"Eh Mas Aji!" Aku buru-buru menghampirinya dan langsung menutup pintu apartemen, mengabaikan bos Ersya.
Aku membenarkan pakaianku yang super berantakan. Untung saja upaya Pak Ersya untuk menanggalkan pakaianku gagal, kalau berhasil mau kutaruh dimana muka sekarang di hadapan Mas Aji, teman sekantorku_lebih tepatnya atasanku.
Aku menemui Mas Aji yang sepertinya tengah berpikir dengan kejadian tadi. Bos Ersya sialan! Harusnya kalau mau nyosor tuh, tutup pintu dulu. Semoga Mas Aji belum sempat melihat wajah si bos.
"Ada apa ya mas tengah malam begini kesini?" Aku menyelipkan anak rambutku ke belakang telinga, ini adalah spontanitas dari ekspresiku tiap kali salah tingkah dan gugup.
Mas Aji melihat pintu apartemenku yang sudah tertutup seolah di pintu tersebut ada informasi kenapa seorang Marsha yang jomlo abadi ketahuan beradegan panas di dalam apartemen pada tengah malam.
"Oh, aku cuma keinget aja kapan hari itu kamu kepengen sate dekat taman tengah kota, ini aku beliin." Mas Aji mengacungkan plastik putih dengan beberapa tusuk sate yang mencuat keluar dari dalam plastik.
"Makasih ya Mas, jadi ngerepotin malam-malam begini kesini." Aku tersenyum canggung. Bukan hanya sekali dua kali Mas Aji bertindak seperti ini. Kadang aku suka merasa tidak enak sendiri, apalagi aku satu divisi juga dengannya. Rasanya tidak nyaman mengetahui ada orang yang terang-terangan menyukaiku, sedangkan aku belum mampu membalasnya.
"Maaf udah ganggu kamu malam-malam begini." Mas Aji mengusap tengkuknya, salah tingkah. Dia mencoba tersenyum kearahku. Sejujurnya, harus aku akui kalau mas Aji ini boyfriend material banget, bahkan bisa dibilang calon imam idaman. Orangnya tampan, cerdas, rajin, ramah dan sopan sama perempuan. Beda banget sama bos Ersya yang baru bertemu beberapa hari udah langsung nyosor, terus main ngajakin pacaran. Tapi kenapa ya, hatiku tidak bisa langsung luluh dengan semua usaha dan perhatian Mas Aji? Sepertinya sistem kerja hatiku ada yang salah.
"Iya ga apa kok mas, kebetulan aku juga belum tidur." Aku tersenyum, hampir lupa kalau aku tadi ketahuan bercumbu oleh Mas Aji.
"Itu tadi siapa? Mas kaya familiar sama orangnya? Pacar kamu?" Tanya Mas Aji sopan tanpa tatapan menyelidik. Padahal aku tahu Mas Aji sangat penasaran dengan identitas orang di dalam apartemenku. Tidak mungkin kan aku berkata jujur kalau yang di dalam itu bos Ersya?
"Eh.. i-itu tetanggaku mas. Bukan pacar kok." Aku tersenyum canggung. Aku memang tidak pandai berbohong. Tapi semoga kebohonganku kali ini bisa dipercayai oleh Mas Aji.
"Tapi posisi kalian tadi..."
"Oh itu, dia tadi minta diambilin ulat bulu di kerah bajunya. Makanya posisi kami kaya gitu."
Sialan! Alasan macam apa pula yang aku keluarkan? Sudah jelas-jelas mas Aji tadi melihat bagaimana aku dan tamu di dalam sana saling memakan satu sama lain. Tapi masa bodoh deh, pusing kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Neighbor (Tamat)
General FictionSequel MY BIG BOSS // slow update Di dunia ini ada tiga hal yang aku benci, tubuh gendut, kulit hitam dekil dan pria songong. Tiga hal itu mengingatkanku akan pengalaman buruk 17 tahun yang lalu, dimana ada cowok kira-kira berusia 7 tahun dengan ke...