MtW 28 - Dia?

2.6K 324 41
                                    

Tap votesnya dulu boleh??? 🌟

Enjoy

.
.
.

♏️♏️♏️

Laki laki yang kini berada disampingku masih tersenyum menggoda setelah membubuhkan kecupan singkat yang memberi efek yang luar biasa hingga detik ini, kami berdampingan dalam makan siang bersama tante Gina dan tante Diyan. Suasana terasa hangat ketika aku berada dalam satu meja dengan menu soto banjar yang menjadi makanan utama siang ini.

Setelah makan siang, aku Mas Tama dan tante Gina kembali duduk santai di pekarangan belakang sambil melihat koleksi ikan koi dan tanaman hias. Sesekali beliau menjelaskan jenis ikan yang menjadi koleksinya dan hanya kujawab dengan anggukan karena jujur tidak mengetahui sama sekali tentang hal ini.

"Mbak, cobain puding ini deh" tante Diyan datang dengan membawa piring keramik berisi potongan puding yang kubawakan tadi.

Jujur aku sedikit gugup takut takut kalau tante Gina tidak menyukainya.

"cobain deh Ma" pinta Mas Tama kepada tante Gina.

Kulihat tante Gina mengambil satu potong puding dan memotongnya dengan garpu kemudian memakannya. Cukup lama beliau menikmati puding buah yang bru saja dimakan sedangkan aku harap harap cemas dengan komentarnya.

"lembut, manisnya pas berhubung mama kurang suka jika terlalu manis. Ini beli dimana yan?" Ujar beliau.

Aku bernafas lega,

"Nadia yang bawa Ma, buatan sendiri" jawab Mas Tama.

"ohya? Beneran buat sendiri? Harus diminta ini resepnya" kali ini tante Gina menghadap penuh kearahku.

"mudah kok tante... Kapan kapan saya buatkan lagi" jawabku sumeringah.

Gimana gak seneng kalau diapresiasi baik seperti ini.

"lebih baik buat disini aja biar tante bisa lihat langsung" pinta beliau.

"beneran mau turun ke dapur mbak?" Tanya tante Diyan yang masih berada disisi sofa yang lain sambil terkekeh, ada nada tidak percaya disana.

"lihatin aja dulu yan... Kamu itu kok langsung skak didepan Nadia sih?" Tante Gina merasa tidak enak.

Tante Diyan tertawa yang diiringi dengusan dari tante Gina, aku masih tidak paham arah pembicaraan kali ini. Tidak lama tante Diyan pamit meninggalkan kami bertiga.

"tante jarang masak Nad, malah tidak pernah kayaknya" ujar tante Gina.

Aku mengangguk sambil tersenyum, mungkin dari kecil tante Gina sudah terlahir dari keluarga old money yang tidak mengharuskannya untuk terjun ke dapur secara langsung.

"malu sama kamu Nad. Sebenernya tante dari kecil gak dibolehin sama Omanya si mas buat ke dapur dan keterusan sampai besar dan nikah, beruntung punya suami seperti almarhum Papanya si Mas yang super pengertian" ceritanya kemudian.

"Mama selalu mempermasalahkan itu terus" Mas Tama disamping kananku ikut angkat bicara.

Seakan kurang setuju dengan pembahasan kali ini.

"iya jelas dong Mas, selama ini Mama cuma bisa nyiapin buat almarhum Papa ketika masih hidup dan gak pernah masakin buat beliau, apa ya gak sedih?" Jelasnya.

"Bukannya Mama sendiri yang pernah bilang patokan suami istri bahagia bukan cuma masalah dapur?" Tanya Mas Tama seakan mengingatkan tante Gina tentang pembicaraan sebelumnya.

"Iya... duh kamu beruntung dapat paket lengkap seperti Nadia lho Mas. Udah cantik pinter masak lagi, ohya kapan hari kamu bilang pernah dimasakin bubur ayam pas lagi gak enak badan  ya kan?" Tanya tante Gina mengingatkan kapan hari ketika aku memasakkan Mas Tama.

More Than Words [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang