Scheme 18 : S.H.O.C.K

8K 1.7K 119
                                    


"BILANG, kek, kalau lo itu penulisnya! Gue kelihatan tolol banget, dong, selama ini ngoceh tentang Ezra Ramiro depan lo!" Tara galak mengomeli Bastian sambil berjalan menyusuri lorong di rumah Bastian.

Bastian tidak menghiraukan Tara dan hanya tergelak. "Dulu gue ngaku temannya Ezra lo nggak percaya, gimana jadinya kalau gue bilang gue penulisnya?" Ia mengarahkan tangan pada Tara, menunjuk pintu toilet. "Toiletnya di sana, gue nggak perlu nemenin ke dalam juga kan?"

"Nggak perlu!" Tara memalingkan wajah sengit. "Lo balik aja ke ruang makan duluan. Gue bisa balik sendiri," katanya sambil mengambil langkah panjang, berbelok ke kamar mandi. Saat Tara keluar toilet ternyata Bastian masih di tempat.

Tara teringat pada projek Bastian, "Btw, projek yang lo tanya-tanya ke gue tentang farmasi itu berarti buat reset novel baru ya?" tanya Tara sambil melewati Bastian. Pria itu membuntut di belakangnya.

"Ya, rencananya gitu," singkat Bastian.

Mata Tara berbinar-binar. "Tentang apa, Bas?" Ia sangat penasaran. "Kasih tahu gue bocoran, dong."

Bastian terkekeh. "Lihat nanti aja."

Tara memanyunkan bibir, "Pelit." Mendengar nada kecewa Tara, Bastian tertawa. Begitu sampai di ruang makan mereka langsung bergabung dengan mami Bastian, Roy, dan Bianca, kembali duduk di meja makan.

Tadi, saat kali pertama masuk ke rumah Bastian, Tara agak terperangah. Ternyata mami Bastian pengoleksi barang antik. Sama seperti eyang Tara, tapi koleksi mami Bastian beragam, lewah, dan nampak mewah. Jam kuno besar, piringan hitam antik, vinyl player ... semuanya dipajang di dinding dan dalam almari kaca. Mami Bastian sendiri orangnya sangat welcome. Namun perpaduan antara angkuh dan aksen jenaka Bastian pasti diturunkan dari maminya.

Setelah makan malam, mami Bastian langsung pergi ke bandara mengejar penerbangan. Rumah Bastian memang besar. Tangganya bercabang seperti tangga dalam kastil. Tapi rumahnya agak senyap. Kata Bastian orangtuanya sering pergi-pergi. Tara curiga Bastian sebetulnya putra konglomerat yang menyamar jadi masyarakat menegah untuk mencari jati diri seperti kisah sinetron hidayah.

"Lukisan ini tentang apa, Bas?" tanya Tara saat ia berkeliling mengitari rumah Bastian. Tara mengerutkan wajah pada sebuah lukisan besar berbentuk puzzle di hadapannya. Ia menengok ke sekitar. Ternyata Bastian menghilang. Padahal rasanya pria itu tadi di sebelahnya.

"Oh, ini tentang ibu yang kehilangan anaknya, Tar." Bianca menjelaskan. Hanya Bianca satu-satunya orang yang berdiri bersamanya di ruang tamu beratap tinggi ini. "Gue pas pertama lihat lukisan ini juga bingung. Tapi ternyata lukisan ini baru setengah dari kanvasnya."

"Setengah?" Setengah tapi segede ini?

"Iya, separuhnya lagi di pajang di lantai dua. Jadi kalau lukisan ini sama lukisan setengahnya lagi digabungin bakal dapat gambaran keseluruhannya. Persis kayak puzzle," terang Bianca seolah ia pemiliknya.

Tara angguk-angguk. Bianca kemudian mengajak Tara naik ke lantai dua. Wanita itu menunjukkan lukisan berbentuk puzzle namun potongannya berbeda dengan yang ada di lantai satu. "Gue dulu pingin jadi kurator," cerita Bianca di akhir penjelasan panjang lebarnya.

Tara polos manggut-manggut lagi. Pantas saja Bianca sangat bersemangat menjelaskan.

Tiba-tiba terdengar suara gedebuk keras. Tara dan Bianca menoleh, saling tatap-tatapan.

"Tar, lo dengar suara nggak?" tanya Bianca.

"Dengar, dengar," Tara mengernyit, memutar badan ke belakang. Suara itu terdengar lagi, diikuti teriakkan tegas "lo gila?!" entah dari ruangan mana. Dengan ringan kaki Tara mencari asal suara. Bianca juga ikut mencari.

Thief!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang