Bagian 16 : Angin

35 5 0
                                    

Everyia dan Patrisyia sedang berada di tengah sebuah taman bunga yang sangat indah. Keduanya sedang melakukan beberapa gerakan, ralat, Patrisyia sedang melatih Everyia.

"Ingat ucapanku semalam tentang angin?" tanya Patrisyia.

"Tentu saja, semalam kau mengatakan bahwa angin dan air itu sama, sama-sama butuh ketenangan untuk mengendalikannya."

"Bagus, ingatanmu kuat. Aku sudah mengajarimu gerakan dan mantranya kan, jadi kau tinggal tenangkan pikiran, rasakan hembusan angin seperti semalam. Jangan lupa lakukan gerakan dan baca mantranya."

"Siap guru!"

Patrisyia tertawa mendengar Everyia memanggilnya guru. "Syia saja, aku merasa tua jika kau memanggilku guru. Padahal kita hanya beda beberapa tahun."

"Jika aku boleh memanggilmu Syia, berarti kau juga boleh memanggilku Ev. Sahabat-sahabatku selalu memanggilku Ev."

"Ev, Everyia? Kalau Ery saja? Aku lebih suka nama itu, apakah boleh aku memanggilmu dengan Ery?"

"Tentu saja boleh, nama Ery juga bagus."

"Sepertinya mengobrolnya cukup sampai di sini, kau harus segera berlatih agar cepat menguasai elemen angin."

"Baiklah, tapi ... bolehkah setelah ini kau mengajariku cara membuat awan. Aku sangat ingin menaiki awan," ucap Everyia dengan mata yang berbinar-binar.

"Tentu saja, tapi kau harus menguasai elemen angin. Karena untuk membuat awan kau harus menguasai elemen angin dan air."

"Baiklah."

Everyia mulai berkosentrasi, ia melakukan gerakan yang tadi di ajarkan oleh Patrisyia. Setelah berhasil menenangkan hatinya, ia membaca mantra sambil menutup matanya agar lebih tenang.

'Irr cine!'

Everyia merentangkan tangannya, ia masih menutup matanya sambil menikmati lembutnya hembusan angin yang menyapa kulitnya. Tangannya perlahan terangkat ke atas kemudian kembali turun, angin topan kecil mulai tercipta dan mengelilingi Everyia. Lama-kelamaan angin topan itu semakin besar, tubuh Everyia melayang di tengah angin topan itu. Tangannya tak lagi ia rentangkan ataupun dia angkat.

"Ingat, kendalikan bukan nikmati," ucap Patrisyia.

Everyia mengangguk kecil di dalam angin topan. Tubuhnya mulai berputar di dalam angin topan itu, kedua tangannya terayun pelan ke arah kanan kemudian di ikuti dengan tubuhnya. Angin topan itu bergerak mengikuti gerakan tangan Everyia.

"Bagus! Sekarang lakukan gerakan selanjutnya," ucap Patrisyia.

Everyia hanya mengangguk lagi, dia membuka matanya kemudian merentangkan kedua tangannya secara bersamaan. Angin topan itu langsung hancur, tapi tubuh Everyia masih melayang di udara. Angin topan yang hancur tadi berubah menjadi beberapa pusaran kecil.

Everyia berputar di udara dengan tangan di rentangkan indah, pusaran-pusaran itu ikut berputar. Kedua tangan Everyia bergerak perlahan ke atas kemudian dengan cepat bergerak ke bawah. Tangan Everyia terkepal kemudian Everyia merentangkan kedua tangannya dengan cepat.

'Irr cine hurr!'

Pusaran angin itu langsung menjadi tombak angin. Patrisyia yang berada di bawah menggerakkan jarinya, di depan Everyia langsung muncul sebuah tumbuhan merambat dengan daun yang sangat besar.

"Serang daun itu," ucap Patrisyia.

"Baik."

Everyia mengarahkan tangannya pada daun besar itu, tombak angin itu langsung menembus daun besar itu bahkan sampai menembus sebuah pohon besar yang berada di belakang tumbuhan merambat raksasa itu. Patrisyia terbang menghampiri Everyia.

EVERYIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang