Destiny #02

1.5K 128 5
                                    

Selama beberapa bulan ini perlahan siswa-siswi Asgardian sudah membiasakan diri. Awalnya memang canggung, masih malu-malu terhadap lawan jenis, di kelas pun masih kalem dan jaga image. Namun makin hari makin kenal, makin saling terbuka dan tidak kaku lagi berinteraksi.

Seperti Taya, gadis itu tidak ragu untuk mendaftar sebagai anggota OSIS yang ketua dan wakilnya adalah laki-laki. Begitu pula dengan Anna yang sekarang sudah berpacaran dengan teman sekelasnya sendiri yang juga anggota futsal, sama dengan Putra, namanya Daffa. Sama halnya dengan Sakura yang jadian dengan ketua kelas Anna, Rainer namanya, akrabnya di panggil Rey.

Sedangkan Taya masih setia dengan status sendirinya.

Kadang teman-temannya yang lain selalu menjodoh-jodohkannya dengan Putra, sahabatnya itu, namun baik dia maupun Putra memang tidak memiliki perasaan lebih. Tak ada getaran-getaran berarti untuk bisa menjurus ke hal-hal yang berbau asmara.

Mau dia dandan ataupun tidak, tetap sama saja dimata Putra. Mengenal Putra dari kecil bukan berarti dia harus menaruh hati. Astaga. Putra sudah kenal baik buruknya dia.

Apa kalian pikir ini kisah "Sahabat Jadi Cinta"? Haha! Gila sekali. Itu tidak akan terjadi.

Sekarang, Taya masuk ke dalam rumahnya, saat ini dia baru saja pulang dari sekolah. Hal pertama yang ia lihat saat masuk ke dalam rumah adalah sosok menyebalkan dengan kaus oblong berwarna hitam dan celana jeans selututnya sedang asik bermain ponsel dengan setoples cemilan di atas meja dan dua kaleng soda.

Siapa lagi kalau bukan kakaknya, Marcello Theo Arsen.

"Bunda dimana?"

Suara Taya membuat Theo tersentak kaget sambil mengumpat.
"Anjir!" Theo menoleh kesal ke arah adiknya itu.
"Salam dulu woy! Ngagetin lo!"

Taya hanya memutar matanya sebal sambil mengambil satu kaleng soda yang masih tertutup, dengan santainya dia membuka dan dia minum.

"Punyaa gueee!!" Kata Theo yang hanya dibalas lirikan oleh Taya.

Taya bahkan tak segan mengambil cemilan di toples dan memakannya.

Theo yang kesal pun melempar bantal sofa ke arah Taya yang tepat mengenai wajah cewek itu.

"Apa sih kak?! Pelit banget lo!" Ujar Taya dengan wajah kesalnya.
"Dasar pengangguran!"

"Heh! Gue baru tiga bulan di rumah ya!" Ujar Theo yang langsung melotot ke arah adiknya.

Theo ini baru wisuda tiga bulan lalu, tapi Taya selalu saja mengolok-oloknya pengangguran. Salahnya juga karena tidak mau langsung mengambil alih perusahaan ayahnya, padahal sedari dia lulus SMA, Jelo sudah menyuruhnya untuk bekerja di perusahaan, tapi dia tidak mau, alasannya dia mau kuliah dulu. Sekarang dia sudah selesai kuliah, kembali si sulung Arsen beralasan mau istirahat dulu.

"Tetap aja pengangguran." Kata Taya tak mau kalah.

"Adekkk!"

Teguran dari arah tangga membuat Taya menoleh dan mendapati bundanya, Vani, turun dengan membawa satu kardus.

"Marahin aja, Bun, memang bocah kayak dia ini harus di ulek, mulutnya pedas banget kayak cabe." Seru Theo mengompori.

"Ngadu aja lo." Kata Taya sambil mengambil kembali cemilan di toples.

"Punya gue anjir!" Ujar Theo refleks mengumpat.

"Kakak!"

Kembali Vani menegur. Taya hanya menjulurkan lidahnya, mengejek sang kakak. Theo melotot sambil menggerakkan kakinya, hendak menendang Taya yang langsung membuat Taya menghindar.

Destiny of Asgardian✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang