya kamu harus memberiku bayaran karena sedari tadi menahan pintu lift untukmu. Bayarannya bisa ini," ucapnya sambil memegang bibirnya dengan ujung jari telunjuknya. Tidak lupa ada kedipan mata yang membuatku bergidik ngeri. Sejak kapan Pak Ersya yang kemarin terlihat dingin itu berubah menjadi jelmaan jin sableng gini?
Dengan langkah cepat hampir berlari, aku melesat keluar dari dalam lift menuju kubikelku.
"Woii... pagi-pagi udah lari-lari aja nih mbak Sha? Di kejar abang-abang ojek lagi?" Tanya Tarjo, si OB yang kebetulan tengah beres-beres.
"Kali ini lebih parah dari abang-abang ojek kang," jawabku dengan nafas ngos-ngosan. Aku meluruhkan tubuhku di atas kursi kerjaku dan berusaha mengatur nafasku serta detak jantungku yang berdetak kencang.
"Emang apaan mbak?"
"Saya lagi dikejar kembarannya jin Kang Tarjo."
"Jin?" Tanya Kang Tarjo sambil menampilkan raut bingungnya. Tapi tiba-tiba ia berseru heboh.
"Oh mbak Sha dikejar-kejar Jin personil ben Koriya itu ya? Apa nama grubnya ya? Jin BTS ya mbak?" Tanyanya dengan logat bahasanya yang khas.
Hah? Jin BTS?
"Bukan ben kang, tapi Boyband. Korea bukan Koriya. Tapi saya mah seneng kang kalau yang kejar-kejar saya Jin BTS. Lebih seneng lagi yang kejar saya Lee min Ho yang uwu itu. Ini yang ngejar saya titisan jin kang, makhluk ghoib."
"Ya salam!! Sudah dibacain ayat kursi belum mbak? Biasanya makhluk ghoib langsung pergi kalau dibacain ayat kursi," saran Kang Tarjo ikut panik.
"Ini jinnya bukan sembarang jin Kang. Ayat kursi ga mempan," jawabku menggebu-gebu.
"Ya Allah mbak, saya jadi merinding. Ya udah mbak, coba nanti saya tanya-tanya temen saya yang ustad gimana caranya ngusir jin bebal model gituan. Saya permisi dulu ya mbak?" Ujar Kang Tarjo langsung berlari meninggalkanku.
Aku menghela nafas panjang. Semoga Kang Tarjo bisa nemuin solusi mengusir Jin macam Pak Ersya itu. Aku memejamkan mata sejenak. Semalaman aku kurang tidur dan pagi sekali aku sudah harus berangkat kerja demi menghindari Pak Ersya yang ujung-ujungnya bertemu juga.
"Kamu ngatain saya Jin?" Bisikan di samping telingaku membuatku terlonjak kaget.
"Ya salam Ya Rahman Ya Rahim!!" Teriakku spontan. Lalu aku melihat Pak Ersya yang tengah berdiri tegak di samping kursi kerjaku. Ia menampilkan smirk yang menakutkan bak jin betulan.
"Eh sejak kapan Bapak disini?" Tanyaku masih dengan ekspresi terkejut. Aku berdiri sambil saling meremas jari tanganku. Please, semoga dia ga denger apa-apa.
"Ehm.. sejak kamu bilang saya kembaran jin?"
Mampus!! Jangan sampai aku kena SP gara-gara ketahuan mengumpati atasan.
"Kamu ikut saya ke ruangan sekarang!!" Titahnya dengan suara yang tajam dan kemudian berbalik menuju ruangannya.
Duh, mampus beneran anakmu mak. Mana anak-anak yang lain belum pada datang pula.
***
Tbc
Met malming,
Semoga ceritanya ga makin nyeleneh bin aneh ya?Wah, Marsha mau dihukum apaan ya sama bang Ersya?
Harap maklumi kalo banyak typo, happy reading ya?
Oh ya, mulai dr sekarang, aku up tiap malam minggu aja. Tapi kalo khilaf mungkin bisa hari lain, hehehe
Salam rindu,
Meirhy
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Neighbor (Tamat)
Ficción GeneralSequel MY BIG BOSS // slow update Di dunia ini ada tiga hal yang aku benci, tubuh gendut, kulit hitam dekil dan pria songong. Tiga hal itu mengingatkanku akan pengalaman buruk 17 tahun yang lalu, dimana ada cowok kira-kira berusia 7 tahun dengan ke...