Destiny #15

989 97 2
                                    

Taya masuk ke dalam rumahnya dengan langkah kasar, dia bahkan tidak menyapa Theo yang sedang asik nyemil di sofa ruang tamu sambil bermain game online di ponsel pria itu. Gadis berambut panjang itu tetap berjalan lurus dan naik ke tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada.

Theo menoleh sekilas, keningnya berkerut. Jelas dia melihat raut wajah menyeramkan dari sang adik. Tak perlu berpikir dua kali pun dia tahu jika ada yang terjadi di sekolah.

Taya itu menakutkan jika sedang marah. Taya memang kadang sangat dingin dan tajam lidahnya seperti ayah ketika pria bernama Angelo Arsen itu sedang dalam mode Pak Direktur di kantor yang galak. Tapi, Taya juga bisa menjadi harimau mengamuk seperti ledakan emosi bunda ketika Theo dan Jelo tidak mendengarkan ucapan sang nyonya besar.

Intinya Taya itu menyeramkan kalau marah.

Mungkin Theo akan bertanya kepada Putra, si anak tetangga yang memang sudah bersahabat sejak kecil dengan adiknya.

Walau kadang bersikap tidak pedulian, nyatanya Theo ini cukup perhatian dengan Taya. Bagaimana pun gadis menyebalkan yang selalu mengatainya pengangguran itu adalah adik perempuannya.

Sekarang, setelah makan malam yang lebih sunyi dibandingkan makan malam kemarin-kemarin, Taya langsung masuk ke dalam kamarnya, mengabaikan pandangan bingung dari ayah, bunda dan kakak laki-lakinya.

"Adek kenapa, kak?" Tanya Vani tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Habis kamu jahilin, ya?" Tuduh Jelo membuat Theo hampir saja mengumpat jika tidak ingat bahwa pria itulah yang memberinya uang untuk hidup.

"Astaga, ayah, kenapa sih suka punya firasat buruk sama aku?"

Jelo hanya mendengus, anak laki-lakinya itu kembali mendrama.

Theo melengos, kemudian menjawab.
"Aku nggak tahu, dari pulang sekolah wajahnya horor."

"Coba tanya sama si Putra." Ujar Vani yang sekarang sedang mengatur bekas makan malam mereka.

"Sudah." Jawab Theo.
"Kata Putra dia nggak tahu, hari ini juga dia lihat Taya hanya saat pagi."

"Nggak guna dia." Kata Jelo membuat Theo dan Vani sontak mendelik. Pria itu kemudian menoleh kepada sang istri.
"Nanti kalau kesini nggak usah buatin puding si Putra itu, sayang." Vani memukul kepala suaminya itu pelan, Jelo sontak protes.
"Lho, aku ini ngomong bener ya, nggak bisa dia jagain adek. Kesini juga hobinya ngabisin puding kamu."

"Lah kamu pikir dia itu bodyguardnya adek yang harus 24/7 di samping adek terus? Di sekolah juga kan adek sibuk sendiri, dia sibuk sendiri. Jurusan aja udah beda, kelas juga beda, gimana bisa Putra disamping adek terus?" Semprot Vani membuat Jelo mengulum bibirnya kedalam.

"Ya-ya udah, kamu itu, terusin aja beres-beres." Ujar Jelo membuat Vani mendelik pada pria itu.

Theo hanya mendesah, tak kaget lagi dengan situasi ini. Ayahnya itu memang akan ciut jika bundanya sudah memberikan tatapan tajam, walau kadang kalau isengnya kambuh, ayah akan makin gencar memancing emosi sang bunda.

Namun bukan saatnya menjelek-jelekkan si Angelo Arsen, ada yang lebih penting dari itu. Pemilik nama Marcello Theo Arsen itu bangkit dari posisi duduknya, berjalan keluar dari ruang makan.

"Mau kemana kamu?" Tanya Jelo menghentikan langkah Theo.

"Tengokin adek di kamar." Jawab Theo yang hanya sebentar melirik sang ayah dan kembali melanjutkan langkah.

"Jangan dijahili adiknya, lagi dalam posisi siaga 1, ayah nggak mau ada barang pecah lagi!" Kata Jelo setengah berteriak.

"AKU UDAH NIAT PECAHIN LUKISAN AIR MANCUR!" Balas Theo berteriak menyebut salah satu lukisan kesayangan Jelo yang baru ada dua minggu di rumah, lukisan yang Jelo dapat dari galeri sahabatnya di Perancis dengan harga yang fantastis.

"BERANI KAMU PECAHIN, JADI GEMBEL KAMU!" Kata Jelo yang sudah melotot mendengar ucapan anaknya.

"NGGAK USAH TERIAK-TERIAK!" Vani sudah berteriak kesal melihat kelakuan ayah-anak itu yang selalu saja membuat rumah ribut.

●●●
Theo mengetuk kamar Taya, satu ketukan tak ada jawaban, dua ketukan masih tak ada jawaban, nanti ketukan ketiga baru terdengar sahutan dari dalam.

"Siapa?"

"Kakak." Jawab Theo.
"Coba pintunya di buka. Kakak mau masuk."

"Ngapain sih?"

Pertanyaan itu Theo dengar, namun detik selanjutnya pintu dengan sebuah gantungan berwarna putih dan ukiran rumit yang bertuliskan Taya's Room terbuka, menampilkan si pemilik ruangan dengan kaus abu-abu kebesaran dan celana setengah paha, rambutnya tercepol asal-asalan.

Theo masuk begitu saja, langsung merebahkan diri di ranjang si adik dengan memeluk boneka beruang putih berukuran besar.

"Si Donny jangan di peluk! Nanti bau kayak lo." Taya langsung mengomel ketika Donny, si boneka beruang putih besar itu dipeluk oleh kakaknya.

"Buset, halus banget mulut lo." Ujar Theo kesal sambil melempar boneka itu ke Taya yang sigap menangkapnya. Gadis itu kembali meletakkan Donny di samping kursi belajarnya.

"Kakak ngapain sih?" Tanya Taya ikut duduk di atas ranjangnya.

Theo bangkit dari posisi berbaringnya, duduk menghadap Taya.
"Wajah lo nyeremin." Katanya membuat Taya langsung mendelik kesal.
"Makanya gue khawatir, jangan sampai lo nyilet tangan sendiri."

"Lo mau gue tendang dari lantai dua?" Tanya Taya sambil melempar bantal ke arah kakaknya itu.
"Gaje lo, kak!"

Theo terkekeh melihat raut kesal adiknya.
"Dek, sini deh dengerin gue mau tanya serius."

"Apasih lo?!" Tanya Taya walau selanjutnya dia mendekat ke arah kakaknya itu.

"Lo lagi ada masalah atau gimana sih?" Tanya Theo dengan raut wajah tak bercanda.
"Berantem lo?"

Taya tersentak, diam, tak tahu menjawab apa. Gadis itu bahkan mengalihkan pandangan dari kakaknya. Hal itu membuat Theo mendesah, paham jika adiknya tersebut sedang dalam masalah.

"Masalah apa, hm?" Tanya Theo melembut. Tangannya bahkan terulur mengusap kepala Taya. Tanpa sadar gadis itu merengek kecil, mengadu kepada kakaknya.
"Adek berantem kenapa? Cerita sama kakak. Siapa sih yang berani cari masalah sama adek? Sini, kasih tahu kakak biar kakak samperin."

Mendengar intonasi lembut dan cara bicara Theo yang berubah, Taya pun menceritakan apa yang terjadi padanya. Mulai dari pertemuannya dengan sang mantan, drama bodoh antara dia dan Dirga, soal berita tentangnya dan si pacar bohongan, juga dengan aksi Icha di kelas tadi.

"Sebelum kakak tanggapin cerita kamu, kakak kamu tanya, kamu jawab jujur." Ujar Theo yang diangguki oleh Taya.

Theo menghela nafas, satu pertanyaan yang keluar dari mulutnya membuat Taya diam, tertembak tepat.

"Kamu baper dengan si Dirga ini, Dek?"

■■■
—TBC—

Theoku:') kangen banget nulis tentang dia.

Karena Naya lagi rajin, hari ini update lagi^^ jejak jangan lupaaaa yooo...

Destiny of Asgardian✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang