39. Marsha : penjelasan ulang

8.4K 645 16
                                    

Aku baru saja mengantar Mas Aji keluar dari apartemenku. Setelah makan malam bersama denganku dan juga tamu tak diundang alias Pak Ersya, Mas Aji pamit untuk pulang. Aku mengantar Mas Aji sampai lobi, setelah itu aku kembali ke apartemen . Sesampainya di dalam aku terkejut karena Pak Ersya masih berada di sana, sedang rebahan santai di depan televisi yang menyala, entah menayangkan siaran apa. Wah-wah, dikira ini apartemennya kali. Lantas dengan kesal aku berderap menghampirinya. Kulihat dia sedang fokus menonton berita politik di salah satu channel sampai tidak sadar aku sudah berdiri di dekatnya. Dengan malas aku menyentuh ujung kakinya, hingga membuat dia mengerjap.

"Oh kamu udah balik?" Tanyanya tanpa beranjak sedikitpun dari posisinya.

"Kenapa pak Ersya masih disini?" Sebenarnya aku malas berbicara dengannya.

"Nungguin kamu," jawabnya sambil melirikku singkat sebelum kembali melihat layar televisi.

"Pulang pak. Saya mau tidur, udah ngantuk," ujarku ketus.

"Nanti, aku mau bicara dulu sama kamu," katanya lagi. Kali ini dia mematikan televisi dan beranjak duduk.

"Ga ada yang mau saya bicarain lagi sama bapak."

"Duduk dulu," suruhnya lembut. Aku berdecih dalam hati, siapa dia berani nyuruh-nyuruh aku? Ini rumahku kenapa malah dia yang ngatur. Aku bergeming dari tempatku berdiri.

"Aku bilang duduk Sha!" Katanya lagi, kali ini dengan suara geraman rendah. Tapi dengan keras kepala tetap tidak mau menurutinya. Maaf, aku bukan Marsha bodoh yang bisa kamu permainan lagi. Aku membuang muka, menatap jarum jam yang terus berjalan menuju angka 11.

Kudengar suara helaan berat nafasnya tapi aku tidak peduli.

"Argh..!!" Aku berteriak terkejut ketika tiba-tiba tanganku di tarik dan sekarang aku berada dalam pangkuannya. Aku berusaha memberontak, ingin melepaskan diri tapi dengan kuat Pak Ersya menahanku.

"Lepas! Lepasin saya! Kalau ga saya akan teriak!"

"Ya udah teriak aja. Syukur-syukur kita langsung digiring ke KUA," katanya tepat di telingaku.

Aku langsung terdiam. Aku tidak mau itu terjadi. Menikah dengan Pak Ersya? Dengan cara memalukan pula, ih ogah aku tidak mau.

Beberapa saat kemudian, kurasakan tangannya menelusup ke depan, mengaitkan kedua tangannya di depan perutku. Dia memelukku erat dari belakang. Kurasakan dagunya ditopangkan ke bahuku. Aku bisa merasakan hangatnya hembusan nafasnya yang menggelitik leherku. Jantungku berdetak hebat kala dia dengan sengaja mengecup leherku dengan singkat.

"Aku kangen banget sama kamu Sa. Rasanya aku jadi gila karena saking kangennya."

Aku tidak menyahutinya karena aku masih sibuk memikirkan cara untuk meredam suara detak jantungku. Aku tidak ingin dia mendengar bagaimana jantungku ternyata masih berdetak kencang untuknya.

"Apa ga ada sedikitpun celah bagiku untuk memperbaiki semuanya dari awal Sha? Aku ga mau hubungan kita berakhir seperti ini."

Aku masih diam, tidak tahu harus menjawab seperti apa. Aku hanya takut, aku tidak bisa menahan perasaanku lebih lama lagi. Aku takut terlihat lemah dan murahan di depannya.

"Aku sayang banget sama kamu," ucapnya lagi dengan lirih. Kini dia semakin merapatkan tubuhnya padaku. Bibirnya pun menempel di bahuku yang  terbuka karena kaos longgar sedikit melorot.

"Aku sayang banget sama kamu. Aku cinta sama kamu. Aku minta maaf udah bikin kamu kecewa dan terluka. Tapi aku mohon, kasih aku kesempatan sekali lagi untuk memulai semuanya dari awal." Kali ini ucapannya lebih lirih dari sebelumnya. Tiba-tiba aku terkejut ketika kurasakan lelehan hangat yang mengenai kulitku. Apa Pak Ersya menangis?

My Boss My Neighbor (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang