Aku bersyukur banget ketika kami sampai ruangan divisi keuangan, Pak Ersya langsung di telfon big boss, alias Pak Andeaz Pramudya Bahtiar. Aku sudah waspada ketika dia bilang akan memberiku hukuman. Yang benar saja, memangnya salahku apa?
Siang ketika memasuki jam makan siang, Pak Ersya baru kembali dari lantai petinggi perusahaan dengan wajah kesal. Dia masuk ke ruangannya tanpa sedikitpun menoleh kearahku dan langsung menghempaskan diri di kursinya. Saat aku ingin menghampirinya, pintu ruangan terbuka dan memperlihatkan sosok Caca, adiknya.
"Bang, dengerin penjelasan aku dulu," rengek Caca sembari mendekati Pak Ersya, namun diabaikan.
"Keluar kamu Ca, abang lagi ga pengen ngomong sama kamu," ucapnya dengan dingin.
"Please bang, kali ini aja abang dengerin Caca."
Aku mengerutkan kening, tidak paham dengan masalah yang tengah mereka bahas saat ini. Lagipula aku juga tidak ingin ikut campur. Lebih baik aku pergi makan siang sebelum waktu jam makan siang habis.
"Permisi pak, saya keluar makan siang dulu," kataku dengan hati-hati. Caca menoleh kearahku dan terlihat terkejut, mungkin dia baru menyadari ada orang lain di dalam ruangan ini. Sementara Pak Ersya hanya melirikku sekilas lalu membuang pandangannya ke arah lain. Entah kenapa aku merasa kesal diabaikan seperti ini. Lihat saja, aku akan balas dendam.
Aku pun meninggalkan ruangan direktur keuangan dengan hati dongkol. Okelah, aku tahu kalau mereka mungkin sedang membahas masalah serius. Tapi setidaknya mereka senyumin aku sedikit atau merespon ucapanku. Hah, benar-benar menyebalkan.
"Yuk semua makan siang," ajakku ketika melihat kawanan divisi keuangan yang masih di meja kerja masing-masing. Tumben jam segini mereka masih anteng ditempat masing-masing.
"Lo mau traktir Sha?" Tanya Mbak Menik diikuti tatapan ingin tahu yang lainnya.
"Idih, nggak ada traktir-traktiran, udah mau akhir bulan nih, lagi kantong kering," jawabku asal.
"Ye, dasar, kirain mau traktir. Ya udah yuk keburu jam makan siang habis," ajak Intan, yang berdiri duluan dari tempat duduknya.
Sambil berjalan menuju kafetaria kantor, kami berbicara banyak hal, dan yang paling penting gosipin direktur keuangan, Pak Ersya makhluk super tampan di perusahaan dengan image buruknya.
"Eh Sha, si bos berantem sama ceweknya ya?" Tanya Intan ketika tim squad kami dari divisi keuangan sudah berada dalam lift.
"Ih, ngaco! Itu adiknya Pak Ersya kali," jawabku dengan santai.
"Kok lo tahu kalau cewek itu adiknya Pak Ersya?" Tanya Intan dengan tatapan menyelidik.
"Ya pasti tahu dong, gue kan sekretarisnya. Elo gimana sih?" Aku berusaha membuat mimik wajahku setenang mungkin. Pasalnya mereka memang pernah mendengar kalau Pak Ersya punya adik, tapi mereka sama sekali belum pernah melihat wajah sang adik seperti apa. Yang aku dengar dari Pak Ersya, si Caca ini sedang sibuk mengambil S2 di luar negeri, makanya jarang kelihatan batang hidungnya.
"Kalau gue ga salah denger tadi mereka berantem gara-gara Pak Ersya ga merestui hubungan adiknya dengan pacarnya."
Oh jadi itu inti permasalahan mereka? Kira-kira kenapa Pak Ersya ga setuju sama hubungan adiknya dengan sang pacar ya? Apa nanti saat kami berdua, aku harus bertanya?
"Oh ya, emang siapa pacarnya?"
"Entahlah, gue juga terlalu yakin sih. Tapi ga penting juga bahas pacar adiknya pak Ersya. Ada berita yang lebih hot lagi nih," seru Intan dengan semangat.
"Berita hot paan?" Tanyaku malas. Dasar tukang ghibah. Sehari aja ga ada bahan ghibahan, mungkin hidupnya kacau kali ya.
"Jangan kaget ya mbak," kekeh Mayla yang sedari tadi diam. Tumben, biasanya dia yang paling rame.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Neighbor (Tamat)
BeletrieSequel MY BIG BOSS // slow update Di dunia ini ada tiga hal yang aku benci, tubuh gendut, kulit hitam dekil dan pria songong. Tiga hal itu mengingatkanku akan pengalaman buruk 17 tahun yang lalu, dimana ada cowok kira-kira berusia 7 tahun dengan ke...