Wenghua terus berjalan bolak-balik dengan wajah cemasnya. Menurutnya, kejadian kemarin memang yang paling parah dibanding yang sebelum-sebelumnya. Bahkan ia bergidik ngeri saat mengingat bagaimana darah itu tak berhenti mengalir dari hidung Kakaknya.
"Tunggu, tunggu, tunggu." Wenghua menghentikan Tzuyu dengan menggenggam kedua lengannya.
"Ck, apa yang kau lakukan?" kesal Tzuyu kemudian berusaha melepas tangan Wenghua dari lengannya. Tinggi Wenghua memang sedikit melebihi Tzuyu. Itulah kenapa ia bisa dengan mudah menangkap dua lengan Tzuyu.
"Noona, lebih baik kau tidak perlu pergi ke sekolah."
Tzuyu menaikan sebelah alisnya. Ia kemudian benar-benar melepas tangan Wenghua dari lengannya. "Jangan melarangku seperti itu."
Wenghua duduk di kursi yang ada di samping Tzuyu. "Noona, kau masih terlihat pucat."
Tzuyu meletakan roti bakar yang baru ia makan satu gigit. Wenghua sungguh membuat selera makannya pagi ini benar-benar hancur. Ia akhirnya berjalan menuju rak kamarnya untuk mengambil tas miliknya.
"Jika terjadi sesuatu katakan padaku."
Tzuyu memejamkan mata dengan tujuan meredam amarahnya. Ia sungguh malas jika harus meledak di pagi hari. Apalagi sejak tadi ia juga mendengar Wenghua terus berbicara tentang dirinya.
"Iya, Chou Wenghua," geram Tzuyu hingga ia hampir mencakar wajah tampan sang Adik. Mungkin jika ia tak ingat soal jasa Wenghua yang menggendongnya kemarin, mungkin ia akan benar-benar memukul Wenghua.
"Kenapa kau jadi marah padaku?"
"Karena kau terlalu ikut campur masalahku. Berhenti melakukannya karena aku bisa mengatasinya." Tzuyu berlalu, menutup pintu dengan keras hingga Wenghua harus menutup matanya.
"Ck, kakak menyebalkan. Bukankah aku berniat untuk melindunginya?"
Wenghua mempercepat langkahnya, berharap jika Tzuyu tak berangkat lebih dulu sebab ia akan mendapat masalah jika Tzuyu pergi sendirian.
Wenghua mengatur napas saat kakinya tiba di halte. Untung saja Tzuyu masih belum pergi.
"Kau habis berlari? Wah, atlet yang hebat," puji Tzuyu dibubuhi dengan tepukannya di bahu Wenghua. Namun berikutnya ia justru meremas bahu sang Adik hingga membuat Wenghua meringis. "Makanya jangan cari masalah denganku!"
Tzuyu melepas cengkramannya saat bus berwarna biru itu tiba di halte. Meninggalkan Wenghua yang memijat pelan bahunya.
Aku memang tak bisa meragukan kekuatannya.
Wenghua menyusul Tzuyu. Rasanya ia ingin membalas apa yang Tzuyu lakukan andai ia tak ingat apa status Tzuyu dalam hidupnya. Ia bahkan selalu bertanya-tanya kenapa bukan dirinya saja yang lahir lebih dulu dibanding Tzuyu.
"Jangan mengumpat tentangku." Tzuyu yang tengah menopang dagunya sambil menikmati hembusan angin, kini menoleh ke arah Wenghua. "Adikku sayang, kau masih ingin tidur pulas, bukan?"
Wenghua bergidik melihat senyuman yang Tzuyu perlihatkan. Ia yakin jika nasibnya benar-benar buruk jika Tzuyu sudah tersenyum seperti itu.
*
*
*Tzuyu berjalan santai seperti biasanya. Namun ketenangannya itu jutru diusik oleh 3 gadis yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya.
Tzuyu terlihat santai, melepas sepasang earphone yang menempel pada telinganya kemudian menggulungnya. "Aku rasa masalah kita sudah selesai, bukan?"
Gadis itu tak gentar sedikitpun. Ia bersidekap kemudian berjalan lebih dekat ke arah Tzuyu, membuat Tzuyu hanya memutar malas kedua bola matanya.
"Kau membuatku diskors. Jadi sekarang giliranmu merasakan apa yang ku rasakan." Gadis itu mengangkat tangannya, berniat menampar Tzuyu. Namun sayangnya, tangan Tzuyu sudah lebih dulu menangkap tangan gadis yang ada di hadapannya. Senyumnya menyeringai sebelum akhirnya memutar tangan gadis itu hingga ia meringis dan secara refleks berbalik.
"Jangan cari masalah denganku," bisik Tzuyu diiringi dengan seringaiannya. "Ah ya, aku juga tak suka orang lemah yang bertingkah seolah mereka adalah seorang penguasa."
Tzuyu mendorong pelan gadis itu kemudian berlalu seolah tak ada yang terjadi. Ia kembali memasang earphone di telinganya dan berjalan dengan santai. Ia pura-pura tak peduli dengan panggilan kekesalan yang ia dengar.
Cih, dasar orang lemah. Tzuyu sungguh tak suka pada orang yang suka mem-bully tapi jauh dalam hatinya, orang itu merupakan orang lemah. Bahkan sekilas Tzuyu melihat adegan kekerasan yang dialami gadis itu dan ia yakin tujuan utama gadis itu mem-bully adalah agar ia bisa menutupi perasaan lemahnya itu.
Tzuyu memasang wajah dinginnya. Ia langsung saja duduk kemudian meletakan kepala di tumpukan tangannya. Suasana hatinya sungguh berantakan karena ulah Wenghua dan pem-bully tadi. Padahal energi tubuhnya baru saja pulih.
Jungkook nampak terkejut mendapati Tzuyu masuk sekolah. Ia lantas meletakan tangannya di dahi Tzuyu hingga gadis itu menepisnya. "Kau sepertinya masih sakit. Kenapa kau masuk sekolah?"
"Itu bukan urusanmu," jawab Tzuyu masih dengan memejamkan mata.
"Aku akan mengantarmu pulang," tawar Jungkook yang membuat Tzuyu menolaknya. "Kau masih sakit."
"Aniyo." Tzuyu menegapkan duduknya agar Jungkook percaya. Ia juga merapikan rambutnya yang mulai berantakan. "Aku baik-baik saja."
Tzuyu benar-benar tak mengerti kenapa Jungkook masih saja menjadi orang yang tak bisa ia baca hatinya dan ia terka pikirannya. Padahal jika menurut logika, seseorang yang tertarik pada seseorang lainnya akan membuka hatinya. Tapi sepertinya hal itu sama sekali tak berlaku untuk Jungkook.
Kali ini jam pertama mereka adalah pelajaran seni. Hal ini membuat Tzuyu sungguh malas sebab suasana hatinya masih belum membaik.
Jungkook meraih tangan Tzuyu, menggenggamnya selama mereka dalam perjalanan menuju ruang seni.
Kenapa detak jantungku tiba-tiba saja berdetak kencang? Tzuyu terus menatap bagaimana tangannya dan juga tangan Jungkook bertaut. Tapi ia berusaha berpikir positif jika detak jantungnya meningkat akibat dirinya yang takut dimarahi, bukan karena tangan mereka yang saling bertautan.
Jatuh cinta memanglah bukan hal yang salah. Apalagi usianya yang kini tengah menginjak masa remaja di mana akan sangat mustahil jika dirinya sama sekali tak tertarik pada lawan jenis.
Tapi bagi Tzuyu atau seluruh putri keluarga Chou, hal itu adalah pantangan terbesar. Jatuh cinta hanya akan membuat kemampuan mereka lenyap.
Tzuyu duduk di depan canvas bersih yang disiapkan oleh gurunya. Ia mulai memperhatikan penjelasan tentang gambar apa yang harus mereka gambar kali ini. Tapi sepertinya suasana hati Tzuyu yang terlampau buruk membuat Tzuyu benar-benar malas untuk menggambar.
"Kau merasa pusing?" tanya Jungkook yang kemudian menggeser canvas dan juga kursinya agar lebih dekat dengan Tzuyu. "Apa aku perlu mengantarmu ke UKS?"
"Tidak perlu."
Jungkook mulai menggoreskan sketsa di atas canvas-nya, membuat Tzuyu yang tadinya tak bersemangat kini mulai meraih pensilnya. Ia merasa jika ia perlu meluapkan seluruh kekesalannya melalui lukisan.
"Karena seonsaengnim meminta untuk menggambar sketsa wajah, apa aku boleh melukis dirimu?" tanya Jungkook yang membuat Tzuyu terkekeh--sedikit meremehkan. "Aku akan memberikannya setelah seonsaengnim menilainya nanti."
Tzuyu memilih tak peduli. Ia bertekad untuk fokus menggambar agar kekesalannya bisa terluapkan. Ia bersumpah agar membuat tidur Wenghua tak nyenyak nanti malam sebab Adik laki-lakinya itu sudah membuat suasana hatinya sungguh buruk.
Seperti seni, kau cantik dan tak ternilai, Tzuyu. Aku tahu jika aku terlalu pengecut sebab aku memilih untuk tak mengatakannya padamu. Aku akan seperti seorang penikmat seni, memandang dan menjagamu, Tzuyu.
Tzuyu melirik ke arah Jungkook, membuat pria Jeon itu dengan segera tersenyum.
Aku yakin mendengar sesuatu tadi. Tapi kenapa terdengar samar bahkan hampir tak terdengar? Tzuyu sungguh merasa bingung dengan hal itu. Tapi ia memutuskan untuk tetap fokus pada gambarnya. Ia akan menanyakan soal ini pada Neneknya nanti.
TBC🖤
25 Sep 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me✔️
Fiksi Penggemar"Jika hatimu sedalam lautan, aku tak pernah takut meskipun aku akan tenggelam di dalamnya." Kisah seorang gadis dengan kekuatan supranatural yang membuatnya bisa membaca pikiran orang lain. Namun dia tak mengerti kenapa dia tak bisa membaca pikiran...