#3 Hati Yang Tertutup

693 133 7
                                    

Hembusan angin membuat rambut Tzuyu kini menari. Dengan membuka jendela kamarnya dan menghadap langsung ke arah luar, Tzuyu membaca buku mengenai kekuatan yang dia punya. Dia masih penasaran soal kenapa dia tak bisa membaca hati seseorang.

Sebelumnya dia memang pernah mengalaminya. Tapi itu sudah sangat lama sekitar 10 tahun lalu.

Seseorang dengan hati tertutup tak akan pernah bisa terbaca. Kecuali jika dia mau membuka hatinya.

Kalimat itu membuat Tzuyu menutup buku yang sedang dia baca, sejenak lalu menatap langit malam. "Apa Jungkook menutup hatinya? tapi untuk apa?"

Wenghua melempar roti kesukaan sang kakak tepat pada pangkuannya, membuat Tzuyu hampir saja mengumpat andai dia tak menahan dirinya.

"Menemukan hal aneh lagi?" tanya Wenghua sambil duduk di sofa yang ada di kamar sang kakak dengan santainya, membuat Tzuyu memberikan tatapan tajamnya.

"Hanya sofa saja kau marah. Memangnya sofa ini terbuat dari emas?"

Tzuyu turun dari jendela lalu menutupnya. Berikutnya dia duduk di samping sang adik. "Aku tak bisa membaca pikiran ataupun hati seseorang."

Wenghua menegapkan duduknya, melipat kakinya yang bergantung lalu menopang dagunya seolah sedang berpikir.

Pletak!

Wenghua mengaduh begitu jari sang kakak menjentik dahinya. Dia sungguh ingin mengumpat tapi dia tahu hal itu malah akan membuatnya semakin dihajar.

"Jangan pura-pura berpikir jika yang kau pikirkan adalah seorang gadis," protes Tzuyu yang kemudian melipat tangannya. Namun detik kemudian dia menatap Wenghua, membuat sang adik sontak saja terkejut.

"Apa aku membuat kesalahan?"

"Ani."

Wenghua bernapas lega saat Tzuyu memilih untuk menyantap roti yang baru dia berikan. Dia yakin tanpa roti itu, dia harus berlari menghindari pukulan dari Tzuyu.

Wenghua menatap sang kakak dengan penuh kekaguman, seperti biasanya. Dia selalu ingin kekuatan supranatural seperti yang Tzuyu miliki. Mungkin dengan itu dia bisa tahu soal isi hati orang-orang terdekatnya.

"Memiliki kekuatan seperti ini tak semudah yang kau bayangkan." Tzuyu meletakan roti yang sedang dia nikmati, melipat kedua kakinya lalu menatap Wenghua. "Kau hanya akan mengalami perang batin setiap saat."

"Noona mengalaminya?"

"Eung." Tzuyu menghela napasnya lalu menjadikan tangannya sebagai sandaran. Dia menatap langit-langit kamarnya lalu tersenyum. "Aku tak punya teman karena kekuatanku. Terkadang aku juga ingin seperti yang lainnya. Bermain bersama atau berjalan-jalan tanpa perlu repot menutup telingaku. Kekuatanku hanya membuatku melihat teman yang benar-benar mau berteman denganku atau yang hanya pura-pura sebagai temanku."

Wenghua meraih tangan Tzuyu, membuat gadis itu dengan segera tersenyum. Dia tahu masih ada Wenghua yang menemani dirinya meskipun dia tak punya teman sama sekali.

"Ah sudahlah, lebih baik kau tidur, ini sudah malam."

"Ne." Wenghua berlalu, membuat suasana kamar Tzuyu kini terasa sangat sepi pasalnya dia tak lagi mendengar suara hati dari sang adik.

Tzuyu menghempaskan tubuhnya lalu menghela napasnya. Perlahan senyuman mulai menghiasi wajah cantiknya kala pikirannya mengarah pada pria dingin yang baru dia temui tadi siang di sekolahnya.

"Entah kenapa tapi aku merasa sangat nyaman berada di dekatnya."

Kepribadian Jungkook sepertinya terasa sangat cocok untuknya. Dengan begitu, dia tak perlu perlu dipusingkan oleh suara-suara hati yang dia dengar.

*
*
*

"Aku berangkat," ujar Jungkook dengan wajah datar, seperti biasanya. Dia seperti tak berniat hidup sama sekali karena seluruh kebahagiaannya seolah hilang bersama dengan kematian sang ibu. Mungkin dia tersenyum untuk terakhir kalinya di hari sang ibu tiada.

Jungkook menghela napasnya saat seseorang berdiri di hadapannya dengan senyuman, membuatnya hanya berlalu begitu saja tanpa memperdulikan orang itu sama sekali.

"Sekian lama tak bertemu apa kau akan mengabaikanku?" tanya pria Moon itu, membuat Jungkook menghentikan langkahnya sebelum berbalik. "Kau akhirnya kembali."

"Lalu?"

Pria Moon itu tersenyum lalu merangkul bahu sahabatnya yang sudah lama tak ia jumpai semenjak beberapa tahun lalu. "Setidaknya kau harus menanyakan kabarku. Kau juga tak mengatakan soal sekolah di sekolah yang sama denganku."

Jungkook melepas rangkulan Hyunbin lalu mempercepat langkahnya. Dia sungguh malas bicara ataupun berbasa-basi pagi ini. Dia hanya ingin tiba di sekolah dengan cepat lalu pulang lebih awal seperti biasanya.

Hidup tertutup semenjak kematian sang ibu benar-benar membuat Jungkook lupa bagaimana membuka pembicaraan dengan seseorang. Dia cenderung diam seribu bahasa dibanding banyak bicara seperti dahulu.

"Aku selalu menunggu kau kembali dan akhirnya harapanku terwujud. Apa jiwamu tertinggal di Seoul?"






Tzuyu memejamkan matanya saat hembusan angin itu menerpa wajahnya, membiarkan rambutnya juga ikut menari-menari hingga membuat Wenghua yang duduk di sebelahnya kesal sebab rambut Tzuyu terus mengenai wajahnya.

"Merasa seperti pemeran utama dalam drama?" tanya Wenghua yang membuat Tzuyu berdecih. Berikutnya dia menutup jendela tersebut lalu menatap lekat manik sang adik.

"Woah, kau sangat pandai memuji seseorang," gemas Tzuyu sambil menekan kedua pipi Wenghua, membuat mulutnya kini membulat ke depan.

"Ayo, kita sudah sampai."

"Ck, selalu saja seenaknya," protes Wenghua yang kemudian mengikuti sang kakak. Namun langkahnya seketika terhenti saat siswi lain menatapnya dengan tatapan yang membuatnya kesal.

"Ah noona, berhenti melakukan hal seperti tadi," kesal Wenghua setelah dia berhasil menyusul Tzuyu. "Kau membuatku malu."

"Itu bagus, jadi kau tak akan berkencan dengan siapapun."

Wenghua mencengkram tangan Tzuyu, membuat gadis itu memutar malas kedua bola matanya lalu berusaha untuk melepas cengkraman tangan itu. "Ck, menyebalkan. Mereka memujimu seolah kau adalah seorang artis terkenal dan hal itu membuatku tak suka." Tzuyu mengakhiri ucapannya dengan decihan lalu kembali melangkahkan kakinya, meninggalkan Wenghua yang kini menghela napasnya, tak mengerti kenapa Tzuyu melakukannya.

Tzuyu tak menggunakan earphone lagi, mencoba menyesuaikan diri dengan kekuatan yang dia punya. Dia tak mungkin setiap saat menggunakan earphone agar tak mendengar suara-suara yang berasal dari hati orang-orang yang berada di dekatnya.

"Wenghua." Tzuyu memberikan tatapan panik, membuat Wenghua hanya menatapnya bingung. "Aku lupa membawa tugasku, ah eotteoke?"

"Kau sungguh tak membawanya?"

Tzuyu mengangguk sebagai jawaban. Dia sungguh tak percaya jika dia meninggalkan tugasnya. Dia yakin jika dia harus berdiri di bawah sinar matahari setelah ini.

"Wenghua, bantu aku."

"Kali ini aku tak bisa pulang lagi, aku ada ujian di jam pertama."

Wenghua memang adik bagi Tzuyu. Tapi selama ini Wenghua selalu menjadi pelindung dan juga penyelamat bagi Tzuyu. Wajar saja karena sejak kecil Wenghua sudah terbiasa mengurus sang kakak sebab sang ayah sudah tiada sejak mereka berdua masih kecil.

Tzuyu mencoba tenang, memikirkan hal apa yang perlu dia lakukan agar terbebas dari hukuman yang akan dia terima. "Wenghua, bagaimana ini?"

Wenghua berlalu dengan santainya, membuat Tzuyu semakin kesal sebab sang adik seolah tak peduli jika kakaknya akan menerima hukuman.

"Babam!" Tzuyu hanya mengedipkan matanya beberapa kali saat Wenghua menunjukan buku tugas miliknya. "Untung aku sangat peka jadi aku membawakannya saat kau meninggalkannya di atas meja."

Wenghua sialan!



TBC🖤

4 Sep 2020

Let Me✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang